Gubernur Aceh: Penetapan Bireuen untuk Pemerataan PTN di Aceh

Gubernur Aceh: Penetapan Bireuen untuk Pemerataan PTN di Aceh
Gubernur Aceh: Penetapan Bireuen untuk Pemerataan PTN di Aceh

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menegaskan, rekomendasi lokasi pembangunan kampus IPDN Regional Aceh dikeluarkannya melalui berbagai pertimbangan. Melalui akun Facebooknya, Sabtu (9/12), Irwandi Yusuf menjawab polemik terkait lokasi pembangunan kampus IPDN antara Aceh Besar dan Bireuen.

Dalam status di media sosial itu, Irwandi menjelaskan bahwa pembangunan Kampus IPDN Regional Aceh di Kabupaten Bireuen untuk pemerataan pembangunan pendidikan tinggi di Aceh.

Kata Irwandi, direkomendasikannya kapus IPDN Regional Aceh di Kabupaten Bireuen dikarenakan kawasan tersebut belum memiliki Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sementara Kabupaten Aceh Besar,kata Irwandi, telah berdiri cukup banyak PTN seperti Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Sekolah Kepolisian Negara (SPN), Akademi Maritim Ladong, dan beberapa PNT lainnya.

“Coba hitung berapa banyak perguruan tinggi negeri di Bireuen, tidak ada. Hanya ada sebiji PTS (perguruan tinggi swasta) Al-Muslim. Saya perlu pemerataan. Coba tafakur hai rakan-rakan ulon di Aceh Rayeuk (coba renungkanlah wahai rekan-rekan saya di Aceh Besar), IPDN nyan asli jih jatah Sabang (IPDN itu sebenarnya jatah Sabang),” tulisnya, Sabtu (9/12) malam.

Irwandi menambahkan, tim dari pusat sudah melakukan survei di Jantho dan Bireuen. Kesimpulan Tim, sambung dia, Kota Jantho kekurangan infrastruktur. ”Sedangkan Bireuen cukup infrastruktur,” jelasnya.

KEPUTUSAN BIJAKSANA

Ketua Tim Task Force Pembangunan IPDN Regional Aceh Dr Amri SE MSi kepada Pikiran Merdeka mengatakan, rekomendasi Gubernur Aceh kepada Presiden RI yang menunjuk Kabupaten Bireuen sebagai lokasi pembangunan kampus IPDN Regional Aceh adalah keputusan yang tepat.

dr. Amri SE, MSi, Ketua Tim Task Force Pembangunan IPDN Regional Aceh.

“Kehadiran kampus IPDN di Bireuen adalah penyeimbang dalam rangka pemerataan pembangunan perguruan tinggi di Aceh,” ujar Amri, didampingi Kepala Sekretariat Tim Task Force IPDN Regional Aceh Drs Zahrul Munzir MSi.

Amri menilai, rekomendasi Gubernur Aceh adalah kebijakan yang bijaksana. “Hampir semua kabupaten/kota di Aceh memiliki PTN kecuali Bireuen. Untuk pemerataan dan mewujudkan visi dan misi Pemerintah Aceh, saya menilai kebijakan gubernur sangat bijaksana,” tambahnya.

Terkait dengan perkembangan kehadiran Kampus IPDN di Aceh pasca dikeluarkan rekomendasi tersebut, lanjut dia, sejauh ini pihaknya telah menyerahkan kajian akademik komprehensif pambangunan kampus IPDN Regional Aceh di Bireuen kepada pemerintah pusat.

“Beberapa waktu lalu, Tim Task Force telah menyerahkan kajian komprehensif pembangunan IPDN di Bireuen kepada ketua tim survei lokasi pembangunan IPDN, Prof Dr Khasan Effendi MPd,” kata Amri.

Dalam kajian tersebut, kata Amri, juga dijelaskan aspek historis kelayakan pendirian IPDN di Kabupaten Bireuen, norma/hukum, kondisi geografis, kondisi kekhususan, anggaran, dan lahan untukkebutuhan kampus. “Gubernur Aceh dalam hal ini sangat antusias menghadirkan IPDN di Aceh, setelah lima tahun terkatung-katung. Daerah lain seperti Papua, Manado, Padang dan lain-lain sudah jauh-jauh hari terealisasi,” tandasnya.

HABISKAN BANYAK ANGGARAN

Wacana pembangunan kampus IPDN di Aceh telah menghabiskan banyak anggran. Sejak bergulir wacana tersebut pada 2012 lalu, diketahui miliaran rupiah dana bersumber dari APBA dan APBK digelontorkan untuk kegiatan survei lokasi.

Ketua Komisi II DPRA, Nurzahri

Ketua Komisi II DPR Aceh Nurzahri menyebutkan, Pemerintah Aceh telah menghabiskan anggaran senilai Rp1 miliar lebih untuk studi kelayakan dan persiapan pembangunan. Anggaran tersebut, kata Nurzahri, dianggarkan oleh Pemerintah Aceh melalui Badan Kepegawaian Aceh (BKA) sejak penunjukan Kota Sabang sebagai lokasi pembangunan kampus IPDN di Aceh.

“Pemerintah Aceh yang saat itu dipimpin Zaini menganggarkan dana Rp500 juta untuk melakukan studin kelayakan di Kota Sabang. Belakangan gagal dan pembangunan kampus itu digeser ke kawasan Aceh Besar,” ujar Nurzahri.

Pemerintah Aceh kembali menganggarkan dana sebesar Rp500 juta untuk kegiatan yang sama. “Saat itu studi kelayakan dilakukan di Aceh Besar, namun hingga akhir masa jabatan Gubernur Zaini, realisasi untuk menghadirkan kampus IPDN di Aceh tidak terwujut. Setiap tahun uang rakyat digunakan untuk kegiatan itu-itu saja, tapi hasilnya tidak ada,” cetusnya.

Terakhir, kata Nurzahri, pada pembahasan APBA Perubahan 2017, Pemerintah Aceh kembali menganggarkan dana untuk kegiatan serupa di Kabupaten Bireuen. “Jika ini tidak terealisasi, Pemerintah Aceh harus mempertangjawabkan penggunaan dana yang besar tersebut kepada masyarakat,” kata politisi Partai Aceh ini.

Informasi lain diterima Pikiran Merdeka menyebutkan, dana ratusan juta rupiah yang dianggarkan oleh Pemerintah Aceh sejak diwacanakan kehadiran kampus IPDN di Aceh digunakan untuk membayar gaji tim survei dan biaya akomodasi lainnya.

“Dana itu digunakan untuk membayar gaji dan biaya lain saat survei,” ujar sumber Pikiran Merdeka yang enggan namanya dikorankan.

Menurut sumber tersebut, dana serupa juga dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Basar paska ditunjuk sebagai calon pembangunan kampus IPDN. “Selain pemerintah provinsi, Pemkab juga menganggarkan dana serupa,” bebernya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait