Karena Penyakit Aneh, Keluarga Miskin Ini Terpaksa Mengasingkan Diri

Karena Penyakit Aneh, Keluarga Miskin Ini Terpaksa Mengasingkan Diri
Karena Penyakit Aneh, Keluarga Miskin Ini Terpaksa Mengasingkan Diri

PM, Aceh Singkil – Liongsy Berutu (39) warga Desa Lae Gecih, kecamatan Simpang Kanan, kabupaten Aceh Singkil, bersama keluarganya terpaksa mengasingkan diri ke kawasan perkebunan yang jauh dari perkampungan warga.

Ia terpaksa mengasingkan diri ke kebun karena mengidap penyakit yang aneh di bagian kakinya. Hingga saat ini, petugas medis belum mengetahui jenis penyakit yang dialami oleh ayah dua anak ini.

Di perasingan, Liongsy bersama istrinya Marintan Sihombing (35) dan dua anaknya tinggal di sebuah gubuk berukuran 3×4. Gubuk itu dibangun di atas tanah milik salah satu warga di desa tersbut. Ia dan keluarganya telah mengasingkan diri sejak tahun 2014 silam.

Penyakit aneh yang dialami Liongsy muncul setelah terkena reruntuhan kayu pada tahun 2008 lalu, saat bekerja. Ia pun mengobati dengan obat tradisional. Namun, 3 bulan kemudian penyakitnya kian parah dan terpaksa diamputasi guna mencegah lebih parah lagi.

Setelah diamputasi, sakit yang semula hanya di jari kanan malah menjalar ke kaki kiri sehingga Liongsy tidak dapat berjalan lagi. “Awalnya hanya sakit di kaki kanan setelah di amputasi jari jarinya, malah sakitnya kian parah hingga ke kaki kiri,” kisahnya, kepada pikiranmerdeka.co, Selasa (27/2), saat menyambangi kediamannya.

Kata dia, tenaga medis memang pernah datang menyambangi kediamannya untuk mengobati penyakit yang dialaminya. Mereka memeriksa dan mengira penyakit Ia mengalami kusta. Tapi ternyata bukan kusta, hingga sekarang penyakit yang saya alami belum diberi tahu penyakit apa,” ucapnya.

“Terkadang kalau datang masa kumat, saya tidak tak sanggup menahan hingga menjerit-jerit,” tambahnya.

Soal penyakit suaminya kata Marintan, mereka sudah pasrah karena keterbatasan ekonomi. “Jangankan untuk berobatkan, untuk kebutuhan sehari hari saja kami serba kekurangan. Bagaimana mungkin bisa mengobatinya,” tambah Marintan.

Untuk kebutuhan sehari-hari, kata Marintan, Ia membantu membersihkan kebun pemilik tanah yang mereka tumpangi dengan penghasilan 50 ribu perhari. Dalam seminggu, Marintan Sihombing hanya bekerja 3 hari saja.

Sementara Liongsy mengaku tak tega melihat istrinya bekerja. Untuk mengurangi beban sang istri, dirinya menyempatkan membantu pekerjaan rumah seperti menyapu, membersihkan perkarangan rumah, dan membelah kayu.

“Meski keterbatasan tenaga dan keterbatasan fisik, kami haruskan bekerja keras demi pendidikan anak. Bila perlu hingga ke sekolah tinggi,” ujarnya.

Saat ini, kedua anaknya duduk di bangku sekolah, Nina Arke Berutu (12) kelas 6 SD dan Petrus Agrobus (8) kelas 2. “Beruntung kedua anak berbakti kepada orang tuanya dan tidak banyak menuntut banyak seperti anak anak pada umumnya. Meski tidak memiliki jajan setiap sekolah mereka tetap dan tidak pernah mengeluh ke sekolah,” pungkasnya.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait