PM, Lhokseumawe – Inisiator Lhokseumawe Club (ILC) membedah sejumlah isu permasalahan di Kota Lhokseumawe dalam diskusi bertema ‘Melihat Lebih Dalam Keresahan dan Permasalahan Kota Lhokseumawe’ yang digelar di The Brezze, Lhokseumawe, Selasa (11/6/2024).
Founder ILC, Rahmad Baihaqi, mengatakan diskusi tersebut mengulas mengenai persoalan pemerataan pembangunan di berbagai sektor seperti sektor ekonomi, kemiskinan, pelayanan publik, keamanan, infrastruktur, pendidikan, lingkungan hidup, dan olahraga.
Masalah tersebut menjadi sorotan, ujarnya, karena berkaitan dengan hak seluruh masyarakat Lhokseumawe untuk mendapatkan kesetaraan pembangunan.
“Seluruh elemen masyarakat harus mampu untuk menentukan siapa yang benar-benar mereka butuhkan dan mampu menjawab permasalahan Kota Lhokseumawe. Salah satu strateginya adalah masyarakat harus melihat sejauh apa sosok-sosok calon pemimpin ini menguasai permasalahan dan pendekatan seperti apa yang ditawarkan,” ujar Rahmad.
Founder ILC, Dedy Maulana, mengatakan ILC terbentuk atas kesadaran dan keresahan. Forum tersebut merupakan gerakan swadaya untuk menumbuhkan semangat anak muda agar kembali peduli dengan perkembangan Kota Lhokseumawe.
“Tentunya kita harapkan menjadi pusat edukasi anak muda, agar mereka tidak lagi terjebak dalam hal yang tidak produktif. Lebih tepatnya, gerakan ILC ini adalah salah satu hal fundamental untuk merangkul anak muda untuk selalu berkolaborasi merajut kembali seluruh stakeholder agar bersama-sama gotong royong membangun kota Lhokseumawe,” ungkapnya.
Acara dilaksanakan dengan format focus group discussion (FGD) menghadirkan tiga pemantik diskusi dari praktisi, akademisi dan LSM. Mereka yaitu Tgk Yusdedi (Ketua Majelis Adat Aceh), Ayi Jufridar (Anggota Panwaslih Lhokseumawe), Ibnu Sina (Ketua YARA Lhokseumawe) dan dipandu moderator Royhan (aktivis).
Berbagai elemen ikut hadir meramaikan diskusi ini, mereka di antaranya kalangan pemuda dan mahasiswa di Kota Lhokseumawe seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Unimal, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fisip Unimal, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Lhokseumawe-Aceh Utara, Forum Bank Sampah, juga pengusaha, mahasiswa, pegiat budaya, dan media.
Ketua Majelis Adat Aceh (MAA), Tgk Yusdedi, mengatakan untuk membangun Kota Lhokseumawe membutuhkan persatuan dari segala elemen masyarakat dan anak muda.
“Itu hal mutlak yang tak bisa ditawar, sehingga kita semua nya harus menginterprestasikan. Membangun Lhokseumawe ini tidak cukup hanya lima tahun saja, butuh waktu yang panjang. Maka dari itu perbedaan pendapat dan pilihan diantara kita itu sah-sah saja, yang penting persatuan antar sesama anak bangsa harus selalu kita jaga bersama,” ujarnya,
Anggota Panwaslih Lhokseumawe, Ayi Jufridar, menilai arah sistem pembangunan di Lhokseumawe harus lebih konsisten serta terintegrasi dari Kota sampai ke gampong. Karena menurutnyam dalam pembangunan di seluruh wilayah harus adil dan harus merata tanpa pengecualian.
“Pemerataan pembangunan di Lhokseumawe ada beberapa isu-isu aktual dalam perspektif ekonomi kerakyatan dan pemerataan pembangunan. Isu aktual tersebut antara lain, insfrastruktur, kemiskinan, penataan sektor informal, gampong kreatif, daya saing UMKM dan pasar tradisional. Selain itu, perlu adanya keberlanjutan program-program yang sudah ada,” ungkapnya.
Ketua Yasasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Lhokseumawe, Ibnu Sina, mengatakan kalangan anak muda harus berani melawan, karena mereka masih punya spirit untuk mengimplementasikan ilmu advokasinya.
“Dikarenakan Lhokseumawe mempunyai 1001 masalah, salah satunya masalah persampahan menjadi isu yang paling disorot. Dibutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi masalah ini yang tidak hanya bertumpu pada infrastruktur dan teknologi melainkan juga menekankan pada perubahan pemikiran dan perilaku. Soal sampah ini perlu pemimpin yang berani mengeluarkan regulasi ketika ada masalah,” kata Ibnu Sina. []
Belum ada komentar