Jaksa Lamban Ungkap Kasus Pinjaman Rp7,5 M Aceh Utara

Jaksa Lamban Ungkap Kasus Pinjaman Rp7,5 M Aceh Utara
Jaksa Lamban Ungkap Kasus Pinjaman Rp7,5 M Aceh Utara

MataBanda Aceh – Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh lamban mengusut kasus penyelewengan dana pinjaman atas nama Pemerintah Kabupaten Aceh Utara pada Bank Aceh senilai Rp7,5 miliar pada 2009.

Koordinator Bidang Antikorupsi dan Monitoring Peradilan MaTA, Baihaqi mengatakan sampai sekarang jaksa belum menetapkan tersangka kasus tersebut. Padahal, data yang diserahkan MaTA ke Kejati Aceh sudah sangat cukup untuk mengusutnya.

“Siapa saja yang menikmati dana tersebut juga sudah sangat jelas, apa lagi pihak Kejati Aceh sudah sangat lama menyidik dan sudah memanggil saksi-saksi termasuk Muhammad Thayeb, Bupati Aceh Utara sekarang,” kata Baihaqi dalam realese yang dikirim ke redaksi pikiranmerdeka.com, Selasa (18/03/2014).

Terkait kasus pinjaman atas nama Pemerintah Kabupaten Aceh Utara senilai Rp 7,5 milyar, MaTA mendesak kepada Kejati Aceh untuk mengungkapkan secara menyeluruh,

Berdasarkan data diserahkan MaTA ke kejati, kasus kredit fiktif tersebut tidak berdiri pada satu atau dua orang saja, tetapi terindikasi beberapa oknum yang terlibat. Karena, tambah Baihaqi, pinjaman Rp 7,5 miliar terindikasi dinikmati beberapa oknum termasuk beberapa pejabat di Aceh Utara saat ini.

Kasus pinjaman tersebut pertama kali dilaporkan oleh MaTA ke Kejati Aceh pada 4 Desember 2012 yang diterima langsung Kepala Kejati Aceh, TM Syahrial. Namun setelah setahun berjalan, belum ada tindak lanjut apa-apa terkait pengusutan kasus tersebut. MaTA kembali melaporkan kasus yang sama ke Kejati Aceh pada 29 Januari 2014 dengan melengkapi beberapa bukti pendukung lainnya.

Berdasarkan catatan MaTA, pinjaman sebesar Rp 7,5 miliar pada Bank Aceh cabang Lhokseumawe dengan alasan untuk pembangunan daerah terpencil pada 2009, namun faktanya anggaran tersebut dibagikan kepada beberapa oknum di lingkungan Pemerintah Aceh Utara. MaTA mensinyalir ada tujuh orang yang terindikasi terlibat.

Sesuai analisis MaTA, kasus tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud padasebagaimana dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 2 dan pasal 3.

MaTA berharap, pengungkapan kedua kasus tersebut harus menjadi komitmen Kepala Kejati Aceh untuk mengusut hingga tuntas karena kedua kasus tersebut merupakan PR bagi Kejati Aceh setelah kepemimpinan Kepala Kejati Aceh sebelumnya. [rel/PM 01] 

 

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait