PM, Banda Aceh – Sikap fraksi partai-partai berbasis Islam di DPRA dinilai telah mengecewakan publik dengan menerima pertanggungjawaban Gubernur Aceh. Fraksi-fraksi yang dimaksud adalah Fraksi PAN, Fraksi PKS, dan Fraksi PKB/PDA.
“Sungguh sangat disayangkan, anggota DPRA dari fraksi partai berbasis Islam tersebut malah memilih menerima pertanggungjawaban Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2020. Hal ini malah membuat publik menilai apa yang disuarakan selama ini hambar dan tak lebih dari sandiwara belaka. Sungguh sangat mengecewakan,” ungkap koordinator Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) Wilayah Aceh, Muhammad Hasbar Kuba, Sabtu, 21 Agustus 2021.
Hasbar menilai sikap anggota DPRA dari fraksi-fraksi ini sungguh melukai hati masyarakat Aceh lantaran menerima Raqan APBA 2020. Menurutnya sikap tersebut patut mendapat pertanyaan besar dari publik, terlebih tersiar kabar adanya penekanan serius dari partai masing-masing fraksi sehingga membuat anggota mereka tidak berani berbicara secara objektif di persidangan.
“Kenapa anggota DPRA dari Partai tersebut tak seberani dua anggota DPRA dari PDA yang berani dengan lantang menolak dengan objektif pertanggungjawaban gubernur di kala fraksinya menerima. Ini juga akan jadi perbandingan di mata rakyat Aceh,” kata Hasbar.
Hasbar menyebutkan pendapat akhir fraksi dua partai Islam yang menerima pertanggungjawaban APBA 2020 merupakan preseden buruk dan akan menjadi catatan hitam di hati rakyat Aceh. “Mari kita berdo’a agar wakil rakyat dan partai politik tak berkhianat terhadap harapan rakyat dan dengan mudah dibeli dengan harga murah. Jika ini terjadi, maka akan jadi catatan miris rakyat Aceh ke depannya. Apalagi yang sering terjadi adalah lemahnya pengawasan DPRA sebagai wakil rakyat kerap terjadi karena insiden yang diakibatkan oleh tidak istiqomahnya anggota DPRA dari fraksi tertentu,” tambah Hasbar.
Dia pun menduga kelanjutan Hak Angket akan semakin jauh panggang dari api usai diketahuinya pendapat akhir fraksi-fraksi di DPRA. Dugaan itu bukan tanpa alasan karena dua fraksi partai yang dulunya inisiator interpelasi dan hak angket sudah lebih memilih menjadi pembela gubernur.
“Maka kelanjutan hak angket bisa jadi akan sangat sulit terwujud, karena quota yang dulunya kurang 5 orang untuk kelanjutan angket, kini sudah berkurang lebih banyak. Intinya rakyat akan kembali di-prank oleh sikap tak amanah dan istiqamah para wakilnya,” tutup Hasbar.[]
Belum ada komentar