Tiang-tiang kayu bersegi delapan terpacak ke lantai keramik putih. Ada 16 tiang menopang. Sementara dinding kayu berukiran motif Aceh mengelilingi bangunan empat persegi tersebut. Di tiap sudut, warna cokelat mendominasi.
Bila Anda melintasi jalan Banda Aceh-Medan, saat memasuki wilayah Meureudu, Pidie Jaya, tentu akan menemukan bangunan dengan ciri khas bubungan tiga tingkat dengan satu kubah. Inilah Masjid Beuracan atau dikenal juga dengan nama Masjid Teungku di Pucok Krueng. Masjid berarsitektur klasik ini berada di dekat masjid lain yang bergaya modern.
Masjid Beuracan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada 1607-1636 Masehi oleh Teungku Chik Di Pucok Krueng atau Teungku Abdussalim. Ulama dari tanah Arab ini datang ke Meureudu melalui Selat Malaka dan menetap di Pucok Krueng untuk mengajarkan agama Islam.
Selain ulama, ia dikenal sebagai ahli pertanian dengan sebutan Poh Roh alias Peuget Blang. Di masanya, ia mampu merintis 25 yok—1 yok sama dengan 1 hektare—areal persawahan menjadi aset pengelola masjid atau lazim disebut Tanoh Meusara. Tanah ini dikelola untuk kemakmuran masjid.
Masjid Beuracan berada di atas tanah wakaf seluas 40 x 40 meter. Pernah direnovasi pada 1997 tapi tanpa mengubah bentuk, hanya penambahan bagian belakang di sisi barat. Pada 1990 direnovasi lagi oleh Bagian Museum dan Purbakala Departemen Pendidikan Kebudayaan Aceh. Saat itu, dinding seluruh bagian masjid ditambah. Tiang-tiang dan atap yang rusak juga diganti.
Masjid Beuracan yang eksotis ini memiliki guci yang airnya digunakan sebagai penawar segala penyakit. Guci ini disebut Guci Siam. Diameter mulutnya 35 sentimeter, diameter badan 80 sentimeter dan tingginya sekitar 92 sentimeter. Tak sedikit orang berdatangan bahkan dari luar daerah untuk melepaskan nazar di masjid tersebut.
Namun, ada larangan mengambil air di guci bagi perempuan yang sedang berhalangan. Larangan itu bisa dibaca dengan jelas pada tulisan yang telah dipajang panitia masjid. Jika dilanggar, saat malam tiba tikus bakal masuk ke dalam guci bertuah tersebut.[]
Teks dan Foto: Oviyandi Emnur
Belum ada komentar