PM, Langsa – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, diminta menunda dan mengkaji kembali program kedirgantaraan di Aceh. Pasalnya, program itu telah menimbulkan polemik dipihak legislatif serta tanggapan miring dari sebahagian masyarakat.
Permintaan tersebut disampaikan, Ketu Forum Pemuda Aceh (FPA), Sayed Alatas, Sabtu (10/2) kemarin. Ia menjelaskan, program spektakuler seperti itu haruslah dibuat perencanaan yang matang. Selain itu, juga harus melihat berbagai aspek keuntungan yang berdampak pada kesejahteraan dan perekonomian masyarakat tentunya.
“Saya rasa gubernur terburu-buru menentukan arah pembangunan perekonomian Aceh kedepan,” sebutnya.
Dirinya mengakui, dengan program pembelian pesawat dan pembuatan hanggar perakitan pesawat, mampu menyerap tenaga kerja dan pengembangan kedirgantaraan di Aceh. Hanya saja, kata dia, waktunya saja yang belum tepat mengingat perlunya dukungan semua pihak atas program tersebut.
“Jika alasan gubernur Aceh membeli pesawat patroli tersebut diperuntukan untuk pencegahan ilegal fishing dan ilegal loging, tapi gubernur harus menunjukan fakta-fakta di lapangan bahwa kedua pesawat tersebut bersifat emergency dan benar-benar diperlukan, karena bila terburu-buru gubernur terkesan hanya memenuhi syahwat hobinya semata,” ungkapnya.
Padahal, sambungnya, sektor pertanian dan perkebunan saat ini masih banyak yang terabaikan dan betapa banyak perkebunan dan petani kita yang berjalan dengan sendirinya tanpa adanya dukungan dan sentuhan dari pemerintah.
Selain itu, gubernur juga harus menanggapi pernyataan pihak legeslatif atas Silpa sebesar Rp 811 miliar pada tahun 2017 yang kebanyakan pekerjaan kegiatan yang telah habis masa kontraknya, tentunya ini merugikan masyarakat Aceh.
“Kami berharap diawal kepemimpinan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, fokus pada penguatan birokrasi terutama SKPA yang langsung bersingungan dengan masyarakat, sehingga serapan anggaran maksimal dan tidak terjadi lagi silpa seperti tahun 2017,” tutupnya.()
Belum ada komentar