Jejak Kemenangan Amin-Zainal

Aminullah Usman Walikota Banda Aceh
Aminullah Usman Walikota Banda Aceh

Pasangan Aminulah Usman-Zainal Arifin menang telak atas pasangan Illiza Sa’aduddin Djamal-Farid Nyak Umar di Pilkada Banda Aceh 2017.  

Tidak terlalu mengejutkan memang, Aminullah Usman-Zainal Arifin unggul telak di Pilkada Kota Banda Aceh 2017. Amin-Zainal berhasil mengalahkan kandidat petahana, Illiza Sa’aduddin Djamal yang menggandeng Farid Nyak Umar sebagai wakilnya.

Berdasarkan hasil hitung (real count) sementara form C1 Kota Banda Aceh yang dipublikasikan di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Sabtu (18 Februari 2017) pukul 21.20 WIB, data yang masuk sudah mencapai 82,17 persen atau 341 dari 415 TPS.

Dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Banda Aceh sebanyak 151.000 pemilih, Amin-Zainal mendapatkan 52.509 suara atau 67,10 persen. Sementara Illiza-Farid yang didukung Partai Demokrat, PA, PKS, PPP, PKPI, PDA tertinggal jauh dengan hanya memperoleh 25.742 atau 32,90 persen suara.

Amin-Zainal yang didukung partai koalisi Nasdem, Golkar, PAN, dan Gerindra juga unggul dalam perolehan suara di seluruh kecamatan yang ada di Banda Aceh. Dari sembilan kecamatan tersebut, perolehan tertinggi sementara yang diraih Amin-Zainal didapatkan di Kecamatan Baiturrahman sebesar 72,1 persen.

Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Banda Aceh Munawar Syah membenarkan perihal keunggulan suara pasangan Amin-Zainal yang sudah sangat jauh melampaui pasangan nomor urut 1, Illiza-Farid.

“Ya, kalau dilihat dari tren suaranya, kemenangan Paslon nomor urut 2 ini tak terbendung. Jauh sekali meninggalkan nomor urut 1. Selisihnya antara 70 dan 30 persen,” ujar Munawar di Kantor KIP Banda Aceh, Kamis pekan lalu.

Selain itu, tambahnya, hingga saat itu belum ada laporan terkait pelanggaran Pilkada, baik oleh Paslon nomor urut 1 maupun nomor urut 2 yang disampaikan kepada KIP Banda Aceh.

“Nggak ada laporan. Paslon yang kalah juga sudah bisa menerima hasil Pilkada. Kita lihat faktanya di lapangan ya seperti ini,” tandasnya.

Dalam konferensi pers yang diadakan di rumahnya di Kecamatan Meuraxa, Kamis pekan lalu, Aminullah Usman mengapresiasikan pelaksanaan Pilkada Banda Aceh yang menurutnya berlangsung jujur, adil, aman, serta tanpa rekayasa.

Baca: Pesta Gol Bang Carlos

Ia menyatakan masyarakat Banda Aceh sudah menunjukkan kedewasaan demokrasi dengan memberikan hak pilih mereka dalam Pilkada. “Luar biasa Pilkada di Banda Aceh. Inilah Pilkada yang jurdil, berjalan lancar dan aman,” ujarnya, dilansir merdeka.com.

Sementara Illiza Sa’aduddin Djamal melalui akun media sosialnya mengucapkan selamat atas kemenangan yang diraih Amin-Zainal. Ia juga berterima kasih kepada partai politik dan timses yang telah mendukungnya dalam Pilkada Kota Banda Aceh 2017.

“Selamat kepada Bapak Aminullah dan Bapak Zainal untuk keberhasilan memenangkan Pilkada di kota Banda Aceh. Saya mendoakan semoga Banda Aceh ke depan bisa lebih baik, maju dan berkembang. Dan terima kasih untuk seluruh tim dari partai politik, relawan dan simpatisan, serta seluruh masyarakat yang sudah berjuang dengan segala pengorbanan dan keikhlasan,” tulis Illiza di akun instagramnya.

FAKTOR KEMENANGAN AMIN

Pengamat politik Unsyiah, Effendi Hasan menilai kemenangan yang diraih Amin-Zainal itu memang di luar dugaan banyak pihak. Apalagi dengan persentase yang sangat besar. Menurutnya, ada tiga hal mendasar yang menjadi faktor kemenangan Amin itu.

“Pertama, saya melihat dari isu yang dikembangkan saat kampanye, berkaitan dengan isu perempuan tidak boleh memimpin. Saya pikir hal ini sangat memengaruhi pemilih di Banda Aceh,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.

Effendi menerangkan, masyarakat Banda Aceh masih melihat persaingan elite dalam Pilkada ini dalam konteks pendekatan sosiologis. “Maksudnya, masyarakat masih melihat agama sebagai tolak ukur pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya,” katanya.

Dia menambahkan, adanya pendapat ulama yang menyatakan perempuan haram memimpin yang mengemuka dalam debat terakhir di Indoor Taman Budaya, Senin 6 Februari 2017, menjadi pertimbangan pemilih sehingga banyak yang tak memilih pasangan Illiza-Farid.

Faktor kedua, kata Effendi, yaitu terkait persoalan macetnya distribusi air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy Banda Aceh yang dinilainya tak mampu dibenahi oleh wali kota petahana, Illiza Sa’aduddin Djamal.

Baca: Ketika Kalah Mulai Membayang

“Selama ini, masyarakat Banda Aceh merasakan kekeringan air. Itu memang efek dari pembangunan fly over di Simpang Surabaya. Tapi ini tidak bisa ditangani secara cepat oleh Pemko Banda Aceh. Tidak ada satu sikap yang jelas dari Illiza,” katanya.

Kemudian, sambungnya, faktor ketiga yang membuat Amin-Zainal menang adalah pengaruh dari pemilih pemula yang ada di Banda Aceh. Pemilih pemula, terutama kalangan pemuda, menurut Effendi melihat Illiza bukanlah sebagai sosok yang membela aspirasi mereka.

“Terutama berkaitan dengan para penggiat seni. Ketika ada kebijakan dari Illiza, misalnya menutup warung kopi terlalu cepat di malam tahun baru. Jadi, saya pikir ini hal-hal yang membuat para pemilih pemula itu tidak tertarik dengan Illiza, sehingga mencari calon pemimpin alternatif di Banda Aceh,” tuturnya.

Menurut Effendi, hal ini menunjukkan adanya tren baru dalam pemilihan di Banda Aceh, terutama dari kalangan pemilih pemula ini. Karena Illiza dinilai tak mengakomodasi aspirasi mereka, para pemilih pemula mulai menunjukkan ketertarikan pada sosok Aminullah yang dianggap memiliki kedekatan dengan barisan pemuda, terutama dalam dunia sepakbola.

“Dengan memilih Aminullah, mereka menginginkan adanya suatu perkembangan baru bagi klub sepakbola Banda Aceh, Persiraja. Saya pikir, kemenangan Amin sangat ditentukan oleh para pemilih pemula,” ujar dosen Ilmu Politik Fisip Unsyiah ini.

Ia menambahkan, secara umum kekalahan Illiza bisa dikatakan sebagai bentuk kejenuhan masyarakat terhadap wali kota petahana tersebut. Ia mencontohkan, kampanye Illiza-Farid yang mengedepankan slogan Banda Aceh Kota Madani.

“Di saat slogan itu didengungkan, saya melihat misalnya karaoke masih terlalu bebas sampai tengah malam. Jadi, saya pikir slogan tersebut hanya formalitas atau upaya mencari popularitas untuk kepentingan politik.”

Hasil Pilkada kali ini, kata Effendi, juga menunjukkan keinginan masyarakat agar terciptanya perubahan di Banda Aceh. “Ini menjadi keputusan masyarakat dalam memilih pemimpin. Ini harus dihargai oleh siapapun,” katanya.

Bagi kalangan muda di Banda Aceh, tambah Efendi, tidak hanya tentang syariat. “Segi lain yang terkait dengan kebutuhan pokok juga harus terpenuhi. Ini yang gagal diwujudkan oleh Illiza selama memimpin. Air bersih saja sering macet, ini kan fatal?” tudingnya.

Banyaknya permasalahan yang terjadi di Banda Aceh terkait ketidakmampuan wali kota petahana dalam memenuhi kebutuhan warganya, juga menjadi faktor yang menggugah kesadaran masyarakat sehingga menginginkan perubahan. “Saya pikir hal-hal seperti ini yang menjadi kewajiban pemimpin Banda Aceh untuk memperbaikinya,” kata Efendi.

Karena itu, ia berharap agar pasangan Amin-Zainal mampu menjawab tantangan tersebut dengan memenuhi kebutuhan dasar dan menyejahterakan masyarakatnya. Perubahan ini, kata Effendi, penting untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemimpinnya.

“Ada sesuatu perubahan bagi masyarakat Banda Aceh, terutama terkait kebutuhan mendasar seperti air, listrik dan lain-lain itu harus lebih baik. Masa Kota Banda Aceh yang jadi ibukota provinsi ini, misalnya masih mengalami mati listrik,” tandasnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait