ANDA yang pernah mampir ke terminal bus Kota Bireuen tentu tidak asing lagi dengan minibus kuning yang saat berjejer mirip jejeran kotak korek api. Minibus itu kerap menunggu penumpang dengan teratur. Saat satu minibus sudah penuh, barulah ia jalan meninggalkan terminal sehingga disusul dengan minibus berikutnya.
Minibus itu dibangun dari rumah kendaraan atau rangka bus (karoseri). Dipermak sedemikian rupa sehingga jadilah angkutan umum. Minibus di Kota Juang ini dikenal dengan nama “Bireuen Express”.
Usaha karoseri Bireuen Express ini sudah sangat lama sehingga wajar lumayan dikenal oleh masyarakat Bireuen dan sekitarnya. Jika pergi ke Bireuen, rasanya mustahil orang tidak mengenal kendaraan BE atau Bireuen Express.
Sebagai usaha bisnis kendaraan umum, Bireuen Express mulai diciptakan pada tahun 1975. Karoseri ini digagas oleh H. Asyek H. Yusuf bersama temannya, Yusri Nandek (almarhum). Dua sahabat ini bukan hanya terkenal karena mendirikan karoseri BE, tapi juga dikenal sebagai tokoh pendiri Kabupaten Bireuen.
Sebelum lahirnya BE sebagai jasa angkutan umum pertama di Bireuen, masyarakat sempat menikmati sebuah bus “PO Jeumpa” bekas milik pengusaha era peninggalan Belanda.
“Jadi begitu, bus PO Jeumpa itulah angkutan umum pertama sekali di era 60-an yang ada di wilayah Bireuen. Bus itu berbentuk toyota jaman dulu yang mengangkut penumpang lintasan Bireuen, Lhokseumawe, Kuala Simpang, hingga Banda Aceh dan ke Takengon,” tutur Hj. Nilawati (61) di kawasan Kampung Baru, Kota Juang.
Nilawati adalah istri almarhum Yusri Nandek. Hanya dia yang tahu sejarah mula karoseri Bireuen Express ini, selain Ayek dan Yusri tentunya. Karena Yusri sudah almarhum, sedangkan Asyek saat dihubungi mengaku masih berobat di Medan, akhirnya Nilawati bersedia mengisahkan kembali riwayat karoseri BE yang fenomenal ini.
“PO Jeumpa itulah yang merupakan cikal bakal awal terbentuknya armada angkutan BE. Hanya saja, kini masa kegemilangan BE mulai tenggelam. Bahkan, mobilnya pun hanya tinggal beberapa unit lagi,” katanya.
Lebih lanjut, Nilawati menyebutkan, cikal bakal BE yang didirikan oleh dua tokoh Bireuen ini bermula dari mobil milik Asyek berupa Toyota Hiace keluaran jaman dulu. Kendaraan itu dipermak di kawasan Medan, Sumatera, tahun 1975, diinovasi menjadi bus angkutan umum.
“Tahun 1976, seorang pengusaha dari Matangglumpang Dua kembali menambah satu unit lagi jenis yang sama untuk jasa angkutan di Bireuen. Dia terinspirasi dan terobsesi pada BE itu. Mereka saat itu sama-sama bekerja di terminal. H Asyek kala itu pengurus loket bus Liberty, angkutan lintas Sumatera-Aceh,” ujar Nilawati.
Adapun Yusri Nandek, kala itu sempat ikut dan menjadi kondektur bus Aceh Tengah, lintasan Bireuen-Takengon. Selanjutnya, era tahun 1978, keduanya kembali membeli beberapa unit mobil coldiesel yang bak terbuka di Medan. Di sinilah awalnya lahir sebuah usaha karoseri di kawasan Cot Gapu Bireuen.
Nilawati mengaku selalu ada getir mengingat perjuangan Asyek dan Yusri dalam mendirikan karoseri BE. Kata Nila, kala itu, Bireuen begitu maju di segi ekonomi, tetapi alat transportasi hanya dapat dimanfaatkan dari Medan, itu pun jarang masuk. Itu sebab, dua sahabat tersebut memikirkan harus ada angkutan umum untuk Bireuen.
“Kalau tidak salah, pembuatan bodi mobil angkutan pertama di Bireuen itu adalah Karya Teknik, dibangun oleh H. Asyek dan Yusri Nandek. Beberapa tahun kemudian lahir sejumlah bengkel yang sama di Bireuen, di kawasan Paya Kareung, Cureh, dan Jeumpa,” papar Nilawati.
Pascatutup bengkel Karya Teknik, tambah Nilawati, lahir pula beberapa bengkel karoseri. Bengkel-bengkel itu didirikan oleh mereka mantan-mantan pekerja di Karya Teknik, seperti Munir, Askarimuddin (Din Cet), Abdullah Abbas, serta beberapa lainnya.
Masa gemilang karoseri BE ada di tahun 1978. Saat itu, perusahaan ini memiliki 60 unit lebih kendaraan dan sanggup menampung ratusan tenaga kerja. Banyaknya BE saat itu, karena sebagian pengusaha angkutan umum dari beberapa kabupaten lain ikut bergabung dengan koreseri BE yang sudah menjadi CV Bireuen Express.
“Kala itu, Bireuen Express melayani trayek Bireuen-Kuala Simpang, Bireuen-Banda Aceh, Bireuen-Kutacane. Bahkan, sempat membawa rombongan kusus ke Medan hingga Danau Toba. Bayangkan saja, kala itu ongkos dari Bireuen ke Lhokseumawe hanya Rp1500, Bireuen-Banda Aceh sekitar Rp5000,” kenang Nilawati.
Di saat gemilang perjalanan Bireuen Express, lahirlah sejumlah perusahaan angkutan umum lain seperti CV Salam dari Lhokseumawe, CV Cenderawasih, dan CV Faham. Semuanya menerbitkan angkutan umum serupa BE.
“Secara perlahan menjelang konflik Aceh tahun 1998, semua bus itu mulai sulit beroperasi, termasuk Bireuen Express sendiri,” katanya.
Lebih lanjut, Nilawati menuturkan, saat ini perusahaan BE hanya tersisa beberapa unit, di antaranya untuk trayek ke Aceh Tengah, Sigli, Bireuen, Lhokseumawe.
Tanggapan Pegawai Bireuen Express
Sebagai sebuah perusahaan karoseri yang sukses melambungkan nama di seantero Aceh, tentu saja Karya Teknik Bireuen Express memiliki banyak ‘alumnus’. Mereka ada yang sudah berhasil membangun usaha karoseri sendiri.
Abdullah Abbas, (48) warga Meunasah Blang, Kota Juang, Bireuen, misalnya. Ia kini memiliki bengkel karoseri Bireuen Expres di kawasan Cot Keupatang, Jeumpa. Kata Abbas, saat ini kondisi kejayaan Bireuen Express mulai redup seiring berkembangnya kendaraan pribadi.
Menurut mantan pekerja di perbengekalan Karya Teknik ini, dulu ia bekerja sambil sekolah. Katanya, rata-rata pembuatan bodi angkutan umum itu kebanyakan dari perusahaan Bireuen Express.
“Hingga sekarang, kebanyakan para pemilik angkutan Bireuen Express tetap menggunakan jasa kami, baik saat membuat badan bus maupun pengecatan, terutama dari Bireuen dan Takengon,” ujarnya.
Ia mengaku sangat bangga saat kejayaan perbengkelan karoseri di Bireuen hingga membuat kabupaten ini terkenal cepat ke seluruh Aceh bahkan sampai Sumatera Utara, terutama untuk hal usaha pembuatan badan mobil.
“Sayangnya, usaha karoseri di Bireuen mulai lesu sejak beberapa tahun terakhir akibat dipengaruhi berbagai persoalan, termasuk sektor ekonomi masyarakat,” ucapnya lemah.
Menurut Abbas, kondisi ini terjadi juga karena semakin berkurangnya jumlah pengusaha bus berbadan sedang menyusul berkurangnya penumpang yang menggunakan jasa transportasi umum seiring mudahnya memiliki kendaraan pribadi.[]
Belum ada komentar