Giliran Dua Korporasi Jadi Tersangka Korupsi Dermaga Sabang

pelabuhan bebas sabang
Giliran Dua Korporasi Jadi Tersangka Korupsi Dermaga Sabang

Pengusutan dugaan korupsi dermaga Sabang oleh KPK memasuki babak baru. Setelah menjerat person, giliran dua korporasi dijadikan tersangka.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua korporasi sebagai tersangka korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang. Proyek itu dibiayai APBN dengan skema anggaran multiyears 2006-2011. Dari total nilai proyek Rp793 miliar, ditengarai terjadi korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp313 miliar.

Dua korporasi itu adalah PT Nindya Karya (NK) dan PT Tuah Sejati (TS). Salah satunya, yakni Nindya Karya merupakan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, sejauh ini NK menjadi perusahaan BUMN sebagai tersangka korupsi.

“Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permintaan keterangan pada sejumlah pihak, dan terpenuhi bukti permulaan yang cukup, maka KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka PT NK dan PT TS,” kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/4/2018), seperti dikutip dari tirto.id.

Dua korporasi itu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan perkara korupsi dengan terpidana Heru Sulaksono, yakni Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumatera Utara dan Aceh sekaligus kuasa Nindya Sejati Joint Operation.

Heru terbukti menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait pengerjaan proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Dalam kasus yang sama sudah ada empat pelaku individu yang telah menerima vonis, termasuk Heru Sulaksono. Berdasar putusan Mahkamah Agung, Heru menerima vonis hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun dan membayar uang pengganti Rp23,12 miliar.

Sebelum penetapan ini, KPK sempat memeriksa dua orang saksi di Aceh, pekan lalu. Tim KPK yang menyambangi Aceh memeriksa seseorang berinisial RZ yang saat ini merupakan staf dari Dinas Cipta Karya Aceh. Ia tak sendiri, di saat yang sama KPK juga memanggil MA, seorang notaris Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT). Keduanya dipanggil untuk menghadap penyidik KPK, Rilo Pambudi dan tim Ditreskrimsus Polda Aceh di Mapolda Aceh, Kamis (5/4).

Laode Syarif menerangkan, ada lima penyimpangan dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama, pengerjaan dilakukan dengan pendekatan penunjukan langsung. Dua, ada upaya mengarahkan pemenangan proyek kepada PT Nindya Sejati Joint Operation.

Tiga, ada rekayasa dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan penggelembungan harga. Empat, pekerjaan utama di proyek itu justru dikerjakan oleh sub kontraktor, yakni PT BPA. Lima, pembangunan proyek dermaga itu dilakukan saat izin terkait dengan Amdal dan lainnya masih bermasalah.
KPK menduga, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati menerima keuntungan dari korupsi di proyek ini mencapai Rp94,58 miliar. Rinciannya, PT Nindya Karya mendapat keuntungan Rp44,68 miliar dari proyek tersebut. Sementara PT Tuah Sejati diduga kecipratan sebesar Rp49,9 miliar.
Menurut Laode, KPK sudah melakukan pemblokiran rekening PT Nindya Karya yang dipakai untuk menerima pengiriman uang keuntungan itu. Selain menyita uang, KPK juga menyita 3 stasiun pengisian bahan bakar di Aceh milik PT Tuah Sejati. Nilai tiga aset itu adalah Rp20 miliar.

“Sedangkan terhadap PT TS (Tuah Sejati), dilakukan penyitaan terhadap beberapa asetnya dengan perkiraan nilai Rp20 miliar, yaitu 1 unit SPBU, 1 unit SPBN (stasiun pengisian bahan bakar nelayan) di Banda Aceh, dan 1 unit SPBE (stasiun pengisian bahan bakar elpiji) di Meulaboh,” ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip detik.com.

Febri menyatakan KPK terus melakukan penelusuran aset milik Tuah Sejati. Selain itu, dia menyebut KPK telah memeriksa 128 orang saksi dalam proses penyidikan kasus ini. “Untuk memenuhi kekurangan dari dugaan penerimaan PT TS, KPK terus lakukan penelusuran aset terkait,” ujar Febri.

Hingga kini, kata dia, sekurangnya 128 saksi telah diperiksa dalam penyidikan kedua perusahaan tersebut. Unsur saksinya meliputi PNS, pensiunan dan pejabat di lingkungan Pemda Sabang, staf pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Aceh. Lalu staf, mantan staf dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS).

Demikian pula staf dan pejabat atau pengurus PT Tuah Sejati, serta staf, kepala departemen keuangan dan pejabat atau pengurus PT Nindya Karya dan Direktur Utama PT Kemenangan.

Selanjutnya, Direktur Perencanaan PT Trapenca Pugaraya, Direktur Utama PT Cipta Puga, Direktur PT Reka Multi Dimensi Karyawan PT BCP, Presiden Direktur PT VSL Indonesia, Direktur CV Total Design Engineering, pegawai PT Swarna Baja Pacific, Direktur PT Adhimix Precast Indonesia dan unsur swasta lainnya.
KPK menyangkakan PT Tuah Sejati dan PT Nindya Karya melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.

JEJAK TERSANGKA

Proyek pembangunan dermaga CT-3 Sabang yang bersumber dari APBN tahun 2006 sampai dengan 2011 ini sebelumnya telah ‘mengantarkan’ sejumlah orang ke penjara. Antara lain adalah mantan Kepala BPKS Ir Ruslan Abdul Gani, lalu ada Ramadhani Ismy dan Heru Sulaksono.

Ramadhani saat itu merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS. Sementara Heru merupakan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap kuasa Nindya Sejati Joint Operation. Keduanya dijerat Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dalam kasus itu, pada 2014 lalu Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan, terhadap mantan Deputi Teknik BPKS, Ramadhani Ismy. “Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer,” ujar Hakim Syaiful Arif di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 22 Desember 2014.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni hukuman 7 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sedangkan General Manager Divisi Konstruksi dan Properti PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam, Heru Sulaksono, divonis sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan. Heru terbukti melakukan tidak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek ini. Putusan majelis hakim terbilang lebih ringan dari tuntutan JPU yakni hukuman penjara 10 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara itu, mantan Kepala BPKS, Ir Ruslan Abdul Gani, pada tahun 2016 lalu divonis 5 tahun penjara dengan denda Rp200 juta, dan diharuskan membayar uang pengganti Rp4,3 miliar dalam kasus korupsi pembangunan dermaga BPKS Sabang itu. Vonis tersebut lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa yang menuntutnya tujuh tahun penjara.

Selain itu, KPK sebenarnya juga telah menetapkan Kepala BPKS periode 2006-2010 T Syaiful Achmad sebagai tersangka. Namun, pada November 2017 lalu, ia meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya sejak tiga tahun sebelumnya.

BUMN PERTAMA

PT Nindya Karya menjadi BUMN pertama yang menjadi korporasi tersangka korupsi. Penetapan itu diumumkan oleh KPK di Jakarta, Jumat (13/4/2018).

Lembaga anti rasuah itu menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai dua korporasi tersangka korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan kasus ini merupakan perkara pertama yang melibatkan BUMN sebagai tersangka korupsi. Dia berharap, langkah KPK ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan BUMN.

“Kami mengimbau kepada kementerian dan lembaga yang mengurus BUMN, supaya segera memperbaiki tata kelola perusahaan,” kata Laode di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (13/4/2018).

“Seharusnya BUMN-BUMN tersebut lebih bagus tata kelolanya dibanding perusahaan-perusahaan biasa,” Laode menambahkan.

Dia menjelaskan, KPK sudah mempunyai program pencegahan korupsi korporasi. Laode berharap program pencegahan itu bisa diterapkan di semua BUMN.
“Kami akan bertemu dengan BUMN, khususnya [BUMN] jasa konstruksi. Kemudian [dengan] Kementerian PUPR, kami akan bertemu lagi. Karena modus operandi yang berhubungan [dengan] bagaimana BUMN itu menyelewengkan, itu hampir sama [antara] satu proyek dengan yang lain,” kata Laode.

Nindya karya sendiri berjanji akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan korporasi.

Pembangunan dermaga itu dibiayai Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2006 sampai dengan 2011. Proyek itu dikerjakan secara bersama Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dengan membentuk kerjasama operasi yang dinamakan Nindya–Sejati, JO.

Pada 21 Februari 2018, Nindya Karya telah menerima surat dari KPK mengenai pemberitahuan dimulainya penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar tersebut, yang diduga dilakukan oleh tersangka PT Nindya Karya (Persero) bersama-sama dengan PT Tuah Sejati.
PT Nindya Karya (Persero) berjanji akan menjunjung tinggi Good Corporate Governance (GCG) dan integritas perusahaan. Perusahaan juga akan kooperatif terhadap penegak hukum terkait kasus korupsi ini.

Selain itu, hal-hal yang diminta oleh aparat penegak hukum terkait permasalahan hukum juga telah dijalankan dengan koperatif oleh PT Nindya Karya. BUMN ini pun senantiasa berkomunikasi dan berkoordinasi dengan baik kepada aparat penegak hukum demi menjalankan kegiatan bisnis yang sesuai ketentuan yang berlaku.

Selaku regulator dan pemegang saham dari PT Nindya Karya, Kementerian BUMN memastikan bahwa manajemen BUMN sekarang selalu menjalankan panduan dan penilaian GCG agar BUMN bertindak fair, profesional dan transparan dalam menjalankan bisnisnya. Penilaian dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau pihak ketiga yang telah terakreditasi.
“Score GCG ini masuk dalam Key Performance Indicator (KPI) Direksi BUMN,” kata Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan, Kementerian BUMN, Ahmad Bambang di Jakarta, Jumat (14/04/2018).

Terlebih, kini semua proyek BUMN sudah mendapatkan pengawalan hukum dari Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat dan Daerah (TP4D) Kejaksaan Agung RI. Sehingga, dalam pelaksanaan pengerjaan proyek pemerintah baik pusat ataupun daerah, BUMN bisa terbantu dari hal-hal yang menyimpang.

Menteri BUMN Rini Soemarno ikut merspon penetapan tersangka Nindya Karya oleh KPK dalam kasus korupsi dermaga Sabang. Rini menuturkan, pihaknya telah berkomunikasi dengan PT Nindya Karya terkait kasus tersebut. Dia meyakini, Nindya Karya sebagai salah satu BUMN akan mengikuti proses hukum yang berlaku.

“Komunikasi selalu terbuka dan saya tekankan kepada direksi BUMN, bahwa kami harus mengikuti aturan hukum. Kami ikuti dan dukung semua tujuan menjadi lebih baik dan bisa transparan,” ujar Rini di Taman Budaya, Sentul, Sabtu (14/4/18) seperti dikutip dari Liputan6.
Rini memastikan, kasus dugaan korupsi pembangunan dermaga bongkar Sabang oleh PT Nindya Karya tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan saat ini. Menurutnya, kinerja perusahaan pelat merah tersebut justru semakin baik.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

WhatsApp Image 2021 03 19 at 15 36 54 660x330 1
Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT melantik sekaligus pengambilan sumpah jabatan anggota Komisioner Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh periode 2021-2024 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Jum'at, (19/3/2021). [Dok. Ist]

KPI Aceh Perlu Sosialisasikan soal Penyiaran Digital ke Masyarakat