Empat Pejabat di Aceh Tenggara Terjerat Kasus Ilegal Logging

Empat Pejabat di Aceh Tenggara Terjerat Kasus Ilegal Logging
Hutan Rusak. (Foto seputaraceh.com)

Banda Aceh – Sebanyak 4 pejabat di jajaran Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Aceh Tenggara terjerat praktik membekingi perambahan hutan pada tahun 2013. Adapun pejabat yang terjerat itu melibatkan dari Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) dan selebihnya dari jajaran eksekutif Aceh Tenggara.

“Perambahan itu juga tidak hanya melibatkan pejabat dalam tanda kutip, tapi juga melibatkan masyarakat serta masyarakat yang berpendidikan secara sistematis,” kata Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Ali Akbar, Kamis (17/4) dalam workshop Penegakan Hukum dalam Kasus-kasus Keanekaragaman Hayati yang diselenggarakan oleh Society of Indonesia Environmental Journalis (SIEJ) di Banda Aceh.

Dikatakannya, Jaksa menuntut keempat pejabat itu untuk efek jera agar tidak menyalahgunakan wewenangnya dalam melakukan praktik perambahan hutan. Dan keempat pejabat tersebut sedang bergulir di pengadilan di Kuta Cane, Kabupaten Aceh Tenggara. Namun Ali Akbar menolak menyebutkan nama-nama pejabat tersebut.

Kejahatan lingkungan menurut Ali Akbar sudah sangat sistemik, pasalnya saat ini sudah melibatkan kapital yang besar hingga sangat merusak lingkungan di Aceh. “Jadi ini butuh kerjasama semua pihak untuk memberantas perusakan lingkungan, kalau Jaksa itu ibarat pemadam kebakaran, setelah terjadi baru bertindak,” ujarnya.

Agar tidak seperti pemadam kebakaran, kata Ali Akbar, butuh semua stakeholder terlibat untuk mendorong pencegahan. Baik itu dari elemen masyarakat sipil, kemudian juga para jurnalis yang juga bisa mencegah kerusakan lingkungan dari laporan-laporan pemberitaannya.

Sementara itu salah seorang hakim tinggi di Aceh, Wahidin mengkritisi Pemda harus terlibat aktif untuk mencegah kerusakan lingkungan. “Daerah juga memiliki andil besar untuk selamatkan lingkungan, daerah bisa saja menuntut yang merusak lingkungan tanpa harus menunggu dari pemerintah pusat,” ujar Wahidin.

Dia menambahkan, regulasi tindak pidana khusus lingkungan itu pelaku dihukum tidak hanya pelaku perambahan, akan tetapi juga bisa dihukum sampai pejabat pemberi izin dan juga pejabat yang lalai melakukan pengawasan. “Jadi semua bisa dijerat meskipun tidak melakukan perusakan secara langsung,” tutupnya.

[merdeka.com]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait