GeRAM Minta PN Meulaboh Eksekusi Putusan MA Terhadap PT Kallista Alam

GeRAM Minta PN Meulaboh Eksekusi Putusan MA Terhadap PT Kallista Alam
GeRAM Minta PN Meulaboh Eksekusi Putusan MA Terhadap PT Kallista Alam

PM, Meulaboh – Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM), meminta Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, untuk segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap PT Kallista Alam (PT KA).

Desakan tersebut disampaikan oleh belasan massa dalam aksi unjukrasa di depan PN Meulaboh, Kamis (26/10).

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pada tahun 2014, PT Kallista Alam dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Lingkungan Hidup yang Dilakukan Secara Berlanjut di lahan rawa gambut Tripa, Kabupaten Nagan Raya.

Dalam putusan tersebut, PN Meulaboh memutuskan bahwa PT Kallista Alam harus membayar Rp. 114.3 milliar ganti rugi materiil ke rekening kas negara dan Rp. 251.7 milliar untuk memulihkan sebesar 1.000 hektar lahan yang terbakar.

Fahmi Muhammad, juru bicara GeRAM, menjelaskan, tujuan unjuk rasa tersebut untuk mendorong PN Meulaboh memastikan PT KA segera membayar denda dan memulihkan lahan Gambut Tripa yang terbakar lima tahun yang lalu.

“Hasil putusan sudah ditetapkan oleh PN Meulaboh. Mahkamah Agung pun sudah menolak banding yang diajukan oleh PT KA pada 15 Agustus 2015.[1] Sudah dua tahun berjalan tetapi restorasi lahan dan denda ke kas negara sebesar Rp 366 milliar belum dibayarkan. Ini jelas-jelas telah merugikan negara”, jelas Fahmi.

Ini berarti kekuatan hukum putusan yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT KA dinyatakan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracth-van gewijsde).

Namun demikian, setelah sekian lama memberikan kesempatan kepada PT KA untuk melaksanakan putusan secara sukarela, PT KA belum juga melaksanakannya.

“Anehnya, hasil penelusuran tim kami, walaupun KLHK telah mengajukan beberapa kali surat permohonan eksekusi kepada ketua PN Meulaboh, eksekusi ditangguhkan dengan alasan PT KA sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tertanggal 28 September 2016. Padahal sebagaimana pasal 66 ayat (2) UU No. 14 tahun 1985 menyatakan bahwa PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan”, lanjut Fahmi.

Pada tanggal 18 April 2017, MA menolak PK yang diajukan PT KA, sehingga PN Meulaboh sudah seharusnya tidak menunda pelaksanaan eksekusi PT KA. Akan tetapi, faktanya, 20 Juli 2017, ketua PN Meulaboh mengabulkan permohonan untuk memberikan perlindungan hukum yang diajukan oleh PT KA penetapan No. 1/Pen/Pdt/eks/2017/Pn.Mbo.

“Anehnya lagi, PT KA kemudian menggugat kembali KLHK, Ketua Koperasi Bina Usaha, BPN provinsi Aceh, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Provinsi Aceh dengan Nomor perkara No. 14/Pdt.G/Pn.Mbo. Dengan adanya gugatan ini, PN Meulaboh berasalan bahwa eksekusi terhadap PT KA atas putusan tahun 2014 tidak bisa dilaksanakan karena menunggu hasil putusan gugatan terhadap beberapa instansi pemerintah ini,” sebutnya.

“Seharusnya, apakah perkara gugatan terhadap pemerintah ini diajukan atau tidak, tidak ada hubungannya dengan alasan PN Meulaboh melakukan penundaan putusan tersebut diatas,” tambah Fahmi.

“PT KA sepertinya sedang mencoba mencari cara agar tidak membayar denda dan PN Meulaboh hanya mencari-cari alasan untuk melakukan penundaan putusan diatas”, lanjut dia lagi.

PT KA adalah perusahaan sawit pertama yang menerima denda yang sangat besar akibat pengrusakan lingkungan hidup. Sejak putusan tersebut, ada beberapa perusahaan lain yang juga telah didenda akibat pengrusakan lingkungan, seperti PT Merbau Pelalawan Lestari dan PT Selat Nasik Indokwarsa, namun belum membayarkan denda kepada negara. Hal ini menyebabkan kerugian milyaran rupiah bagi Indonesia.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait