Diperlukan penelitian arkeologis untuk menemukan jejak istana megah yang pernah dimiliki Kerajaan Aceh Darussalam ini.
Apa yang terlintas dalam banyangan kalau Anda pernah melewati Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah yang letaknya persis di depan Pendopo Gubernur Aceh, Kota Banda Aceh? Konon, di situlah dulunya letak Istana Darud Dunia, yaitu istana Kesultanan Aceh yang pernah berdiri megah di Banda Aceh sekitar 600 tahun silam.
Istana Darud Dunia ini menurut beberapa sumber menyebutkan, letaknya dulu memang persis di antara komplek Kraton dan Museum Aceh sekarang ini. Istana yang dibangun Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Kahar (1557-1568 M) ini konon memiliki tujuh lapis pengamanan pengawalnya yang terdiri dari pasukan kuda dan pasukan gajah.
Dalam versi lukisan Sayed Dahlan Al-Habsyi, disebutkan Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh dibangun tahun 1204 M, kemudian istana ini terbakar pada Juni 1677 M. Versi lukisan Sayed Dahlan yang mengimajinasikan Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh sudah dibangun sejak awal abad ke 13 M itu berarti masa Sultan Aceh pertama, yaitu Sultan Djohan Syah (1205-1207 M). Demikian pula tahun terbakarnya 1677 M. Tahun ini mengartikan Istana Darud Dunia terbakar setelah lebih kurang 40 tahun pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Sedangkan dalam selang 40 tahun setelah Iskandar Muda, Kesultanan Aceh dipimpin Ratu Naqiatuddin Syah (1675-1699 M).
Jadi, jika mengacu pada versi lukisan Istana Darud Dunia-nya Sayed Dahlan Al-Habsyi, pertanyaannya, mungkinkah istana ini dibangun pada masa Sultan Aceh pertama? Dalam masa pemerintahan yang hanya 5 tahun itu mungkinkah Sulthan Djohan Syah membangun istana kesultanan yang megah. Dan benarkah Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh itu terbakar dalam masa pemerintahan Ratu Naqiatuddin Syah?
Sampai saat ini masih dipertanyakan tentang keberadaan Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh. Apakah istana tersebut memang benar ada, atau hanya sebagai sebuah lagenda atau mitos sejarah belaka. Soalnya, hingga kini tidak sedikit pun ditemukan jejak istana tersebut. Kalaulah Istana Darud Dunia ini pernah ada dan kemudian terbakar, sedikitnya pasti meninggalkan bekasnya untuk diteliti secara arkeologis meskipun artefaknya sudah berusia ratusan tahun.
Dalam beberapa sumber memang disebutkan, Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh pernah ada dan benar dibangun pada masa Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Kahar. Berarti istana Kesultanan Aceh ini sama hebatnya dengan istana Kesultanan Usmaniyah di Turki yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Muhammad (1453 M). Sebagaimana diketahui, masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat Syah Al-Kahar adalah masa awal sekali kerajaan Aceh menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan Usmaniyah Turki.
Dari awal hubungan itu bisa jadi Istana Darud Dunia yang dibangun kerajaan Aceh kala itu terinspirasi atau mengambil model istana kerajaan Usmaniyah di Turki, yang sampai sekarang bekas istana Usmani itu masih dapat dilihat peninggalannya secara utuh, karena bekas istana Kesultanan Umaniyah sekarang sudah dijadikan Museum Topkapi di Istambul Turki. Sebuah Museum terbesar dan terlengkap dalam menyimpan dan mengoleksikan benda-benda bekas peninggalan sejarah Islam di dunia. Sayangnya, istana Darud Dunia Kesultanan Aceh sama sekali tidak meninggalkan jejak.
Namun, beberapa literatur klasik menyebutkan tentang pernah adanya Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh dulu. Seperti dalam kitab Bustanussalatin, sebuah kitab enskopedi sejarah Aceh yang agak lengkap karya Nuruddin Ar-Raniry, disebutkan tentang adanya istana Kesultanan Aceh yang diberi nama istana Darud Dunia. Demikian pula dalam kisah peradilan Raja Lingge XIV yang diceritakan M. Junus Djamil (1959) dalam bukunya Gajah Putih Iskandar Muda.
Dalam buku itu Junus Djamil mengisahkan, Raja Lingge XIV pernah diadili di Mahkamah Pengadilan Balai Rung Istana Darud Dunia di ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam atas kesalahannya membunuh Bener Meria (keponakannya), yaitu anak dari Raja Lingge XIII. Dalam peradilan di Mahkamah Daud Dunia ini diputuskan Raja Lingge XIV harus menjalani hukum qisas (siapa yang membunuh harus dibunuh). Namun karena Datu Beru—Ketua Mahkamah Peradilan Kerajaan Aceh masa itu—berhasil membujuk ibunda Bener Meria memaafkan Raja Lingge XIV, maka Pengadilan Darud Dunia membatalkan hukum qisas tersebut, sehingga Raja Lingge XIV bebas dari hukuman mati.
Cerita tersebut menginformasikan Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh memang pernah berdiri di Aceh. Istana tersebut dibangun dalam bentuk kontruksi kayu dan berarsitektur Melayu dan Islam. Karena itu bisa jadi, istana ini memang benar-benar terbakar dan tidak sedikitpun meninggalkan bekas.
Dan realita itu merupakan kekurangan dari kemegahan sejarah Aceh yang tidak bisa dibuktikan kehebatannya secara fisik. Kecuali hanya beberapa potong bangunan yang masih bisa ditunjukkan sebagai bukti fisik dari peningggalan sejarah kemajuan peradaban Aceh di masa-masa kejayaannya, yaitu Pinto Khop (sebuah pintu belakang istana) dan Gunongan tempat permaisuri (Putri Pahang) bermain melepas kepenatan di luar istana.
Aceh memang tidak bisa membuktikan kemegahan sejarahnya dalam bentuk peninggalan fisik. Karena peradaban yang pernah dibangun Aceh dalam masa kejayaannya adalah peradaban pembangunan ilmu pengetahuan yang berakar pada Islam dan kebudayaan Melayu. Beda dengan daerah lain, seperti di Jawa yang akar budayanya lebih dulu dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu: begitu Islam masuk ke Jawa, Borobudur dan candi-candi lainnya telah lebih dulu ada, hingga sekarang bukti sejarah di Jawa secara fisik masih dapat ditunjukkan peningggalannya. Sedangkan Aceh yang pembangunan peradabannya berakar pada budaya Islam dan Melayu, bukti sejarah Aceh hanya bisa ditunjukkan melalui ilmu pengetahuan, yaitu kitab-kitab dan naskah-naskah, serta manuskrip-manuskrip yang ditinggalkan para ulama dan cendikiawan Aceh di masa kejayaannya.
Bukti sejarah kemajuan ilmu pengetahuan yang pernah dikembangkan para ilmuan Aceh dahulu sampai kini masih bisa ditunjukkan. Salah satunya, ratusan kitab ilmu pengetahuan karya para ulama Aceh yang masih tersimpan di perpustakaan kuno Tanoh Abee, Kecamatan Seulimum, Aceh Besar (baca catalog manuskrip perpustakaan pesantren tanoh abee: PDIA, 2013). Belum lagi kitab-kitab ilmu pengetahuan yang jumlahnya ribuan dalam bentuk hikayat Aceh, yang kini tersimpan hampir di berbagi museum penting di dunia, terutama di negeri Belanda dan di negera-negara Asia Tenggara lainnya yang pernah berhubungan dengan Aceh.
Oleh karenanya, bangunan Istana Darud Dunia sebagai bagian dari kemajuan peradaban Aceh, yang kemudian lebur besama jatuhnya Kerajaan Aceh Darussalam, mestinya juga harus diungkapkan secara tertulis untuk membuktikan Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh pernah berdiri di Aceh, walaupun sekarang artefak dari jejak istana tersebut sama sekali tak bisa lagi dibuktikan secara fisik. Tapi dengan ada sumber tertulis, orang akan percaya bahwa Istana Darud Dunia Kesultanan Aceh memang ada dan berdiri megah di Aceh sekian ratus tahun silam.[]
Nab Bahany As, budayawan dan tinggal di Banda Aceh. Email: [email protected]
Belum ada komentar