PM, Jakarta – Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan hingga tahun 2018 terdapat 102 kepala desa yang ditetapkan tersangka akibat penyimpangan dana desa. Sementara itu Presiden Joko Widodo sendiri menyebut ada 900 Kades yang ditangkap akibat penyelewengan.
Melansir Kompas, dari 74.000 desa di Indonesia, angka penyelewengan tersebut dinilai ICW masih relatif kecil. Pihaknya juga mengungkap ada 12 modus penyelewengan dana desa. Antara lain, modus rancangan anggaran biaya di atas harga pasar, lalu ada modus mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain.
Kemudian, penyelewengan dana desa juga kerap dilakukan dengan meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi, namun tidak dikembalikan. Selain itu juga ada modus pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten.
“Modus lain yakni membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. Kemudian juga bisa dengan penggelembungan (mark up) pembayaran honorarium perangkat desa,” rilis ICW, seperti ditulis Kompas.
Lainnya, penyimpangan Dana Desa juga dilakukan dengan memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. Kemudian juga ada modus pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi.
“Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. Serta, modus melakukan permainan (kongkalingkong) dalam proyek yang didanai dana desa. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa,” sebutnya.
Gandeng Polisi dan Kejaksaan
Disamping membaiknya tata kelola Dana Desa, secara terpisah, Menteri Desa Eko Putro Sandjoyo tak menampik adanya penyelewengan dalam pengelolaan dana tersebut. Karena itu, pihaknya telah bekerjasama dengan kepolisian untuk mengawasi penggunaan Dana Desa.
“Ada Bhabinkamtibmas di seluruh desa, demikian juga kejaksaan yang masuk ke kabupaten, ktia juga punya Satgas, jadi tidak mungkin tidak ketahuan,” kata Eko, mengutip Tribun, Minggu (18/11).
Ia memaparkan, pada tahun 2015, negara mengeluarkan dana sebesar Rp 20,67 triliun, dan terus meningkat pada tahun selanjutnya, 2016 sebesar Rp 46,98 triliun, serta pada 2017 dan 2018 sebesar Rp 60 triliun.
Menurutnya, baiknya serapan Dana Desa didukung tata kelolanya yang semakin baik pula. Dukungan itu berasal dari semua kalangan, baik itu pemerintah dan stakeholder lainnya, bahkan juga peran pada perguruan tinggi melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Eko juga mengapresiasi aparatur desa yang semakin baik dalam membuat perencanaan pembangunan. “Sebab, jika hasil audit tak diterima, maka Dana Desa tak bisa dikucurkan, apalagi diserap,” ujarnya. (Kompas, Tribun)
Belum ada komentar