Kasus Perambahan Hutan Lindung, Meloloskan Bupati Aceh Selatan Dari Jerat Hukum

Kasus Perambahan Hutan Lindung, Meloloskan Bupati Aceh Selatan Dari Jerat Hukum
Kasus Perambahan Hutan Lindung, Meloloskan Bupati Aceh Selatan Dari Jerat Hukum

Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra tidak tersentuh proses hukum dalam kasus perambahan hutan lindung. Padahal, dia ditengarai sebagai pemilik lahan yang dirambah itu.

Nama TS alias Teuku Abang, sapaan akrab HT Sama Indra, Bupati Aceh Selatan terhitung beberapa kali diucapkan oleh dua orang pekerja lapangan yang diamankan tim gabungan saat menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terduga pelaku perambahan hutan lindung di Gunung Jambo Bate, Gampong Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, awal Oktober 2017.

Namun, saat proses pemeriksaan di Polres Aceh Selatan, nama Teuku Abang TS hilang bak ditelan bumi. Disebut-sebut, lahan gunung milik masyarakat Gampong Jambo Papeun seluas sekitar 3 hektar lebih itu dibeli Bupati Sama Indra, tapi atas nama Teuku Habibi, salah seorang keponakannya yang dibuktikan dari surat jual beli. Benarkah Teuku Habibi sengaja dikorbankan dalam kasus ini?

Minggu malam awal pekan pertama bulan Oktober 2017, tiba-tiba handphone wartawan Pikiran Merdeka di Aceh Selatan berdering. Seorang teman wartawan media cetak di Aceh mengabari bahwa besoknya (Senin-red) akan digelar operasi gabungan oleh Polhut.

“Besok ada operasi gabungan nampaknya terkait illegal logging. Bang Irwandi M Pante (Kepala Pengelolaan Kawasan Hutan Wilayah VI Subulussalam) mengajak kita ikut operasi. Tapi lokasi yang dituju belum dikabari, entah kemana saya pun belum tahu,” kata seorang wartawan.

Saat tiba di Kantor PKH Tapaktuan, Senin paginya, terlihat sejumlah mobil parkir berderetan di depan kantor. Sebelum digelar operasi terlihat Kepala PKH Wilayah VI Irwandi M Pante bersama seluruh anggota Polhut, perwakilan TNI/Polri dan LSM Lingkungan menggelar breafing (pengarahan) di dalam kantor. Tak berapa lama kemudian, seluruh personil yang terlibat operasi langsung naik ke atas mobil, lalu menancap gas ke arah Labuhahaji.

“Kita menggelar operasi ke Kecamatan Meukek dan Labuhanhaji pada hari ini, terkait lokasi persisnya nanti saya kabari, ikut saja,” ujar Irwandi sembari buru-buru terus naik ke atas mobil.

Benar saja, sesampai di Keude Kutabuloh, Kecamatan Meukek, mobil rombongan terlihat terus berbelok ke arah Gampong Jambo Papeun. Jarak antara Keude (Pasar) Kutabuloh dengan Gampong Jambo Papeun sekitar 5 Km. Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya tim gabungan menemukan sebuah lokasi kawasan gunung yang dinamakan Gunung Jambo Batee, wilayah pedalaman Gampong Jambo Papeun.

Tim gabungan terdiri dari Polhut, TNI/Polri dan LSM Lingkungan serta ikut beberapa wartawan media cetak, online dan elektronik melihat gunung yang diperkirakan seluas 3 hektar sudah gundul. Sebuah alat berat (beko) yang sebelumnya hendak naik ke atas gunung terlihat buru-buru turun hendak kembali ke sebuah pondok yang sedang dibangun di sekitar lokasi.

Harlizar, operator beko mengaku kepada petugas bahwa alat berat tersebut baru saja pagi itu sampai ke lokasi hendak bekerja. Dia mengaku tidak terlibat dalam pekerjaan pembukaan lahan tersebut sebelumnya. “Saya baru pagi ini sampai ke lokasi, sebelumnya bukan saya yang bekerja di sini,” ucap warga Gampong Ujong Pulo Rayeuk, Kecamatan Bakongan Timur ini.

Dia juga mengungkapkan bahwa lahan yang hendak ditanami kopi, durian dan tanaman buah-buahan lainnya tersebut merupakan milik Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra SH. Itu sebabnya, dia sama sekali tidak tahu jika lahan tersebut masuk ke dalam kawasan hutan lindung, karena statusnya hanya sebagai pekerja.

Pengakuan serupa juga disampaikan salah seorang pekerja lainnya, Ervi Karwandi. Pekerja yang terlihat sedang merampungkan pembangunan sebuah pondok dilokasi lahan tersebut, juga membenarkan bahwa lahan yang diduga telah terjadi perambahan hutan lindung tersebut milik Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra, sedangkan pihaknya hanya berstatus sebagai pekerja.

Kepala KPH Wilayah VI Subulussalam, Irwandi M Pante langsung memerintahkan petugas Polhut dan anggota Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polres Aceh Selatan untuk mengamankan kedua pekerja tersebut ke kantor guna diambil keterangannya. Tidak hanya itu, petugas juga mengamankan satu buah kunci beko, mesin ketam kayu, chian shaw dan sejumlah kayu sebagai barang bukti.

Kepada awak media, Irwandi M Pante mengaku belum mengetahui siapa pemilik lahan dimaksud. Namun berdasarkan hasil pencarian titik koordinat menggunakan GPS, pihaknya memastikan bahwa lahan tersebut telah masuk ke dalam kawasan hutan lindung. “Kita sudah memastikan bahwa lahan yang sudah dirambah ini masuk ke dalam hutan lindung. Kita akan menindak tegas siapapun pemiliknya,” tegas Irwandi kepada wartawan di lokasi.

Menurut Irwandi, aksi perambahan hutan lindung tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, sebab sesuai peta yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan kawasan tersebut masuk dalam hutan lindung. “Saya belum tahu lahan ini milik siapa, nanti kita akan periksa apakah pemiliknya sudah memiliki dokumen langkap,” ujarnya.

Pantauan di lapangan, setelah selesai mengamankan seluruh barang bukti dan para pekerja dilapangan, selanjutnya tim gabungan langsung bergerak kembali ke Tapaktuan. Rencana sebelumnya juga akan menggelar operasi ke sebuah lokasi yang juga diduga telah terjadi perambahan hutan lindung di Kecamatan Labuhanhaji pun dibatalkan. “Kita tuntaskan hal ini dulu, itu nanti lagi,” ucap Irwandi.

Sementara seluruh barang bukti dan dua orang pekerja lapangan pada hari itu juga langsung diserahkan ke Polres Aceh Selatan guna pengusutan lebih lanjut. Barang bukti yang telah diamankan di Mapolres Aceh Selatan terkait kasus tersebut termasuk satu buah alat berat beko merek Hitachi. Informasi diperoleh, beko yang sebelumnya ditinggalkan di Gunung Jambo Batee tersebut telah sempat dipindahkan ke sebuah lokasi terpisah oleh pihak tertentu.
Demi untuk menguatkan barang bukti, selanjutnya pada Senin (2/10/2017) sore, Kepala PKH Wilayah VI Subulussalam, Irwandi M Pante memerintahkan petugas gabungan untuk menyita beko tersebut guna diamankan di Mapolres setempat.

Kapolres Aceh Selatan AKBP Achmadi SIK yang dikonfirmasi melalui Kanit Tipiter Satreskrim Ipda Adrianus membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pengaduan terkait dugaan tindak pidana perambahan hutan lindung di Gunung Jambo Batee, Gampong Jambo Papeun, Kecamatan Meukek.

Ipda Adrianus mengatakan, sejauh ini pihaknya telah memeriksa sebanyak 11 orang saksi yang terdiri dari perangkat Gampong Jambo Papeun, beberapa orang masyarakat dan pemilik lahan. “Untuk mengungkap kasus dugaan perambahan hutan lindung tersebut, penyidik terus melakukan proses pemeriksaan secara meraton terhadap para saksi. Sejauh ini sudah sebanyak 11 orang saksi yang telah diperiksa (BAP),” kata Iptu Adrianus kepada wartawan di Tapaktuan, Kamis (12/10/2017).

Saat ini, sambung Adrianus, pihaknya sedang menunggu kedatangan pejabat dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) khususnya yang membidangi tapal batas wilayah hutan. Unit Tipiter Satreskrim Polres Aceh Selatan, kata dia, telah melayangkan surat panggilan terhadap pejabat yang bersangkutan untuk diminta kesediaannya menghadap penyidik untuk didengarkan keterangannya dalam kapasitas sebagai saksi ahli.

“Keterangan dari saksi ahli BPKH tersebut dinilai penting karena yang bersangkutan merupakan pejabat yang berwenang menentukan tapal batas wilayah hutan. Sebab beberapa warga yang telah di BAP, semuanya mengaku tidak tahu yang mana batas hutan lindung dan batas hutan produksi yang bisa digarap oleh masyarakat,” jelasnya.

Jika keterangan dari saksi ahli dimaksud telah selesai, maka pihaknya memprediksi bahwa dalam waktu dekat berkas perkara dugaan perambahan hutan lindung di Kecamatan Meukek tersebut sudah bisa dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan. “Tinggal menunggu keterangan dari saksi ahli, jika sudah selesai maka berkas perkara segera kami limpahkan ke pihak Kejari Aceh Selatan,” tegasnya.

Saat ditanya apakah sudah ada tersangka dalam kasus tersebut? Adrianus mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya telah menetapkan satu orang tersangka yakni operator beko berinisial H, warga Gampong Ujong Pulo Rayeuk, Kecamatan Bakongan Timur. Tersangka, kata Adrianus, langsung dilakukan penahanan sejak Senin (2/10/2017) lalu.

Sedangkan pihak yang bertindak sebagai pemilik lahan dimaksud, kata Iptu Adrianus adalah bernama Teuku Habibi. Sejauh ini Teuku Habibi, yang disebut-sebut keponakan Bupati Aceh Selatan tersebut masih berstatus sebagai saksi.

Adrianus menegaskan bahwa kepastian pemilik lahan dimaksud adalah Teuku Habibi berdasarkan bukti surat jual beli dengan masyarakat pemilik lahan. Menyangkut desas-desus atau isu yang menyebutkan bahwa lahan yang diduga telah terjadi perambahan hutan lindung tersebut adalah milik Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra, dinilai pihaknya hanya sebatas rumor yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Penegak hukum tidak boleh bekerja atas dasar rumor yang berkembang . Sebab penegakan hukum itu harus berdasarkan alat bukti yang kuat dan resmi bukan atas dasar isu yang berkembang,” pungkasnya.
TERIMA SPDP

Sementara itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Selatan sejauh ini telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan perambahan hutan lindung, di kawasan Gunung Jambo Batee, Gampong Jambo Papeun, Kecamatan Meukek dari penyidik Polres setempat.

Kajari Aceh Selatan Munif SH melalui Kasie Intelijen, Ridwan Gaos Natasukmana SH mengatakan, SPDP Nomor 49/X/2017/Reskrim tertanggal 3 Oktober 2017 tersebut diterima pihak Kejari setempat pada tanggal 5 Oktober 2017 lalu.

“Benar, Kejari Aceh Selatan telah menerima SPDP untuk kasus dugaan perambahan hutan lindung di Kecamatan Meukek dari penyidik Reskrim Polres,” kata Ridwan saat ditanyai wartawan di Tapaktuan, Selasa (10/10).
Berdasarkan SPDP yang telah diterima tersebut, sambung Ridwan, penyidik Reskrim Polres Aceh Selatan telah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana kejahatan kehutanan tersebut.

Tersangka tersebut adalah operator beko berinisial H. Dia merupakan warga Gampong Ujong Pulo Rayeuk, Kecamatan Bakongan Timur. Atas perbuatannya, penyidik Polres Aceh Selatan menjerat tersangka dengan pasal 50 ayat 3 huruf (a) dan huruf (b) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan jo pasal 92 ayat 1 huruf (a) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

“Dengan telah diterimanya SPDP tersebut, Kajari Aceh Selatan, Munif SH juga telah menunjuk tim jaksa peneliti untuk mengikuti perkembangan hasil penyidikan yang sedang dilakukan pihak penyidik Polres,” pungkas Ridwan.

Keputusan pihak penyidik sejauh ini baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan perambahan hutan lindung yakni operator beko, telah mengundang tanda tanya dan sikap pro-kontra dikalangan masyarakat setempat. Soalnya, operator beko tersebut hanya dalam kapasitas sebagai pekerja bukan sebagai pemilik lahan.

Sumber Pikiran Merdeka mengungkapkan, lahan gunung yang diduga telah terjadi perambahan hutan lindung tersebut merupakan lahan milik masyarakat yang dibeli oleh Pemkab Aceh Selatan. Disebut-sebut, Bupati Aceh Selatan HT Sama Indra terlibat dalam transaksi jual beli lahan dimaksud. Namun lahan yang dibeli dari masyarakat itu diduga tidak secara langsung atas nama Bupati HT Sama Indra, melainkan atas nama Teuku Habibi yang tak lain adalah keponokannya sendiri.

Beberapa kalangan menilai bahwa akibat transaksi jual beli lahan bukan atas nama Bupati HT Sama Indra, mengakibatkan pengusutan kasus dugaan perambahan hutan lindung tersebut hanya terputus sampai pada nama Teuku Habibi.

Terkait status kepemilikan lahan tersebut adalah Teuku Habibi juga dikuatkan dari pernyataan Keuchik Jambo Papeun, Hadi Irani didampingi Sekretaris Gampong (Sekgam), Sasmin dan beberapa Tuha Pheut kepada awak media beberapa waktu lalu.

Hadi Irani menyatakan, sebelum tanah di kawasan Gunung Jambo Batee, Gampong Jambo Papeun tersebut dibeli oleh Teuku Habibi. Lahan itu merupakan milik 5 orang warga Gampong Jambo Papeun yaitu, M Saman, Nazaruddin, Farisah, Makadir dan Faridah. “Lahan tersebut memang digarap oleh lima orang warga tersebut selama ini sebagai tempat mereka bercocok tanam perkebunan pala, durian, kemiri dan kopi,” sebut dia.

Pihak masyarakat, ujar Hadi Irani, mengaku telah resah pasca digelarnya operasi tim gabungan menangkap para pekerja yang sedang membuka lahan di Gunung Jambo Batee. Soalnya, lahan yang diduga masuk hutan lindung itu telah digarap sejak puluhan tahun silam oleh warga pemiliknya. Di samping itu, di sekitar lahan tersebut juga terdapat lahan perkebunan milik puluhan masyarakat lainnya sebagai tempat mata pencaharian mereka selama ini.

“Perlu diketahui, tanah itu telah dikelola oleh warga saya sejak 40 tahun lalu untuk bercocok tanam, saya tidak menjamin bila nantinya timbul aksi masyarakat. Masyarakat yang juga memiliki lahan perkebunan di kawasan itu marah kepada saya, karena kegiatan operasi oleh tim gabungan tersebut tanpa sepengetahuan aparat gampong,” ucapnya.

Sebab, sambung dia, jika dilihat secara hati jernih, tidak ada kejadian perambahan hutan lindung di kawasan itu, karena pohon yang ditebang itu adalah pohon durian dan pohon kemiri yang sudah tidak produktif lagi karena sudah tua.

Ia mengatakan, akibat klaim yang menyatakan kawasan gunung Jambo Bate masuk kawasan hutan lindung telah membuat masyarakat resah, karena sejak puluhan tahun lalu, kawasan tersebut merupakan lahan perkebunan mereka. “Dulu memang pernah ada di pancang patok (batas) di bawah sekali dari kawasan gunung Jambo Batee, tetapi patokan itu sudah hilang. Namun, setelah dipatok dulu, tidak dilakukan sosialisasi sehingga masyarakat tidak tahu, mana batas hutan lindung dan mana kebun masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, terkait adanya pendataran puncak gunung dengan menggunakan alat berat (beko) dilakukan untuk menjadikan Gunung Jambo Batee sebagai lokasi wisata lahan perkebunan. Konon lagi, kondisi tanahnya sudah tandus.
Nantinya di kawasan Gunung Jambo Bete itu akan dijadikan kawasan wisata menarik, maka dilakukan penataan lokasi. Pohon durian dan kemiri yang telah ditebang tersebut direncanakan akan diganti dengan tanaman produktif lainnya serta dibangun pondok wisata.

Seandainya juga, tambah Hadi Irani, jika klaim itu benar bahwa kawasan gunung Jambo Bate masuk dalam kawasan hutan lindung, maka diharapkan kepada pihak terkait agar merevisi ulang batas kawasan hutan di daerah itu.

Menyikapi hal ini, Direktur Eksektuf Yayasan Gunung Hutan Lestari (YGHL) Aceh Selatan, Sarbunis meminta kepada Pemkab setempat melalui dinas terkait segera menggelar sosialisasi kepada masyarakat guna diketahui tapal batas hutan lindung dan kawasan hutan APL yang bisa digarap.

“Pemkab diminta segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menghindari lahan perkebunan yang digarap masyarakat masuk dalam kawasan hutan lindung, sehingga masyarakat tidak dihantui rasa ketakutan,” pintanya.

Sedangkan terkait dengan proses penegakan hukum yang saat ini sedang dilakukan oleh aparat penegak hukum, Sarbunis meminta supaya dilakukan secara profesional dan berkeadilan. Sehingga tidak terkesan pilih kasih.
“Siapapun yang terbukti terlibat dalam kasus dugaan perambahan hutan lindung tersebut kami minta harus di proses hukum. Penegakan hukum yang dilakukan hendaknya tanpa pandang bulu,” tegas Sarbunis.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Selatan, Mufti A Bakar mengatakan bahwa terkait desakan masyarakat agar pemerintah daerah merevisi tapal batas hutan lindung, telah sejak lama dilakukan pihaknya.

Langkah yang telah dilakukan, kata dia, selain telah memasukkan usulan revisi tersebut dalam Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh Selatan yang telah di paripurnakan bersama pihak DPRK beberapa waktu lalu juga usulan tersebut telah pernah disampaikan secara langsung kepada Dirjen Planologi Departement Kehutanan RI, di Jakarta.

“Bapak Bupati telah menghadap langsung Dirjen Planologi Dephut di Jakarta meminta agar tapal batas hutan lindung di Aceh Selatan di revisi kembali. Namun sampai saat ini usulan tersebut belum ditindaklanjuti,” sesalnya.

Menurut dia, dalam usulan yang telah disampaikan tersebut, Pemkab Aceh Selatan telah membuat peta zonasi terkait tapal batas hutan lindung dan lahan perkebunan yang selama ini digarap oleh masyarakat supaya bisa dikeluarkan atau di revisi dari Surat Keputusan (SK) Kemenhut yang menetapkan batas hutan lindung tersebut.

“Berdasarkan peta zonasi yang telah dibuat, hampir seluruh kecamatan di Aceh Selatan yang sebagian wilayah hutannya yang selama ini masuk dalam kawasan hutan lindung di usulkan untuk di keluarkan atau di revisi dari batas hutan lindung. Namun sayangnya usulan tersebut sampai sekarang belum ada tindak lanjut secara konkrit,” paparnya.

Menyangkut hal itu, kata Mufti, dalam waktu dekat ini pihaknya juga berencana akan melakukan pembicaraan dengan pihak Pemerintah Aceh, di Banda Aceh. Hal itu menindaklanjuti rencana dilakukannya perubahan RTRW Provinsi Aceh supaya dapat di sinkronkan dengan rencana perubahan RTRW Aceh Selatan.

“Sedangkan menyangkut langkah sosialisasi terkait tapal batas wilayah hutan, kami mengakui belum secara maksimal dilakukan secara menyeluruh melibatkan masyarakat. Namun untuk tahap awal, langkah sosialisasi tersebut telah beberapa kali dilakukan dengan melibatkan para camat. Karena itu, untuk ke depannya kami akan berupaya untuk melakukan langkah sosialisasi secara lebih menyeluruh sehingga masyarakat luas bisa mendapatkan informasi akurat terkait tapal batas wilayah hutan,” pungkasnya.

Bantahan serupa juga diungkapkan Bupati Aceh Selatan, Teuku Sama Indra, kepada Mongabay Indonesia beberapa waktu lalu. Bupati menjelaskan, lahan yang dibersihkan tersebut bukanlah hutan lindung, tapi kebun pala masyarakat yang ditinggal akibat mati diserang hama. Di dalam kebun itu ada juga pohon durian.

“Tidak benar saya memerintahkan Kepala Desa Jambo Papeun untuk merambah hutan lindung. Selama ini, saya justru menanam pohon pinus di hutan yang rusak,” sebut Sama Indra yang memperlihatkan hutan pinus yang baru beberapa tahun ditanami itu.

Sama Indra mengaku, Kepala Desa Jambo Papeun menghubungi dirinya, meminta bibit pinus untuk ditanami di kebun yang tidak dikelola tersebut. “Hama pernah menyerang sebagian besar tanaman pala masyarakat, ketimbang terbengkalai, kepala desa ingin menanaminya dengan pinus. Saya katakan, jangan hanya pinus, tapi juga ditanami durian, agar hasilnya bisa dimanfaatkan masyarakat,” ujarnya, Rabu (3/10/17).

Bupati juga mempertanyakan keputusan menteri yang dipakai, sehingga lahan tersebut masuk hutan lindung. “Kalau keputusan tersebut saat Menteri Kehutanan MS Ka’ban menjabat, bukan hanya kebun masyarakat, pekarangan di belakang rumah masyarakat pun masuk wilayah hutan lindung.” tegasnya.

Pihaknya, sambung bupati, telah menyerahkan 300 bibit pinus kepada Kepala Desa Jambo Papeun untuk ditanami di bekas kebun pala masyarakat itu. “Saya memiliki foto, sisa bibit pinus yang ditanami di kebun tersebut. Sebagian besar telah tumbuh,” tandasnya.

DIPANGGIL POLDA ACEH

Diduga tak serius usut kasus dugaaan perambahan hutan lindung di Gunung Jambo Bate, Gampong Jambo Papeun, Kecamatan Meukek, pihak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dikabarkan telah memanggil penyidik Polres Aceh Selatan ke Banda Aceh.

Informasi dihimpun dari sumber Pikiran Merdeka, pemanggilan penyidik Polres Aceh Selatan oleh pihak Polda Aceh secara tiba-tiba tersebut berlangsung pada Rabu (18/10) malam. Penyidik yang dipanggil masing-masing adalah Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Satreskrim Polres Aceh Selatan, Ipda Adrianus dan seorang anggotanya bernama Bripka Ipan Setiawan.

Kedua orang penyidik yang menangani kasus dugaan perambahan hutan lindung di Kecamatan Meukek tersebut secara mendadak langsung berangkat ke Banda Aceh pada Rabu (18/10) malam sekitar pukul 09.00 WIB. “Iptu Adrianus dan seorang anggotanya sudah dipanggil ke Polda Aceh. Mereka sudah menuju ke Banda Aceh malam ini,” kata sumber Pikiran Merdeka yang mengaku menerima informasi tersebut dari jaringan di internal kepolisian.

Sumber tersebut menyebutkan, pemanggilan itu dilakukan karena diduga ada sebuah kejanggalan dalam proses penyidikan kasus dugaan perambahan hutan lindung di Meukek hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim gabungan yang terdiri dari Polhut, TNI/Polri dan LSM Lingkungan beberapa waktu lalu.

“Yang dijadikan tersangka oleh penyidik hanya pekerja lapangan yakni operator beko. Hal ini diduga sudah melanggar ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUHAP. Sebab penyidik Polres Aceh Selatan dinilai tidak lagi memakai indikator siabidime dalam proses penyidikannya serta tidak berlandaskan barang bukti yang ditemukan dalam OTT tersebut,” beber sumber.

“Dalam logika hukum dan hukum positif sangat naif ketika dalam proses penyidikannya tidak dipertanyakan siapa yang suruh rambah hutan lindung menggunakan alat berat beko dan lahan tersebut milik?” tambah sumber tersebut.

Terkait informasi pemanggilan penyidik Polres Aceh Selatan oleh pihak Polda Aceh ini telah menimbulkan berbagai asumsi di kalangan masyarakat Aceh Selatan. Beberapa pihak justru mengaitkan pemanggilan ini dengan pernyataan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat di wawancarai wartawan beberapa waktu lalu di Banda Aceh.

Soalnya, kepada wartawan Irwandi Yusuf secara gamblang menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus dugaan perambahan hutan lindung tersebut. Jika benar informasi bahwa ada dugaan keterlibatan Bupati Aceh Selatan, HT Sama Indra dalam kasus tersebut maka pihaknya meminta kepada penegak hukum agar tidak pandang bulu dalam mengusutnya.

“Kita akan selidiki kasus ini, kita sangat perlu info dan kerjasama dari teman-teman wartawan. Siapapun yang berani melakukan perambahan hutan maka akan berurusan dengan saya,” tegas Irwandi.

Irwandi juga menegaskan bahwa pihaknya tidak main-main menyangkut perambahan hutan lindung. “Kalau memang nantinya terbukti, maka akan kita rambah orangnya,” ucap Irwandi.

Kepada tim gabungan yang telah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pelaku perambahan hutan lindung tersebut, Irwandi memberikan apresiasi yang tinggi, karena telah melakukan tindakan nyata menyelamatkan kelestarian kawasan hutan dari ancaman kerusakan.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait