Kadisdik Pidie Murthalamuddin SPd MSP menjadi tersangka pencemaran nama baik. Ia tersandung ujaran tidak menyenangkan terhadap seorang guru.
Orang bijak mengatakan, “mulutmu, harimaumu.” Pribahasa ini sepertinya layak disandangkan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie, Murthalamuddin SPd MSP. Gara-gara mengeluar pernyataan di media yang dinilai melecehkan guru SMPN 2 Geumpang, bernama Ummiyati, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kepolisian Resort (Polres) Pidie.
Penentapan status tersangka terhadap mantan Kepala Biro Humas Aceh ini berlangsung pada Jumat (17/11) lalu, setelah tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadapnya selama empat jam. Sebelumnya, tim penyidik juga telah memeriksa beberapa saksi terkait persoalan yang menjerat Kadisdik Pidie itu. Di antaranya Kepala SMPN 2 Geumpang Syarifuddin SPd, bendahara sekolah tersebut Syarwandi SPDI, dan ahli bahasa dari Lembaga Bahasa di Banda Aceh, dan beberapa saksi lainnya.
Kapolres Pidie AKBP Andy Nugraha Setiawan Siregar SIK melalui Kasat Reskrim AKP Mahliadi ST MM menyebutkan, Murthalamuddin ditetapkan sebagai tersangka dan dibidik dengan pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pencemaran nama baik, dengan ancaman hukuman penjara 1,2 tahun.
Meski telah jadi tersangka, namun pihak kepolisian tidak menahan Murthalamuddin. Hal itu sesuai dengan amanah pasal tersebut. “Kita tidak menahan tersangka karena ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara. Dan, tersangka juga kooperatif,” kata Kasat Reskrim seperti dilansir Serambi Indonesia.
Dikatakannya, kasus tersebut dalam waktu dekat akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie. Menurut dia, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie sejak Selasa (28/11). “Yang jelas, kita sudah serahkan SPDP-nya ke jaksa dan itu tergantung jaksa,” jelasnya.
Kasi Pidum Kejari Pidie, Yudha PratamaSH kepada wartawan mengakui pihaknya sudah menerima SPDP dari Polres Pidie. Namun, sambung dia, jaksa terlebih dulu perlu mempelajari kasus tersebut. Jika nantinya memenuhi unsur, maka kasus tersebut akan dilanjutkan ke pengadilan.
“Jika belum memenuhi unsur, tentunya akan dikembalikan ke polisi untuk diperbaiki berkasnya. Menurut saya pribadi, kasus ini agak lemah. Tapi kita tetap akan mempelajari terlebih dahulu,” ungkap Yudha.
Syahrul Riza SH, kuasa hukum Ummiyati dari Kantor Advokat Mohammad Isa Yahya SH, mengatakan, kasus yang menjerat Kepala Dinas Pendidikan ini bermula dari masalah pribadi antara Ummiyati dengan salah satu kerabatnya bernama M Husien Ali, terkait masalah hutang piutang.
“Persoalan ini pertama sekali dari masalah pribadi klien kami dengan kerabatnya. Jadi bukan masalah kedinasan,” ujar Syahrul kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (2/12) pekan lalu.
Syahrul memaparkan, M Husein diketahui pernah mendatangi sekolah tempat Ummiyati bertugas guna menangih hutang. “Namun, oleh kepala sekolah tempat klien kami mengajar memintanya agar masalah tersebut diselesaikan di luar sekolah dan tidak mengaitkan dengan sekolah,” katanya.
Belakangan, sambung Syahrul, M Husien mendatangi Dinas Pendidikan Pidie dan melaporkan perihal itu kepada Kadisdik. “Ia meminta Kadisdik agar dikeluarkan kebijakan penahanan gaji terhadap Ummiyati,” paparnya.
Kemudian, kata Syahrul, Kepala Dinas Pendidikan Pidie Murthalamuddin menyurati Kepala Sekolah SMPN 2 Geumpang untuk menahan pembayaran gaji atas nama Ummiyati SPd. Surat tertanggal 14 Juni 2017 dengan nomor 800/1724/2017 itu ditandatangani oleh Murthalamuddin selaku kepala dinas. “Padahal, laporan yang disampaikan M Husein menyangkut masalah pribadi yang tak perlu dikaitkan dengan persolan dinas,” ujarnya.
Menurut Syahrul, yang membuat kliennya keberatan dan merasa nama baiknya dicemarkan terkait dengan statemen yang dikeluarkan oleh Murthalamuddin di media Serambi Indonesia edisi 22 Juni 2017. Dalam peryataannya, jelas dia, Murthala mengatakan jika Ummiyati layak dipecat karena tak masuk dinas dan tak pantas mengambil gaji serta tunjangan sertifikasi.
“Apa yang dilakukan Kadisdik Pidie terhadap klien kami merupakan kebijakan sepihak dan jelas telah melanggar hak-hak guru. Kadis tidak berhak memecat guru, dan pemecatan pun harus dilakukan dengan berbagai tahapan seperti memberikan surat peringatan dan pembinaan,” ujarnya.
Atas penahanan gaji dan pernyataan tersebutlah, lanjut Syahrul, kemudian kliennya membuat laopran ke Mapolres Pidie. Laporan tersebut tercatat dengan nomor SKTBL/87/2017/VII/2017/SPKT Polres Pidie.
UPAYA DAMAI
Sebenarnya, sambung Syahrul, masalah tersebut sempat diupayakan diselesaikan secara kekeluargaan oleh kepala sekolah. Namun, hingga Kadisdik Pidie ditetapkan sebagai tersangka tidak ada titik temu atau kesepakatan.
“Kami selaku kuasa hukum melalui Kepala Sekolah SMPN 2 pada tanggal 12 Oktober juga datang ke dinas dengan tujuan untuk meyelesaikan secara kekeluargaan. Namun, Kadisdik meolaknya,” tambahnya.
Bahkan, kata dia, Sekretaris Daerah (Sekda) Pidie pada 6 November juga memanggil Ummiyati ke ruang kerjanya melalui surat panggilan I dengan nomor 800/4362/2017. Dalam pertemuan tersebut, sambung dia, Sekda Pidie Amiruddin SE MSi meminta agar kliennya mencabut gugatan perkara.
“Kami selaku kuasa hukum ikut mendampingi klien saat bertemu Sekda guna dimintai keterangan terkait dengan dugaan pelanggaran disiplin dan tidak mentaati jam kerja. Namun, oleh Sekda menolak kuasa hukum karena menurut Sekda itu masalah dinas dan tidak ada kaitan dengan hukum. Tapi anehnya, Sekda meminta klien kami untuk mencabut perkara,” bebernya.
Syahrul menambahkan, pernyataan yang disampaikan Kadis Pendidilan Pidie bahwa Ummiyati sering tidak masuk dinas sama sekali tidak tepat. Menurutnya, kliennya saat itu sedang melanjutkan pendidikan S2 di Unsyiah Banda Aceh, sehingga kerap mewakilkan tugasnya kepada tenaga pengajar lain.
“Saat Ummiyati diminta menghadap Kadisdik beberapa waktu lalu, dia juga saat itu sedang menjalani seminar hasil penelitian yang tak mungkin dielakkan. Hal ini mungkin yang membuat Kadisdik marah,” ungkap Syahrul.
Padahal, kata dia, untuk menempuh pendidikan tersebut kliennya telah mendapat izin belajar dari Bupati Pidie. “Klien kami sudah mendapat izin dari bupati untuk menempuh pendidikan sebagai upaya untuk memberi kemajuan terhadap guru di Pidie,” ungkapnya.
Kadisdik Pidie Murthalamuddin saat dikonfirmasi oleh Pikiran Merdeka beberapa hari lalu enggan berkomentar. Beberapa kali wartawan Pikiran Merdeka menghubungi via selularnya, tetap saja tidak pernah diangkatnya. Namun, sebelumnya Murthalamuddin kepada awak media pernah mengeluarkan pernyataannya, bahwa pemberhentian gaji dan tunjang sertifikasi terhadap Ummiyati SPd telah sesuai aturan karena tak masuk dinas.
Ummiyati, menurut Murthala, telah berkali-kali diminta untuk menghadap dirinya tetapi tidak pernah datang. Sehingga, dirinya selaku kepala dinas merasa tidak dihargai dan terpaksa memanggil kepala sekolah untuk memberi peringatan kepada Ummiyati.
Menurut Murthalamuddin, Ummiyati sudah selayaknya dipecat dari PNS karena tidak masuk dinas dan tak pantas menerima gaji atau tunjangan. Terkait kebijakan menahan gaji dan tunjangan guru tersebut, Kadisdik Pidie itu berdalih hanya menjalankan aturan.[]
Belum ada komentar