Mendekati hari pemilihan, konstelasi politik di Aceh terus saja menyajikan banyak kejutan. Fenomena perpindahan dukungan yang terjadi pada partai pengusung satu kandidat ke kandidat lainnya semakin memanaskan suhu politik Aceh menghadapi pesta demokrasi rakyat yang dihelat setiap lima tahun sekali ini.
Peneliti Aceh Institute Rizkika Lhena Darwin ikut memberi gambaran peta kekuatan kandidat yang bertarung di Pilkada Aceh. Peralihan dukungan yang terjadi beberapa waktu lalu, menurutnya memang hal yang paling menarik untuk dilihat. Lalu terkait keunggulan kandidat, Rizkika Lhena menyebut lompatan partai pengusung ke pasangan lain memberikan pengaruh pada laju elektabilitas masing-masing kandidat. Terutama bagi Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf yang mengambil untung dari kocar-kacirnya pendukung Tarmizi Karim.
“Beberapa Timses maupun tokoh partai yang lompat dukungan mempengaruhi keuntungan bagi kubu Paslon nomor 5 dan Paslon nomor 6. Begitu juga bagi Paslon nomor 1 yang akhirnya ditinggal,” kata Rizkika kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (11/2) lalu.
Menurut hematnya, individu-individu yang sebelumnya menjadi Timses salah satu calon tentu didukung oleh sejumlah orang di belakangnya. Maka secara otomatis perpindahan yang mereka lakukan memicu pasang surut dukungan yang cukup signifikan. “Lompat dukungan mendekati hari pemilihan semacam ini sangat mempengaruhi elektabilitas para pasangan calon,” simpulnya.
Adapun pihak yang diuntungkan dari perpindahan dukungan ini, gamblangnya, adalah pasangan calon nomor urut 5 dan 6, yakni Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah dan Muzakkir Manaf-TA Khalid. Dari perkembangan situasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir terkait enam kandidat peserta Pilkada Aceh, makin lama makin mengerucut pada kedua pasangan calon jebolan partai lokal tersebut.
“Kalau dilihat dari lompatan dukungan, Paslon nomor 5 dan Paslon nomor 6 sangat diunggulkan,” kata Rizkika.
Baik Irwandi Yusuf maupun Mualem—sapaan Muzakkir Manaf, keduanya selama ini memang memiliki rekam jejak sendiri di Pemerintahan Aceh. Dari segi pengalaman, Irwandi lebih dulu menjabat Gubernur Aceh periode 2007-2012. Kemudian maju lagi secara independen di periode berikutnya namun gagal setelah dikalahkan rekannya sesama mantan kombatan, Muzakkir Manaf yang saat itu maju mendampingi Zaini Abdullah. Mereka (Zaini dan Mualem) merupakan wakil dari Partai Aceh.
Di masa kepemimpinannya, Irwandi kian diingat masyarakat dengan sejumlah program unggulan yang pernah ia jalankan saat itu. Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), misalnya, program ini terbilang fenomenal di Aceh lantaran masyarakat disuguhi mekanisme pengobatan gratis dengan pengurusan administrasi yang mudah dan tidak berbelit-belit. Selain itu, di lingkungan akademisi, masa itu Irwandi dikenal lewat program Komisi Beasiswa Aceh (KBA), pendidikan gratis yang ia peruntukkan bagi sarjana S1, S2, dan S3.
Namun, dari secuil gaya kepemimpinannya yang cenderung temperamental tidak lagi terpilih di Pilkada 2012. Sejumlah pengamat mengklaim dirinya telah gagal menyelamatkan Aceh dari jurang kemiskinan. Ditambah perseteruannya dengan tokoh eks GAM, nama Irwandi sempat redup kala itu. Namun Irwandi mengklaim dirinya kala itu dikalahkan karena kecurangan yang dilakukan pasangan Zaini Abdullah–Muzakir Manaf (Zikir).
Seiring waktu, Gubernur Zaini Abdullah dan wakilnya, Muzakir Manaf, yang dulu digadang-gadang bisa membawa perubahan yang lebih baik untuk Aceh, namun juga tak kunjung memperlihatkan kemajuan berarti selama lima tahun masa kepemimpinan mereka.
Baca: Pilkada Aceh 2017, Mualem Vs Irwandi
Masyarakat tentu tak lupa dengan janji-janji politik Zaini–Muzakkir semasa kampanye yang belum terwujud hingga kini. Seperti program Rp1 juta per Kepala Keluarga (KK) yang sangat populer di masanya. Naik haji gratis hingga haji dengan kapal pesiar. Janji itu seakan pesan sumbang tatkala realisasinya tak terlihat sama sekali.
Selain itu, kegagalan petahana juga tercermin dari stagnannya pertumbuhan ekonomi, di mana angka kemiskinan dan pengangguran makin meningkat hingga tahun 2016.
“Ini mengindikasikan, ada banyak program Pemerintah Aceh yang tidak menyentuh langsung pada akar permasalahan, guna pengembangan ekonomi di masyarakat. Ditambah lagi orientasi pertumbuhan ekonomi yang lebih ditujukan kepada pemodal, menjadi salah satu penyebab utamanya, sehingga untuk beberapa kasus, penguasaan lahan lebih dominan dikuasai oleh pemilik modal dibandingkan sebagai lahan garapan masyarakat,” ujar Direktur Aceh Judicial Monitoring Institute (AJMI) Agusta Mukhtar seperti dilansir kllikkabar.com, pada pertengahan tahun lalu.
Meski menyimpan banyak kekurangan, masing-masing kandidat, baik Irwandi dan Mualem masih dipercaya masyarakat untuk memimpin Aceh ke depan. Ini terlihat dari peta kekuatan politik saat ini. Besarnya massa yang mengawal mereka selama ini, ditambah dukungan dari sejumlah partai dan Timses yang beralih haluan dari kandidat lain, maka semakin kuat pula prediksi bahwa kedua Paslon inilah yang akan bersaing ketat di jajaran teratas kompetisi Pilkada Aceh tahun ini.
Komitnya sokongan para pendukung terhadap kedua kandidat, baik Irwandi maupun Mualem yang masing-masing pernah memiliki rekam jejak di pemerintahan sebelumnya, tentu bukan didasari pada fanatisme semata. Menurut Rizkika Lhena, mereka sejak awal telah membangun basis dukungan massa yang sangat mengakar.
“Masyarakat Aceh bukan pemilih yang fanatik. Namun Keunggulan Irwandi adalah dia figur yang pernah menjabat, dan beberapa program kerja yang pernah dilakukan menjadi bahan kampanye yang dinilai cukup menjual. Dan ini menjadi tantangan bagi kandidat lain yang belum menjabat. Selain itu, Muzakir Manaf punya mesin partai yang masih cukup efektif bekerja untuk pemenangannya,” jelas Rizkika.
Namun jika melihat karakter dari kedua kandidat ini, Lhena menilai mesin partai Irwandi-Nova memiliki keunggulan tersendiri. Kerja tim pemenangan petinggi Partai Nasional Aceh (PNA) ini dirasa juga masih cukup mumpuni. Hal itu didukung pula oleh situasi di mana terdapat inkonsistensi beberapa partai politik lain dalam memenangkan kandidat mereka.
“Jadi wajar saja ketika secara partai mendukung satu calon, tapi secara personal dari partai mendukung calon yang lain,” ujarnya.
Kendati demikian, kandidat lain menurut Lhena juga punya peluang yang tak kalah kuat. Masing-masing mereka sudah memiliki basis massa yang besar di kantong-kantong wilayah tertentu. Di daerah itu pula setiap kandidat dipastikan bakal bekerja sangat keras demi meraup suara pemilih.
“Seperti nomor urut 1 di Aceh Barat-Selatan, kemudian nomor urut 4 di wilayah Tengah. Atau nomor urut 2 di sebelah Pidie, dan begitu juga dengan kandidat lainnya. Mereka akan bekerja maksimal di wilayahnya masing-masing,” pungkasnya.[]
Belum ada komentar