PM, Meulaboh – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi pada Minggu (1/7) kemarin, seperti yang diumumkan PT Pertamina dinilai dapat menjadi beban baru bagi masyarakat. Sebab, selama ini secara tidak langsung masyarakat seakan ‘dipaksa’ untuk beralih dari subsidi ke non-subsidi.
Mahasiswa Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Nofrizal menilai kenaikan harga BBM menjadi langkah buruk, karena saat ini minyak bersubsidi saja tergolong sulit didapatkan.
Seperti BBM jenis Premium, kata dia, meskipun masih disubsidi oleh pemerintah tapi sulit mendapatkannya, hampir sama seperti gas tabung 3 Kg bersubsidi yang juga sudah sulit didapatkan.
“Naiknya BBM menjadi beban berat untuk masyarakat, dimana perekonomian sekarang sedang menurun, itu bisa dilihat bagaimana anjloknya rupiah terhadap dolar AS,” ujar laki-laki yang akrab disapa Agek ini, Senin (2/7).
Menurutnya, kenaikan BBM non-subsidi akan berdampak pada perekonomian masyarakat, apalagi saat ini masyarakat telah beralih dari Premium (Subsidi) dan Pertalite non Subsidi.
“Karena premium sudah sulit didapatkan, saat kita ke SPBU selalu ada alasan premium habis,” sebutnya.
Lanjut Agek, jika BBM mengalami kenaikan harga, maka hal itu juga akan berpengaruh pada harga bahan pangan dan komoditas lain. Tentunya akan terjadi ketidakstabilan harga pada kebutuhan pokok nantinya.
“Pemerintah harusnya menanggapi serius terhadap perekonomian masyarakat kecil, jangan seolah-olah kenaikan BBM dapat membuat masyarakat makmur,” kata Agek.
Ia menambahkan, jika kenaikan harga tersebut bertujuan untuk menunjang industri, maka sebenarnya yang merasakan dampak ialah masyarakat, bukan para pemilik industri.
“BBM baik mereka tinggal menaikan harga barang, ujung ujungnya masyarakat juga yang merasakan dampak,” tutur Agek. []
Reporter: Aidil Firmansyah
Belum ada komentar