Kasus Deposito Aceh Utara, Syarifuddin Bantah Terima Fee

Sidang Ilyas Pase
Terdakwa kasus korupsi deposito, Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Selasa (8/5). (Pikiran Merdeka/Heri Juanda)
Sidang Ilyas Pase
Terdakwa kasus korupsi deposito, Ilyas A Hamid dan Syarifuddin, mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Selasa (8/5). (Pikiran Merdeka/Heri Juanda)

Banda Aceh—Mantan Wakil Bupati Aceh Utara Syarifuddin membantah menerima premium fee ketika mengurus pemindahan deposito Rp220 miliar dari bank di Lhokseumawe ke bank di Jakarta.

“Saya tidak pernah menerima premium fee seperti yang disebut-sebut selama sidang pengadilan,” kata Syarifuddin, saat menyampaikan nota pembelaan tertulis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Selasa (8/5).

Nota pembelaan tersebut disampaikan di hadapan majelis hakim diketuai Arsyad Sundusin, didampingi Abu Hanifah dan M Taswir (hakim anggota). Hadir sebagai jaksa penuntut umum Zainal Abidin. Terdakwa Syarifuddin hadir didampingi penasihat hukumnya, Syamsul Rizal.

Menurut Syarifuddin, pemindahan deposito milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Rp220 miliar tersebut atas perintah bupati yang saat itu dijabat Ilyas A Hamid. “Perintah atasan merupakan perintah negara. Saya selaku bawahan wajib menjalankan perintah tersebut. Namun, saat menjalankan perintah itu, saya tidak pernah menerima fee,” ungkap dia.

Saat membacakan nota pembelaannya, terdakwa Syarifuddin yang menjabat Wakil Bupati Aceh Utara periode 2007-2012, sempat ditegur ketua majelis hakim Arsyad Sundusin. “Anda bacakan saja poin pentingnya. Latar belakang kenapa Anda terlibat pembobolan deposito tersebut tidak perlu disampaikan karena sudah pernah disampaikan dalam sidang sebelumnya,” ujar Arsyad Sundusin.

Mendengar pernyataan majelis hakim tersebut, terdakwa Syarifuddin langsung menyampaikan pokok nota pembelaannya. Di kesempatan itu, ia memohon kepada majelis hakim membebaskan dirinya dari segala tuntutan hukum karena tidak terlibat dalam kasus tersebut. “Saya hanya menjalankan perintah atasan. Apalagi memperkaya diri seperti yang dituduhkan kepada saya. Karena itu, saya memohon majelis hakim membebaskan saya,” pinta Syarifuddin.

Syarifuddin menjadi terdakwa bobolnya deposito milik Pemerintah Kabupaten Aceh Utara bersama mantan Bupati Aceh Utara Ilyas A Hamid. Sebelum, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Syarifuddin 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar atau subsidair enam bulan penjara serta membayar uang pengganti Rp3,8 miliar dengan subsidair delapan tahun penjara.

Terdakwa Syarifuddin dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.[ant]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait