PM, Banda Aceh – Sejumlah lembaga sipil yang tergabung dalam Jaringan Keadilan Transisi Asia (Transitional Justice Asia Network/TJAN) mendesak dewan keamanan di Perserikatan Bangsa-Bangsa menindak kudeta militer yang terjadi di Myanmar, beberapa waktu lalu.
Dalam keterangan resminya, Kamis (4/2/2021) lalu, mereka mengecam tindakan angkatan militer Myanmar, Tatmadaw yang secara beruntun mengambil alih pemerintahan Myanmar yang terpilih secara demokratis.
“Tatmadaw menangkap dan menahan para pejabat terpilih serta pembela hak asasi manusia,” kata Hendra Saputra, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, salah satu lembaga anggota TJAN.
Pihaknya menilai kudeta yang dilancarkan militer menandai mundurnya demokrasi di Myanmar. Tiga hari sejak serangan tersebut, warga Myanmar masih berada dalam ancaman dan keadaan berbahaya.
Dewan keamanan PBB, lanjut dia, harus segera mengambil tindakan dengan menggunakan kewenangannya. Seperti yang tertera di Bab 7 Piagam PBB, salah satu kewenangan PBB yakni melindungi perdamaian dan keamanan internasional.
TJAN juga memastikan pihak yang bertanggung jawab dalam pengambilalihan kekuasaan itu bakal menuai konsekuensi atas tindakan mereka. Tatmadaw harus diperingatkan, bahwa tindakan represif dan penggunaan kekerasan tidak dapat dibiarkan. Mereka mendesak agar sanksi dijatuhkan, termasuk dalam bentuk sanksi ekonomi.
“Komunitas internasional akan menuntut akuntabilitas,” tegasnya.
Hendra melanjutkan, pengambilalihan kekuasaan oleh militer merupakan ancaman langsung terhadap prinsip Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang berbunyi, “Untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghormatan terhadap keadilan dan supremasi hukum.”
Sementara pada Pasal 25 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN, hak-hak warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan negaranya dijamin melalui perwakilan yang dipilih secara demokratis. Di mana pemilihan tersebut seharusnya menjamin pengungkapan kehendak bebas para pemilih, sesuai dengan hukum nasional.
“Sekretariat ASEAN dan negara-negara anggota harus mengambil tindakan untuk memberikan sanksi kepada Tatmadaw dan memulihkan kembali pemerintahan yang sah, serta segera membebaskan mereka yang ditahan,” desak TJAN.
Sementara itu, untuk menjawab tuduhan keliru tentang kecurangan pemilu yang disematkan pada pemerintahan terpilih, TJAN mendesak pemerintah internasional dan kelompok pemantau pemilu membagikan bukti bahwa pemilu terlaksana secara bebas dan adil.
Terakhir, TJAN bersama dengan para pembela hak asasi manusia di seluruh Asia menyatakan solidaritas dan mendukung rakyat di Myanmar.
“Ruang demokrasi, akuntabilitas, dan hak asasi manusia sudah terlampau lama tidak hadir dan mewujud. Dengan ini kami menegaskan kembali komitmen kami untuk mendukung para pembela HAM di Myanmar dengan berani dan gigih yang terus menerus menghadapi ancaman,” pungkas Hendra.
Untuk diketahui, Transitional Justice Asia Network merupakan pusat pakar keadilan transisi di kawasan Asia. Jaringan ini bertujuan memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan tentang inisiatif keadilan transisi.
Didirikan pada Februari 2017, organisasi anggota TJAN meliputi Asia Justice and Rights (AJAR) sebagai sekretariat jaringan, KontraS Aceh (Indonesia), ND-Burma (Myanmar), Suriya Women’s Development Center (Sri Lanka), Alternative Law Groups (Filipina) dan Cross Cultural Foundation (Thailand), 18 Memorial Foundation (South Korea), Advocacy Forum-Nepal (Nepal) dan Asosiasaun Chega! Ba Ita (Timor- Leste).
Belum ada komentar