PM, Banda Aceh – Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dalam waktu dekat akan mengirimkan surat permohonan supervisi kasus kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan Komisi Kejaksaan RI. Salah satu kasus yang akan dimintai supervisi adalah perkara dugaan tindak pidana korupsi kontrak perencanaan pembangunan Kantor Kemenag Aceh.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani dalam siaran pers yang diterima Pikiran Merdeka, Jumat (2/3) menilai, selama ini penanganan kasus dugaan korupsi Kemenag itu kian menggantung. Hingga memasuki bulan ke tiga di semester pertama tahun 2018, kasus tersebut belum diketahui sejauh mana perkembangannya.
“Semakin lama penanganannya semakin tidak jelas,” kata dia.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, kontrak perencanaan pembangunan kantor Kemenag Aceh ini memiliki nilai Rp 1,16 miliar dari pagu Rp 1,2 miliar. Anggarannya bersumber dari APBN tahun 2015. Sejak awal ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh, kasus ini telah menyeret dua tersangka. Masing-masing tersangka yakni Y selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada Kemenag Aceh dan HS selaku Direktur Utama PT Supernova. Namun pada Agustus 2017 silam, kasus tersebut diambil alih Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
“Ketidakjelasan dalam penanganan perkara ini menjadi tanda tanya bagi publik, sebab sebelum kasus ini diambil alih oleh Kejati, proses penanganannya termasuk sangat cepat, bahkan menjadi salah satu nilai positif atas kinerja yang ditoreh Kejari Banda Aceh, namun pasca diambil alih Kajati, bukannya perkara ini lebih cepat, tapi sebaliknya, makin lamban,” terang Askhalani.
GeRAK menduga, lambannya penanganan kasus ini ditengarai kuatnya intervensi dari pihak tertentu. Penetapan tersangka dari masing-masing pihak itu, sebut Askhalani, menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan dugaan adanya aktor lain yang ikut berperan serta. Ia meyakini, dugaan tindak pidana korupsi itu dilakukan secara bersama-sama, dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan masing-masing.
“Potensi tentang adanya aktor lain dapat dilihat dari proses penanganan perkara dan pemeriksaan para saksi yang diduga mengetahui tentang kejadian dan pokok perkara,” beber Askhalani.
Deretan Kasus Lain
Selain redupnya penanganan perkara atas kasus dugaan korupsi Kemenag Aceh, GeRAK juga mempersoalkan sulitnya akses informasi publik terhadap kasus tersebut. Karenanya, GeRAK meminta Kajati Aceh untuk menjelaskan secara detail kepada publik tentang penanganan perkara ini.
Berdasarkan hasil monitoring GeRAK, khususnya tahun 2017 tercatat ada tiga perkara yang tidak diketahui kelanjutan penanganannya oleh Kejati Aceh. Pertama, kasus tindak pidana korupsi kontrak perencanaan pembangunan Kantor Kemenag Aceh. Deretan kasus lain, yakni penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi PDKS (Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue) dengan tersangka atas nama D (mantan Bupati) tahun 2002-2012. Indikasi awal, kasus ini menyedot kerugian Rp 51 miliar, dari jumlah penyertaan modal Rp 227 miliar yang berasal dari APBK.
Terakhir, penanganan perkara kasus dugaan korupsi pengelolaan dana migas pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) tahun 2010, sebesar Rp 22 miliar dengan tersangka mantan Sekda Aceh. Hingga kini, kasus tersebut tak kunjung selesai.
“Merujuk pada tiga kasus tadi, GeRAK menduga ada keterlibatan pihak-pihak yang memiliki korelasi dengan jabatan dan melekat pada faktor jabatan publik, maka sudah sewajarnya Kajati Aceh yang baru segera menuntaskan PR yang menurut GeRAK Aceh adalah kewajiban, dan tidak boleh ditunda, apalagi dengan alasan yang tak substansial,” kata Askhalani.
Dalam poin sikapnya, GeRAK menyatakan akan mengirimkan surat permohonan supervisi kasus kepada KPK-RI dan Komisi Kejaksaan-RI terhadap perkara-perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Aceh. “Khususnya dalam perkara korupsi yang memiliki dampak langsung bagi publik, konon lagi diduga dilakukan pejabat publik yang punya pengaruh, serta punya relasi kuat untuk melakukan intervensi terhadap penanganan perkara yang ditangani oleh Aparat Penegak hukum di provinsi Aceh.”
Selain itu, GeRAK mendesak Kejati Aceh untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas korupsi. “GeRAK Aceh mendukung langkah tegas Kajati termasuk menolak intervensi pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi proses penanganan perkara,” tandasnya. []
Belum ada komentar