Jejak Suap Mantan Bupati Bener Meriah

Jejak Suap Mantan Bupati Bener Meriah
Mantan Bupati Bener Meriah, Aceh, Rusli M Saleh. Foto: Istimewa

Wakil bupati dan polisi Bener Meriah diduga terlibat penyuapan kasus dugaan korupsi pembangunan rumah tak layak huni. Tersangka kasus tersebut kini mengadu ke Kejaksaan Agung karena merasa dikriminalisasi.

Hawa sejuk di kawasan Ulee Kareng, Banda Aceh, tak mampu meredam gundah Juanda, Senin dua pekan lalu. Duduk di teras rumah, dengan raut agak kusut ia berulang kali membolak-balikkan lembar demi lembar sebuah berkas. “Ini permohonan yang akan saya layangkan ke Kejaksaan Agung, meminta perlindungan hukum,” ujar Juanda sembari memperlihatkan bundelan setebal lebih dari 70 lembar kepada Pikiran Merdeka.

Testimoni untuk Kejaksaan Agung itu terkait status yang kini disandang Juanda. Mantan Kepala Dinas Sosial Bener Meriah ini menjadi tersangka dugaan penyalahgunaan dana rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) atau swakelola tahun anggaran 2013 pada Dinas Sosial kabupaten tersebut. Dana swakelola yang bersumber dari otonomi khusus ini berjumlah Rp1,9 miliar. Dana dialokasikan untuk merehabilitasi 100 rumah korban gempa dan longsor. Polisi menjerat Juanda dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Kasus tersebut telah dilimpahkan polisi ke Kejaksaan Negeri Bener Meriah. Juanda sendiri penahanannya ditangguhkan karena kondisi kesehatan yang mendera.

Meski proyek berjalan pada 2013, polisi baru menetapkan Juanda sebagai tersangka pada 2015. Sebelum penetapan tersangka, pada 25 Februari 2015, Kepala Polres Bener Meriah saat itu AKBP Wawan Setiawan mengatakan polisi telah memeriksa kasus dan menemukan dua alat bukti. Pertama, kata Wawan, rehabilitasi rumah tak dikerjakan secara swakelola oleh Komite RTLH. Kedua, ada 41 rumah yang dikerjakan pihak ketiga, adik kandung Juanda. Kata polisi lagi, harga per rumah Rp19 juta tapi komite dan penerima manfaat tak mengetahuinya.

Sebelum Juanda ditetapkan tersangka, ada banyak sengkarut menerpa proyek swakelola tersebut. Misalnya, pada Agustus 2013, ada pembongkaran rumah Basit Bahtera, konsultan RTLH, dengan dalih rehabilitasi. “Hal itu dilakukan tanpa seizin komite karena waktu itu belum ada perintah dari provinsi untuk mengerjakan rehabilitasi rumah. Walaupun SK dari Gubernur Aceh sudah kami terima, cuma saat itu pun anggaran belum cair,” tuturnya.

Lalu, muncul kabar ke telinga Juanda bahwa Basit mencatut nama Dinas Sosial Bener Meriah untuk meminjam modal sementara dari donatur bernama Munawar. Kepada donatur, kata Juanda, Basit menjanjikan untung dari modal tersebut. Hal ini didengar Juanda langsung dari Munawar.

Setelah dilaporkan ke Polres Bener Meriah, polisi menyarankan masalah itu diselesaikan dengan jalan musyawarah. Tujuannya, agar tidak menimbulkan konflik sosial terhadap masyarakat penerima manfaat RTLH. Pasalnya, saat itu sejumlah warga dari berbagai desa mulai mendatangi kantor Dinas Sosial Bener Meriah menuntut rehabilitasi rumah segera diselesaikan.

Didesak dari kiri kanan termasuk polisi, Juanda mengalah. Akhirnya disepakati Komite RTLH akan mengganti biaya bahan yang masih bisa dipakai. Penggantian akan dilakukan untuk bahan yang belum maupun yang sudah terpasang di rumah warga sesuai harga standar pasar.

Walaupun menyepakatinya, Juanda mengeluh karena ulah segelintir orang tersebut telah mengganggu program pekerjaan pemerintah. “Kami (Komite Pelaksana) tetap dalam posisi sulit, yakni mengakui pembongkaran rumah masyarakat sebagai bagian dari pekerjaan kami. Ditambah lagi, komite diharuskan mengganti biaya sebagian hasil pekerjaan mereka,” ujarnya.

Selepas itu, persoalan baru datang lagi menghampiri Juanda. Ia dilaporkan Julkarnain, rekan Basit Bahtera ke Polres Bener Meriah. Dalam laporannya, Julkarnain menyebut pernah dijanjikan Juanda bakal diberikan uang Rp15 juta untuk pelunasan utang kepada pemodal rehabilitasi rumah, Munawar. “Kaget saya. Seingat saya, janji kepada Julkarnain adalah membantu penyelesaian kasus pekerjaannya. Itu pun apabila komite setuju. Nyatanya, komite tidak memberi respon apapun,”ungkap Juanda. Belakangan ia tahu ternyata Julkarnain belum melunasi utang modal pembongkaran rumah masyarakat yang dikerjakan tempo hari.

Laporan tersebut akhirnya dikembangkan oleh kepolisian. Lalu mulailah satu persatu anggota Komite RTLH dipanggil menghadap ke Reksrim Polres Bener Meriah untuk dimintakan keterangan.

Sejak pemanggilan itu, Juanda mulai mengendus aroma berbau suap. Suatu kali, ia bertemu Munawar dan Julkarnain di depan sebuah kafe kawasan Pondok Baru. Juanda sempat bercerita mereka menyetor uang belasan juta rupiah ke beberapa anggota Reskrim. Perkataan Juanda ini juga dimasukkan ke dalam testimoni. “Mereka bilang, setoran itu agar kasus mereka cepat selesai,” ujarnya.

Setelah perbincangan itu, akhir 2013 Juanda diberikan uang senilai Rp41 juta oleh Komite RLTH, untuk disetor ke beberapa pihak lewat dirinya. Uang itu diduga sebagai success fee dari proyek tersebut. Menurut Juanda, sebelumnya ada pembicaraan di dalam komite tentang beberapa oknum yang gencar menanyakan “jatah” mereka. Jengah ditanyakan terus, Juanda mengatakan akan memberikan uang itu setelah pekerjaan selesai. “Uang itu saya terima setelah anggota komite pelaksana melaporkan bahwa pekerjaan RTLH telah selesai, tinggal sedikit lagi tahap finishing,” ujar Juanda.

Ia menerima uang itu sesusai mengikuti sidang di DPRK Bener Meriah. Ada tiga pejabat Komite RTLH menemuinya tepat di halaman Masjid Nabawi. Pejabat komite menitip tumpukan uang tersebut kepada Juanda di dalam mobilnya. “Saya tidak tahu persis berapa karena tidak hitung, namun kata komite jumlahnya 41 juta (rupiah),” papar Juanda.

Bersama tumpukan uang itu, Juanda bersama sopirnya bergegas memacu mobil menuju kediaman Wakil Bupati Bener Meriah Rusli M Saleh. Di rumah dinas tersebut, Rusli menyambut mereka di ruangan tengah, tepat di meja makan. “Saya langsung menunjukkan dan meletakkan uang yang diberikan komite itu di atas meja,” ujar Juanda. Rusli balik bertanya ke mana saja uang itu akan diberikan. “Ya saya tidak tahu, yang jelas ke Kasat Reskrim, Kasat Intel, dan Kapolsek Bukit, , karena mereka yang terus minta uang dengan berbagai alasan,” jawab Juanda.

Selain itu, Juanda juga sempat mengeluhkan mobil operasional rescue yang sering rusak, sehingga pendistribusian bantuan logistik ke warga terganggu. “Tangani terus semua, jangan ada masalah, barang juga sudah bertumpuk di gudang,”ujar Rusli seperti ditirukan Juanda.

Lalu, dari tumpukan uang di atas meja, Rusli mengambil Rp15 juta. Sang wakil bupati merincikan, Rp10 juta akan dibagikan kepada anggota Polres Bener Meriah. Sisanya untuk Rusli.“Katanya untuk beli beras penjaga kebunnya di Kecamatan Pintu Rime Gayo,” ungkap Juanda.

Sesuai titah Rusli, Juanda menyuruh sopirnya membawa uang itu ke Polres Bener Meriah. “Setelah kembali, sopir saya bilang sudah serahkan ke anggota Polres, Agusriadi, sampai ke pintu ruang Kasat Reskrim, dan dia sudah berikan uangnya,” ujarnya.

Di hari yang lain, sebagian uang juga disetorkan kepada Kepala Polsek Bukit, Mawardi. “Waktu saya masuk ke ruangan kerja wakil bupati, juga hadir Kapolsek Bukit di situ. Wabup langsung minta saya mengurus uang untuk Kapolsek Bukit,” ujar Juanda.

Jika dirincikan, uang yang diberikan Juanda kepada para oknum jumlahnya berbeda-beda. Seperti tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi, Juanda menyebut memberikan Rp15 juta untuk Kasat Reskrim bernama Mahliadi, Rp2 juta untuk Kasat Intel bernama Rudi, Kapolsek Bukit sebesar Rp1 juta dan Wakil Bupati Rusli M Saleh Rp15 juta.

Setelah pembagian uang itu, ada juga upaya pungli oleh oknum polisi melalui staf Juanda. Ceritanya, sepekan sebelum Idul Adha 2014, seorang staf dinas sosial diminta mendampingi personel Polres Bener Meriah. Alasan polisi, ada pemantauan lapangan terhadap proyek rumah tersebut. Namun di lapangan, oknum polisi tersebut justru meminta staf Juanda menyediakan uang Rp200 juta. “Supaya pekerjaan RTLH tidak dikasuskan,” ujar Juanda. Namun, uang itu tidak diberikan.

Sampai di situ, masalah Juanda belum juga selesai. Suatu hari saat mengikuti sosialisasi pendataan harta kekayaan aparatur sipil negara di Banda Aceh, ia mendadak dihubungi bawahannya, Mahfuda, Penjabat Kepala Bagian Operasional Tata Laksana. “Mahfuda mengabarkan, ada surat panggilan dari Polres Bener Meriah kepada saya,” ucap Juanda. Merasa ada yang tidak beres, ia kemudian langsung menelepon wakil bupati. “Rusli berpesan, sebelum menghadap ke Polres Bener Meriah, saya harus menjumpainya terlebih dahulu,” terangnya.

Setiba di Bener Meriah, Juanda menghadap Rusli yang saat itu sudah menjabat sebagai Pelaksana Tugas Bupati Bener Meriah. Duduk sebangku di dalam pendopo, Juanda ingat betul apa yang dikatakan Rusli ketika itu. “Kesalahan kamu yang paling besar sehingga persoalanmu tidak selesai, karena kamu tidak melibatkan Ahmadi (dalam kasus tersebut),” ujar Juanda meniru kalimat Rusli.

Juanda menanggapi ucapan Rusli. Ia mengatakan kalau Ahmadi terlibat dalam proyek tersebut atas perintah dan arahan Rusli. Menurut Juanda, Rusli kelihatan bingung. “Gimana lagi itu, kita serahkan semuanya kepada kasat reskrim lagi sampai di mana kita bisa dimaafkan,” ujar Rusli. Beberapa saat kemudian ia menghadap ke Polres Bener Meriah, dan Juanda pun langsung ditahan.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, pada Senin, 23 Februari 2015, personil Polres Bener Meriah bernama Agusriadi menelepon Juanda. “Katanya saya ada kasus, masalah rehabilitasi rumah. Di situ saya bingung, karena rehabilitasi RTLH sepengetahuan saya sudah selesai semuanya, lengkap dengan bukti tanda terima dengan masyarakat penerima bantuan,” ujar Juanda.

Setelah telepon dari Agusriadi, banyak telepon gelap menyasar Juanda meminta uang agar perkara tidak dilanjutkan. “Minta disiapkan uang cepek limpul (150),” ungkapnya. Nominal yang diminta para penelepon gelap tersebut berjumlah jutaan rupiah.

Juanda bergeming. Ia enggan mengabulkan permintaan tersebut. Ia baru terkejut lagi ketika lewat media polisi menyatakannya sebagai tersangka kasus rehabilitasi rumah tak layak huni. Sejak itu pula Juanda dipanggil polisi untuk diselidiki.

Di kantor polisi, Juanda dalam klarifikasinya seperti tertuang dalam BAP mengatakan penyelewengan pembangunan 41 rumah yang disangkakan kepadanya turut melibatkan Wakil Bupati Bener Meriah, Rusli M Saleh. Rusli pernah memerintahkan Juanda menyerahkan proyek pengerjaan rumah tersebut kepada Ahmadi, rekan Rusli di Partai Golkar. Saat itu, Rusli M Saleh menjabat Ketua Golkar Bener Meriah dan Ahmadi sekretarisnya. “Wabup memerintahkan saya untuk disampaikan kepada Komite Pelaksana, agar proyek pengerjaan rumah diserahkan kepadanya (Ahmadi). Selanjutnya Ahmadi minta bantuan kepada adik saya, Munawardi, untuk melanjutkannya bekerjasama dengan komite,” ujar Juanda.

Soal penyerahan proyek itu, Juanda tahu. “Tapi itu tidak ada urusan dengan saya. Semua pekerjaan langsung dengan komite atas perintah wakil bupati,” ujarnya. Adapun kawasan pembangunan rumah yang dimaksud tersebar di beberapa kecamatan seperti Bandar Permata, Bener Kelipah, dan Syiah Utama. “41 rumah itu dikerjakan pihak Ahmadi,” terangnya lagi.

Juanda menilai status tersangka untuk dirinya tak setimpal dengan pungutan liar yang dilakukan oknum aparat negara. Pengakuan tersebut pun ia sebutkan dengan gamblang di lembaran BAP. Juanda menyesalkan tidak adanya tindakan hukum apapun terhadap pihak-pihak yang ia sebutkan dalam BAP itu. “Tapi yang bersangkutan juga tidak dipanggil dan diproses,” ujar Juanda.

Merasa dijebak, ia pun mengadu ke Kejaksaan Agung. “Adanya tekanan dan ancaman yang bertubi-tubi kepada saya dari segala arah, maka saya berniat memohon perlindungan hukum ke Kejaksaan Agung, dengan harapan semoga kasus ini bisa diungkap sampai ke akar-akarnya, karena terlalu banyak oknum yang bermain disini,” pungkasnya.

Kepala Polres Bener Meriah AKBP Deden Somantri mengatakan kasus tersebut merupakan persoalan lama. “Sudah dua kapolres yang lalu. Soal isi BAP, saya tidak tahu. Saya cuma melengkapkan berkas untuk P-21 ke kejaksaan. Saya tidak berhak mengomentari karena kasus ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bener Meriah,” ujar Deden saat dihubungi Sabtu malam pekan lalu.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait