Andai ikut menerima aliran dana BPKS, Irwandi Yusuf pastikan dirinya sebagai orang pertama ditangkap KPK.
Mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu 11 Mei 2016. Dia diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas dakwaan mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ruslan Abdul Gani dalam kasus korupsi dermaga Sabang.
Kepada Pikiran Merdeka, Irwandi mengaku menerima surat pemanggilan seminggu sebelumnya. Surat itu tak diterimanya langsung, karena saat itu dirinya sedang tidak di rumah. Namun, ia senang dengan pemanggilan tersebut. Begitu pula dengan hasil pemeriksaan KPK yang seolah memberi jawaban kepada publik bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus dermaga Sabang.
Saat memenuhi panggilan pemeriksaan, Irwandi ditemani mantan Walikota Sabang Munawar Liza dan Sayuti Abubakar SH MH. Keduanya diketahui orang dekat Irwandi. Namun, Irwandi menagku berangkat seorang diri dari Banda Aceh. “Saya berangkat dari Aceh sendiri, tidak ada yang temani. Lalu saat ke KPK ditemani oleh Munawar Liza dan Sayuti. Tapi mereka tidak masuk, hanya menunggu di luar,” ujar Irwandi, setiba di Banda Aceh, Kamis pekan lalu.
Dalam pemeriksaan itu, kata Irwandi, dirinya dicecar 18 pertanyaan selama 2,5 jam oleh penyidik KPK. Irwandi diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Kawasan Sabang (DKS).
Penyidik yang memeriksa Irwandi, antara lain seorang polisi yang pernah bertugas di Aceh pada 1999. “Mereka tanya apakah saya kenal Ruslan, jawabnya kenal. Kalau tidak, tak mungkin saya angkat dia sebagai Kepala BPKS. Dia tanya kenal Let Bugeh (Zainuddin Hamid), saya jawab kenal karena dia tokoh masyarakat di Aceh, bahkan sebelum saya jadi gubernur pun sudah kenal dengan dia. Lalu ditanya apa kenal Heru Sulaksono, jawab saya, tidak,” ungkap Irwandi.
Kepada penyidik, Irwandi mengaku baru tahu Heru saat mantan Kepala PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh itu sudah terjerat kasus korupsi. Meski begitu, Irwandi mengaku pernah bertemu Heru, namun kala itu ia tak tahu jika Heru adalah bos dari perusahaan yang membangun dermaga Sabang tersebut.
“Saya memang pernah berjumpa dia dulu. Namun tak tahu dia orang Nindya Karya, saya pikir dia orang BPKS,” ujarnya lagi.
Menurut Irwandi, semua pengakuan dirinya kepada penyidik sangat jelas dan tak ada yang kurang. “Semuanya jelas dan langsung di-BAP-kan,” katanya.
Bekas juru runding GAM di AMM ini juga menceritakan kembali perihal pertemuan pada 2010 antara dirinya dengan direksi BPKS dan PT Nindya Karya di salah satu hotel di Jakarta. Pertemuan itu dilakukan atas permintaan dan desakan direksi yang diatur oleh Kepala Perwakilan Pemerintah Aceh di Jakarta kala itu.
Sebelumnya, kata Irwandi, pihak BPKS sudah berulangkali minta bertemu dengannya di Banda Aceh, namun ia tolak. “Antara Saiful Ahmad dan Nasrudin Daud ada perbedaan pemahaman dalam menjalankan pekerjaan di BPKS,” sebutnya. “Makanya saya menghadiri pertemuan di Jakarta.”
Saiful pernah menjabat Ketua BPKS, sedangkan Nasrudin adalah wakil ketua. Namun, selepas Saiful mengundurkan diri, Irwandi melantik Nasrudin menjadi Plt Kepala BPKS Sabang. “Tapi saya lupa, pada pertemuan tersebut apakan Saiful masih menjabat sebgai kepala BPKS atau sudah mengundurkan diri,” aku Irwandi.
Dalam pertemuan itu, menurut penjelasan Saiful Ahmad, pekerjaan tambahan senilai Rp196 miliar bisa dilakukan Penunjukan Langsung (PL) oleh BPKS. Namun Nasrudin menyatakan sebaliknya. “Jadi, kedua pihak minta bertemu saya dan masing-masing membawa tim sendiri,” tegas Irwandi.
Irwandi menjelaskan, masing-masing pihak menyampaikan argumen, namun tak dicapai kesepahaman. Menurut Saiful, paket pekerjaan tambahan itu merupakan suatu kesatuan dengan pekerjaan sebelumnya yang dikerjakan PT Nindya Karya. Sementara Nasrudin memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, pekerjaan itu bukan suatu kesatuan dan harus dipisahkan. Artinya, pekerjaan itu harus ditenderkan.
Belum ada komentar