Sejak Agustus 2013, dugaan korupsi pengadaan 98 unit traktor tipe sedang 4 WD di Dinas Pertanian (Distan) Aceh ditangani Polresta Banda Aceh. Namun hingga kini belum ke pengadilan bahkan mandeg begitu saja. Apakah ini pembenaran upaya penghentian kasus dengan uang Rp 1 miliar yang tersiar sebelumnya?
Kasus dengan nilai kontrak Rp 33,9 miliar sumber APBA 2013 ini mencuat ke publik tepat pada 1 Januari 2014. Berawal dari sumber-sumber anonim sebuah media online menayangkan berita tersebut. Ke-esokan harinya, 2 Januari 2014 informasi online itu diperbesar oleh media lokal dan menjadikan berita ini sebagai hadline halaman satu.
Selain media lokal, kasus yang sempat menghiasi media di awal tahun 2014 itu, juga dilansir media cetak luar Aceh. Seperti salah satu media cetak terbitan medan (waspada). Pada edisi 3 Januari 2014 mengangkat kasus ini dari sisi nuansa politis bahkan ada sumber-sumber yang menyeret nama petinggi Polda Aceh.
Juga turut mengulas adanya upaya menghentikan kasus ini dengan imbalan Rp1 miliar untuk mereka para petinggi di Polda Aceh saat itu. Penyidik Polresta yang getol mengusut kasus tersebut juga dipindah ke poisis lain di jajaran Polda Aceh.
Tudingan itu sempat membuat Polda gerah dan dibantah mentah-mentah oleh Kabid Humas Polda Aceh Kombes Gustav Leo. Kata Gustaf, Kapolda Aceh Irjen Herman Effendi tetap berkomitmen menuntaskan kasus korupsi.
“Tidak begitu, kasusnyakan tetap berjalan. Kalau Kasatreskrimnya dipindah itu karena ada kekosongan dan sesuai jenjang karir. Komitmen Kapolda kan sudah jelas tetap transparan kalau sudah ditangani nanti pasti ditanya (Kapolda) perkembangannya,”kata Gustav pada media cetak tersebut.
Hari-hari berikutnya media dan aktivis anti korusi di Aceh terus memflow-up penanganan kasus Distan ini. Posisi kasus saat ini pun bagai tidak jelas. Bahkan sebuah media cetak lokal pada edisi 9 Agustus 2014 menulis berita kasus ini dengan judul hadline halaman satu, “Ada Skenario Kasus Distan Aceh Dikaburkan”
Kepala Divisi Advokasi Korupsi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung, kepada Rakyat Aceh, Jumat (8/8), langsung menuding BPKP perwakilan Aceh, ada upaya mengkaburkan dan melindungi kasus ini. Pasalnya, Polresta Banda Aceh telah meningkatkan kasus ini ke penyidikan dan telah melayangkan surat ke BPKP untuk mengaudit nilai kerugian keuangan negara.
“Anehnya pihak BPKP malah mengeluarkan surat klarifikasi sehingga kasus ini menjadi kabur dan pihak Polresta pun menjadi bingung dalam menyelesaikan kasus tersebut,” ungkap Hayatuddin.
Tudingan GeRAK amat beralasan, sebagaimana diberitakan (harianaceh.co), 8 Juli 2014 menyebutkan pada, Senin 7 Juli 2014, BPKP Aceh sudah menyerahkan hasil audit ke Polresta Banda Aceh. Ironisnya, hasil yang diberikan itu sejenis surat yang intinya hanya menguatkan dugaan kerugian taksiran penyidik dan dugaan yang diterangkan mark-up saksi LKPP dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Disuruh meng-audit kok malah hanya memperkuat dugaan dari penyidik dan saksi. Jadi apa yang diaudit BPKP. Ini seperti ada upaya memperlambat, bahkan menghilangkan dugaan kerugian negara, sehingga kasus ini bisa tidak lanjut ke sidang. Kalau pun masuk sidang, para terdakwa akan bebas dengan audit yang begituan,” tutur sumber ini.
Penyerahan dilakukan BPKP ini diduga karena adanya desakan penyerahan hasil audit oleh kalangan aktivis anti korupsi yang berdemontrasi di depan pintu pagar gedung BPKP Aceh pada 25 Juni 2014 siang.
Dari berbagai gejolak yang terjadi di kasus ini, mengisyaratakan penanganan kasus Distan tersebut penuh nuansa yang seakan membuat kasus mengendap. Isu-isu awal pun yang menyebut adanya upaya penghentian kasus menjadi mengemuka kembali di khalayak. isu adanya upaya tutup mulut Rp 1 miliar yang tersiar sebelumnya seakan memberi pembenaran, bukan sebatas isu.
Sekedar mengingatkan, pengadaan alat pertanian di Distan Aceh ini bersumber Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) tahun 2013 senilai Rp39,2 miliar. Proyek tersebut dimenangkan oleh CV LAG dengan nilai kontrak Rp33,9 miliar. Kontrak ditandatangani, 6 Mei 2013.
Dalam perjalannya, pengadaan traktor tipe sedang 4 WD itu tidak sesuai spek seperti tertuang dalam kontrak. Harganya juga digelembungkan. Ironisnya, pihak KPA dan PPTK Distan Aceh tidak mempermasalahkan tipe traktor tersebut. Bahkan, alat pertanian ini langsung diserahterimakan pada masing-masing kabupaten/kota penerima bantuan.
Hasil penyelidikan pihak Polresta Banda Aceh yang saat itu dipimpin Kasatreskrim AKBP Erling Tanjaya, harga tipe traktor yang diadakan rekanan ini ternyata hanya senilai Rp26,1 milar saja. Sehingga, penyidik menduga selain menyalahi spek juga terjadi mark-up harga senilai Rp7,8 miliar dari nilai faktur pembelian.
Sumber-sumber lain menjelaskan, proyek ini merupakan program Gubernur Aceh untuk pertanian di Aceh tahun 2013. Kontrak proyek yang diplotkan memalui Bidang Bina Usaha Ekonomi (BBUE) Distan Aceh dengan PPTKnya seorang perempuan, berinisial DD.
Sementara KPA proyek ini ditangani oleh Kabid BBUE, awalnya berinisial AZ. Karena AZ pada bulan Juni 2013 berakhir masa dinas (pensiun), KPA kemudian berganti kepada KR. Untuk PHO proyek ini diketuai berinisial MZ. Kasus tersebut sejak pertengahan 2013 ditangani Polresta Banda Aceh.
Kapolresta Banda Aceh, Kombes (Pol) Moffan saat dimintai tanggapannya soal kelanjutan kasus ini mengatakan, tinggal menunggu hasil audit BPKP. Bila itu sudah rampung, tersangkanya akan segera ditetapkan.
“Hasil audit BPKP adalah bukti kerugian negara yang sah dalam hukum Tipikor. Kerugiannya tidak bisa diduga-duga. Kini kami tinggal menunggu hasil audit itu,” kata Moffan di Polresta, Rabu 28 Mei 2014.
Sementara dari kesaksian dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Pusat, Agung Satria Putra ST yang diperiksa polisi 1 Agustus 2013 menyebut indikasi mark-up harga pada pengadaan 98 unit traktor ISEKI AT 5407 di Distan Aceh Rp 10.058 miliar.
Sementara tersiar kabar di BPKP disebut-sebut indikasi temuan sesuai hasil audit mencapai Rp 7 miliar lebih. Namun informasi ini dibantah Kadiv Investigasi BPKP, Sudiro. Kata Sudiro, sejauh ini audit dugaan korupsi kasus pengadaan 98 unit traktor di Distan Aceh, masih berjalan.
“Itu kan informasi. Bisa saja. Tapi, jelasnya audit masih terus berjalan. Masih terus berkoordinasi dengan Polresta,” kata Sudiro. Terakhir sudiro malah menyerahkan ke Polresta sebatas hasil koordinasi, bukan hasil audit.
“Iya kami ada serahkan surat, tapi itu bukan hasil audit. Itu sejenis surat koordinasi dengan penyidik, agar memperkuat bukti sebagai pegangan kami mengaudit dugaan kerugian negara yang dimaksud,” jelas Sudiro, Kepala Divisi (Kadiv) Investigasi BPKP Aceh.
Diakui Sudiro, audit kasus itu belum berjalan atau masih tahap koordinasi. Hal itu, katanya, dari berkas yang sudah diserahkan penyidik, belum memiliki pegangan bagi auditor untuk masuk melakukan audit.
“Jangan-jangan kami masuk iya nggak ada kerugian negaranya. Maka, kami koordinasi lagi. Jadi itu surat jenis koordinasi saja. Pihak penyidik juga supaya bisa segera menggelar ekspose kasus. Ini kan belum ekspose,” imbuhnya.
Ditanya apa masih lama hasil audit itu akan kelar? Sudiro mengatakan sesuai dengan koordinasi dengan penyidik. Kalau apa yang diminta BPKP seperti bukti atas dugaaan segera disampaikan, maka audit akan berjalan. (PM-016)
Belum ada komentar