Ekonomi halal Indonesia berpotensi mendorong perekonomian bangsa. Keberadaannya bisa menyumbang produk domestik bruto (PDB) pertahun sebesar USD3,8 miliar, menarik investasi asing secara langsung sebesar USD1 miliar, dan melahirkan 127.000 lapangan kerja baru per tahun.
Proyeksi potensi ekonomi halal itu tercantum dalam Indonesia Halal Economy & Strategy Roadmap. Untuk mewujudkan roadmap itulah Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC) telah menggandeng Dinar Standard, perusahaan dunia yang terkemuka dalam bidang penasihat nilai etika Islam.
Chairman IHLC Sapta Nirwandar mengungkapkan, roadmap yang merupakan laporan juga akan menjadi panduan untuk mendorong kegiatan ekspor Indonesia, investasi, dan pembukaan lapangan kerja terkait ekonomi halal di Tanah Air.
“Laporan ini memperkuat posisi dasar Indonesia sebagai mesin ekonomi halal dunia. Kami akan melakukan sosialisasi kepada seluruh stakeholder ekonomi halal sehingga dampaknya lebih signifikan,” ujar Sapta.
Laporan perdana ini membeberkan Indonesia memiliki potensi pasar domestik ekonomi halal terbesar di dunia yang dimotori oleh populasi muslim terbesar dengan jumlah 219 juta jiwa pada 2017.
Indonesia juga memiliki kekuatan belanja domestik pada produk dan jasa ekonomi halal dengan mencapai USD218,8 miliar pada 2017. Angka ini diproyeksikan akan terus bertumbuh dengan 5,3% CAGR (Compounded Average Growth Ratio /Rasio Pertumbuhan Rata-Rata Gabungan mencapai USD 330,5 miliar pada 2025.
Sebagai tambahan, laporan ini juga menyoroti Indonesia sebagai pengekspor produk ekonomi halal terbesar di antara negara-negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim dengan nilai USD7,6 miliar pada 2017.
“Posisi kita masih lemah da lam kemampuan ekspor pro duk halal dan negara sedang membutuhkan ekspor yang besar saat ini untuk neraca perdagangan yang lebih positif,” ujarnya.
Laporan itu menyebutkan peluang yang terbuka untuk meraih pertumbuhan secara signifikan. Hal ini mengingat pada saat ini Indonesia hanya mewakili 3,3% ekonomi halal dunia dari sisi kegiatan ekspor yang mencapai USD249 miliar pada 2017. Untuk diketahui, laporan ini mengacu pada definisi ekonomi halal.
Menurut definisi, ekonomi halal terdiri atas sektor-sektor produk dan jasa yang intinya dipengaruhi secara struktural oleh hukum Islam, perilaku gaya hidup dan praktik bisnis yang digerakkan oleh nilai-nilai.
Sektor-sektor yang difokuskan pada laporan ini adalah makanan halal, keuangan Islam, produk halal, fashion, wisata ramah muslim, serta media dan rekreasi bertema Islami. Sapta mengaku pihaknya merasa bangga dapat memberikan panduan yang dapat dilaksanakan industri-industri Indonesia untuk mendorong pertumbuhan mereka melalui ekonomi halal yang saat ini bertumbuh dengan pesat.
Apalagi panduan itu sudah menghubungkannya dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. “Setelah pemilihan presiden yang akan segera berlangsung, terlepas dari siapa pun pemenangnya, laporan ini akan memberikan wawasan sebagai salah satu pemegang pe ranan kunci dalam penyusunan rencana-rencana pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Dia lantas berharap, proyek yang digarap IHLC bersama Dinar Standard ini bisa menginspirasi dan memberdayakan para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia, pemimpin bisnis, pengusaha, pejabat pemerintah, dan badan industri untuk mengevaluasi dan mengembangkan strategi pasar berdampak tinggi, komprehensif, dan dapat di tindak lanjuti yang membahas peluang ekonomi halal dunia.
Managing Director/CEO DinarStandard (Dubai & USA) Rafiuddin Shikoh menuturkan, saat ini sejumlah negara sudah secara aktif menggerakkan pertumbuhan ekonomi halal. Negara dimaksud antara lain Malaysia, UEA, Thailand.
Mereka mampu meraih hasil baik meskipun PDB-nya lebih kecil dan memiliki populasi muslim yang jauh lebih rendah daripada Indonesia. “Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar, tetapi belum dapat menangani proposisi ekonomi halal dengan jelas.
Sekarang adalah waktunya bagi Indonesia memperbaiki ketidakseimbangan ini dan mengambil posisi kepemimpinannya dalam peluang bisnis global yang tumbuh dengan cepat dan belum digarap secara baik,” papar Rafiuddin.
Sementara itu Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Dadang Muljawan mengatakan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah memerlukan data dan informasi kondisi ekonomi dan keuangan syariah. Salah satu caranya melalui pemetaan ekonomi dan usaha syariah.
“Kami siap bekerja sama dengan sta keholder ekonomi halal lainnya untuk mengembangkan potensi ekonomi nasional,” ujarnya dalam kesempatan sama.
Selama ini menurutnya belum ada pemetaan ekonomi syariah secara lintas industri dan sektor usaha yang me nyediakan produk atau jasa halal. Baru ada secara parsial semisal wisata syariah seperti yang dilakukan Kementerian Pariwisata.
Kadin Teken MoU dengan BPJH
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Timur Tengah dan Organisasi Kon ferensi Islam (OKI) menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di Jakarta kemarin. Fachry Thaib, Ketua Kadin Komite Tetap Timur Tengah dan OKI, menandaskan, dengan MoU ini pihaknya siap ikut membantu dalam sosialisasi keberadaan UU JPH, utamanya di lingkup dunia usaha.
Menurut dia, jauh sebelum lahirnya BPJPH, pihaknya telah beberapa kali menyelenggarakan diskusi baik melalui forum terbuka maupun focus group discussion (FGD) yang men coba mengupas manfaat dan kendala implementasi UU JPH (UU No 33 Tahun 2014) baik secara domestik maupun kepentingan ekspor produk halal.
“Kadin sebagai wadah organisasi pelaku usaha merasa perlu di samping melakukan sosialisasi dan mendukung keberadaan UU JPH ini, juga memberikan masukan kepada pemerintah agar UU JPH ini tidak mendapatkan kendala dalam implementasinya,” ungkap Fachry.
(Hafid Fuad/Koran SINDO)
Belum ada komentar