Hasil revitalisasi Taman Sari baru bisa dinilai setelah tiga tahap pelaksanaan. Pemko Banda Aceh memastikan revitalisasi itu sesuai konsep kota hijau di masa mendatang.
“Untuk memenuhi 30 persen ruang terbuka hijau dari total luas wilayah Banda Aceh memang bukan hal mudah. Tapi hal itu akan terwujud,” sebut Jalaluddin, Kepala Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota (DK3) Banda Aceh.
Jalaluddin mengakui, pihaknya kerap menerima kritik saat mempercantik kota semisal revitalisasi taman-taman. Menurutnya, wajar masyarakat kontra pada upaya-upaya itu karena proyek tersebut belum bisa dinikmati hasilnya oleh masayarakat Banda Aceh saat ini.
Dia mencontohkan proyek revitalisasi Taman Sari, masyarakat semestinya menilai kesesuaian atau tidaknya dengan konsep kota hijau kelak, ketika selesai direvitalisasi secara keseluruhan. “Kalau dinilai sekarang, memang kesannya menyempitkan ruang terbuka hijau,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka, Jumat (12/08/16).
Dia menjelaskan, Pemko Banda Aceh berdasarkan Qanun No. 4/2009 telah memetakan sejumlah bakal titik ruang terbuk hijau di Kota Madani. “RTH publik misalnya taman, sedangkan RTH pribadi misalnya rumah warga. Misal warga ingin bangun rumah, harus ada RTH sebesar 10 persen dari total luas tanahnya. Begitu juga pemerintah dalam mengadakan ruang publik, harus diberikan 20 persen RTH dari total luas area bangunan.”
Taman Sari, salah satu dari RTH Kota Banda Aceh yang sedang direvitalisai. Keseluruhannya, ungkap Jalaluddin, revitalisasi taman seluas 2,5 hektare itu dilakukan tiga tahap. Pada tahap pertama, telah digelontorkan dana Rp2 miliar dari Otsus APBK 2015. Disusul Rp5,8 miliar di tahap kedua dari Otsus APBK 2016, dan tahap tiga direncanakan pada 2017 dengan plot biaya sekitar Rp7 miliar.
“Dana itu tidak besar. Kalau mau idealnya bahkan bisa mencapai Rp18 miliar untuk tiga tahap revitalisasi itu. Tapi sekitar Rp16 miliar saja sudah cukup untuk fungsionalnya,” terang Jalaluddin.
Menurutnya, setiap alokasi anggaran revitalisasi Taman Sari tersebut sudah melalui pembahasan dengan instansi terkait dan Banggar DPRK Banda Aceh. Dia menampik keras jika ada yang menuding pihaknya memboroskan anggaran.
Pada revitalisasi tahap pertama, Pemko lebih dulu membangun struktur konstruksi museum digital di bagian utara Taman Sari, pada tahap dua dilanjutkan perampungan konstruksi gedung museum berikut perbaikan sebagian sisi jalur pejalan kaki (pedestrian) dan saluran air. Pada 2017, akan dilanjutkan menata sisi belakang museum dan pedestrian. “Itu hanya konstruksi museumnya saja, pengadaan isi museumnya lain lagi nanti.”
Jalaluddin memperlihatkan gambar tiga dimensi museum digital di taman yang nantinya diberi nama Bustanus Salatin Park. Di gambar itu, dia menunjukkan taman yang akan dilapisi atap (green building) pada museum digital. “Taman Bustanus Salatin itu kalau sudah selesai nanti tidak akan merusak proporsi ruang terbuka hijau. Saya yakin,” ucapnya.
Taman Sari, kata Jalaluddin, memang Pemko sediakan untuk taman kegiatan masyarakat. Sehingga wajar saja jika sejak pascatsunami sampai hari ini telah memiliki sejumlah fasilitas seperti musala, arena bermain, panggung, dan akses wifi.
Tujuannya, menarik minat warga kunjungi taman yang sudah ada sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam itu. Dia berkata, “Jika dibuat hutan saja, orang tidak akan datang.”
Keberadaan Taman Sari diharapkan menjadi arena komunikasi sosial antarwarga Banda Aceh. Adanya interaksi masyarakat tersebut berpotensi menghilangkan stres dan kriminal. “Bandung dan Surabaya bisa menjadi contoh bagi kita hari ini bagaimana green city bisa mengubah perilaku warga kota.”
Dia juga mengatakan, arena bermain seperti porosotan dan rel kereta itu bantuan dari swasta. DK3 hanya melakukan perawatan terhadap fasilitas yang sudah ada.
JANGAN BANYAK FASILITAS
Sementara Ashfa Achmad, Dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Unsyiah, menilai, revitalisasi Taman Sari boleh-boleh saja, apalagi jika sesuai dengan konsep Qanun RTRW Banda Aceh.
Menurutnya, keberadaan fasilitas di sebuah titik RTH dalam perkotaan tergantung kategori. Misal Taman Sari, masuk kategori taman rekreasi, sehingga perlu diadakan fasilitas pendukung. Beda misalnya dengan Hutan Kota Tibang, yang lebih banyak tanamannya.
Sejatinya, kata Ashfa, setiap titik RTH memiliki fungsi dominan sebagai fungsi vegetasi. Pada RTH seperti Taman Sari perlu diberikan fasilitas. “Tapi fasilitasnya tidak mendominasi, sebagai pelengkap saja,” ujar dosen berdomisili Ulee Kareng itu.
Namun begitu, di Banda Aceh saat ini, sekilas diamati Ashfa, keberadaan RTH belum memadai. Masih butuh banyak RTH publik. Dia menyebutkan beberapa item RTH yang mungkin tak diketahui masyarakat, yaitu pemakaman, lapangan bola, tepi pantai, hingga median jalan.
Dalam kajian akademik, Ashfa menjelaskan, ruang terbuka hijau memiliki fungsi lindung kota. Dalam hal ini, sebutnya, RTH mempunyai fungsi ekologis untuk mempengaruhi iklim mikro, meminimalisasi polusi udara, serapan air, dan lainnya. Dari fungsi estetika, RTH dapat berupa taman rekreasi dan kegiatan masyarakat.
“Sebagai sebuah hutan lindung kota, spot-spot RTH harus merata ke seluruh wilayah perkotaan bahkan sampai ke desa atau lurah. Tidak berfokus pada satu titik saja. Sehingga mampu memperbaiki iklim mikro,” jelasnya.[]
Pemern PU No.12/PRT/M 2009 yang merujuk pada UU No.26 Tahun 2007 menetapkan definisi terakit RTH:
- Ruang Terbuka, yaitu ruang yang secara fisik bersifat terbuka, dengan kata lain ruang yang berada di luar ruang tertutup (bangunan).
- Ruang Terbuka Hijau, yaitu ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman, sehingga ruang terbuka yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat digolongkan sebagai RTH.
- Ruang Terbuka Non Hijau, yaitu ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
*Ruang Terbuka Non Hijau yaitu ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya.
*Secara definitif, Ruang Terbuka Non Hijau dibagi menjadi ruang terbuka perkerasan (paved), ruang terbuka biru (badan air), dan ruang terbuka kondisi tertentu lainnya.[]
Belum ada komentar