PM, Blangpidie – Tepat pada 14 Agustus 2018, pemerintah Akmal Ibrahim dan Muslizar MT sebagai Bupati dan wakil Bupati, genap satu tahun memimpin kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya).
Saharuddin selaku ketua lembaga Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) menilai, pemerintahan Akmal-Muslizar belum bisa membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
“Semua itu dapat kita lihat dari segi peluang kerja yang belum ada titik temu atau solusi yang tepat untuk mengantisipasi angka pengangguran di Aceh Barat Daya,” ungkapnya melalui siaran rilis yang dikirim ke pikiranmerdeka.co, Selasa (7/8).
Sebetulnya, sambung Sahar, banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk membuka lapangan kerja, apalagi Abdya juga salah satu kabupaten penghasil sawit. Pihaknya sangat menyayangkan kalau sawit di Abdya selama ini hanya menguntungkan kabupaten lain seperti Nagan Raya, Aceh Barat dan Subulussalam.
“Kalau kita lihat dari jumlah sawit yang dipanenkan tiap harinya di Abdya sudah seharusnya ada tiga Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bahkan lebih,” imbuh Sahar.
Namun ia menyayangkan sampai hari ini di Abdya belum ada berdiri satupun PKS.
“Padahal, kalau memang perencanaannya terkendala dengan anggaran, pemerintah kan bisa memberikan kesempatan dan mengajak kerja sama dengan pihak perusahaan lain,” kata dia.
Ia bertanya-tanya, apakah kendala itu ada pada kurangnya minat perusahaan untuk berinvestasi di Abdya, atau karena merasa sulit dalam proses pengurusan izin.
“Atau memang karena di Abdya tidak ada Qanun yang dapat memberikan kenyaman terhadap investasi?” ujarnya.
Maka dari itu, KRB juga menyarankan supaya ke depan pemerintah daerah Abdya bisa melahirkan Qanun tentang kenyamanan dan tata cara berinvestasi di Abdya.
“Hal ini sangat perlu karena selama ini ada beberapa perusahaan yang telah berinvestasi merasa tidak nyaman dan terganggu dengan beberapa pemahaman yang ada di kalangan masyarakat,” sarannya.
Baiknya, tambah Sahar, sebelum terjadi konflik antara masyarakat dan perusahaan, Pemda telah lebih dahulu mengeleuarkan Qanun atau aturan yang mengatur tentang tanggung jawab dalam ketentuan Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
“Masyarakat Abdya tidak akan sejahtera kalau hanya masih bergantungan kepada APBK yang ada, dan ini harus menjadi PR bagi pemerintah Sekarang,” harap Saharuddin. []
Reporter: Armiya
Belum ada komentar