Iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik mulai 1 Januari 2021. Kenaikan ini terjadi di tengah tekanan akan pandemi Covid-19 yang membuat daya beli masyarakat menurun.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati menilai sah saja bila kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut dilakukan pemerintah. Hanya saja, dia menyayangkan, kenaikan ini dilakukan saat terjadi pelemahan daya beli masyarakat.
“Ini kan terjadi pelemahan daya beli masyarakat, tapi sah saja sebenarnya,” kata Enny, Jumat (1/1/2021).
Seharusnya, jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan tersebut, aturan mewajibkan kepesertaan BPJS dihapuskan. Sehingga masyarakat bisa memilih asuransi dengan harga yang bersaing.
“Artinya Rp 35.000 itu dengan penyediaan asuransi swasta, itu pelayanan atau kontrak prestasinya juga sudah lebih cukup,” kata dia.
Terlebih pelayanan administrasi asuransi swasta ini tidak serumit BPJS Kesehatan. Sementara pelayanan BPJS Kesehatan saat ini masih belum memenuhi harapan masyarakat.
“Kalau sudah ditetapkan bahwa sistem jaminannya ada BPJS ini pemerintah harus konsisten, pelayanannya harus sesuai dengan standar yang baku,” kata dia.
Terlebih UUD 1945 mengamanatkan orang miskin dan terlantar dipelihara negara. Sehingga pembiayaan BPJS Kesehatan orang miskin menjadi tanggung jawab negara.
“Orang miskin ditangani negara, itu kan konsekuensinya dan konsep subsidi silang itu bisa berjalan dan masyarakat menengah atas membayar iuran sesuai dengan aturan,” kata dia.
Sumber: Merdeka.com/Anisyah Al Faqir
Belum ada komentar