PM, Banda Aceh—Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Mursyid mengibaratkan jabatan dalam pemerintahan di negeri ini, termasuk di Aceh bagaikan dagangan (jual-beli). Sehingga budaya korupsi susah dihilangkan dalam lingkaran sebuah kekuasaan.
Hal ini disampaikan Mursyid saat menjadi narasumber dalam workshop bertema “Nanggroe Akuntabel, Rakyat Percaya” yang digelar USAID bekerjasama The Jawa Pos Institute Of Pro Otonomi (JPIP) ke-11 di Banda Aceh, Selasa (25/3/14).
Untuk mendapat jabatan terhormat, kata Mursyid, bukan berdasarkan pengalaman dan kemampuan seseorang tetapi atas kedekatan dan loyalitas kepada pemerintahan yang berkuasa.
“Kenapa saya katakan ibarat dagang? Pintar cara mendekati pejabat berkuasa maka posisi jabatan akan dapat. Di sini kemudian muncul deal-deal yang berujung korupsi,” katanya.
Pernyataan Mursyid ini dikuatkan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan), Azwar Abubakar yang juga menjadi narasumber di workshop tersebut. Azwar menilai, mereka yang mendapat posisi penting di pemerintahan dekat dengan penguasa.
“Misalnya, tim sukses, keponakan, dan saudara. Selain dari kalangan itu dimutasi. Akibatnya, budaya KKN terus terjadi dan susah dihilangkan. Ada yang duduk menjadi kepala dinas PU misalnya dari SA.g. Guru agama jadi kepala dinas PU,” tegas Azwar di acara yang pesertanya didominasi wartawan tersebut.
Ia juga memberi contoh pada kelulusan K2 program Menpan. Terakhir diketahui banyak administrasi yang dimanipulasikan. Honorer yang baru bekerja dua tahun dalam Surat Keputusan (SK) dikeluarkan sekolah tempat bertugasnya menjadi 5 tahun.
“Akhir-akhir ini sudah mulai terungkap, sehingga ada 100 tenaga K2 di Bireuen yang lulus baru-baru ini digugurkan,” rinci Azwar.
Faktor ini, katanya, tidak terlepas dari budaya KKN. Karena kepala sekolahnya dekat dengan honorer yang kemudian dibantu dengan melakukan berbagai cara.
Sementara itu, Kepala Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, Mardiasmo mengatakan untuk menghilangkan budaya korupsi ini perlu terus digalangkan dengan mengontrol berbagai kinerja pemerintah termasuk anggaran daerah yang dikelola.
Diakuinya, untuk menghilangkan budaya korupsi itu sangat sulit dan harus dilakukan bertahap. “Karenanya perlu pengawasan terus menerus. Selain itu, pemberian pemahaman tentang korupsi terus dilakukan. Pemahaman tentang apa itu korupsi juga bagian tugas BPKP dan media massa sekalu kontrol publik,” katanya.
Di kalangan masyarakat, tambahnya, pemberian uang terhadap aparatur pemerintah itu dinilai masih lumrah, sebagai balas jasa atas suatu pengurusan.
“Misalnya urus KTP kasih uang ke aparat desa, urus sertfikat tanah kasih uang ke BPN. Padahal, itu bagian dari korupsi. Aparatur pun mau menerima pemberian itu. Hal ini yang perlu diberikan pemahaman tentang korupsi kepada masyarakat. Jangan segan-segan melaporkan kalau menemukan aparat menerima uang pemberian seperti itu,” harap Mardiasmo.
Dalam acara USAID bekerjasa JPIP tersebut selain dihadiri Menpan Azwar Abubakar, Anggota DPD Mursyid dan Kepala BPKP RI Mardiasmo juga dihadiri Anggota DPR-RI asal Aceh Nasir Jamil, Asisten III Pemerintah Aceh dan kalangan LSM di Aceh. (PM-016)
Belum ada komentar