Banda Aceh – Pelaku Penyiksaan dan pembunuhan terhadap orangutan dengan menggunakan senapan angin yang terjadi di Subulussalam, akhirnya di temukan.
Penyiksaan itu mengakibatkan satu ekor bayi orangutan jantan yang berusia satu bulan mati. Sementara induknya mengalami luka parah dengan 74 butir senapan angin bersarang di tubuhnya. Kondisi induk orangutan saat ini cacat fisik.
Jika benar hasil penyelidikan pihak kepolisian menyatakan mereka merupakan pelaku utama penyiksaan dan pembunuhan orang utan. Maka hukuman yang saat ini diberikan tidaklah setimpal karena hanya berupa hukuman sosial berupa wajib azan dan membersihkan tempat ibadah selama sebulan.
Sanksi ini sangat menguntungkan pelaku tapi mengancam keberadaan satwa langka yang di lindungi di Aceh kedepannya. Deversi harus ditinjau ulang kerena kerugian yang ditimbulkan sangat merugikan Negara.
Sanksi ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya karena pelaku sudah memenuhi unsur kejahatan dan pelanggaran.
Kami berharap pelaku harus tetap dihukum sesuai aturan yang berlaku, agar dapat memberi efek jera bagi pihak-pihak yang ingin melakukan tindak kejahatan serupa.
Dalam perlindungan satwa liar di Aceh, seharusnya semua pihak berkomitmen serius dalam pelestarian satwa yang dilindungi. Jangan memberikan peluang kepada pelaku kejahatan dan membiarkan kejadian serupa terulang kembali.
Kejadian penyiksaan dan pembunuhan terhadap Hope sangat mengancam keberadaan Orangutan Sumatera dan mencoreng nama baik Aceh dimata dunia.
Ketua FORA (Forum Orangutan Aceh) Akmal Qurazi berharap masyarakat dan para pihak terkai dapat berperan aktif menjaga dan melindungi satwa liar di Aceh. “Kami sangat mengapresiasi dan mendukung lahirnya Qanun perlindungan populasi satwa liar dan habitatnya yang hari ini sedang di kaji oleh Dewan perwakilan rakyat Aceh (DPRA)”, Ungkap Akmal.
Belum ada komentar