PM, Jakarta – Parlemen Iran melantik Ebrahim Raisi sebagai presiden pada Kamis (5/8) menggantikan Hassan Rouhani yang habis masa jabatan.
“Di hadapan Al-Qur’an dan bangsa, saya bersumpah kepada Allah S.W.T., untuk menjaga agama dan Republik Islam serta undang-undang dasar,” kata Raisi saat disumpah di hadapan parlemen yang disiarkan di televisi, seperti dilansir Reuters, Jumat (6/8).
Raisi yang mendapat dukungan langsung dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, akan menjalankan masa pemerintahan selama empat tahun. Karena kedekatan dengan Khamenei, pemerintahan Raisi diperkirakan akan diisi oleh para politikus kelompok garis keras Iran.
Parlemen Iran melantik Ebrahim Raisi sebagai presiden pada Kamis (5/8) menggantikan Hassan Rouhani yang habis masa jabatan.
“Di hadapan Al-Qur’an dan bangsa, saya bersumpah kepada Allah S.W.T., untuk menjaga agama dan Republik Islam serta undang-undang dasar,” kata Raisi saat disumpah di hadapan parlemen yang disiarkan di televisi, seperti dilansir Reuters, Jumat (6/8).
Raisi yang mendapat dukungan langsung dari Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei, akan menjalankan masa pemerintahan selama empat tahun. Karena kedekatan dengan Khamenei, pemerintahan Raisi diperkirakan akan diisi oleh para politikus kelompok garis keras Iran.
“Rakyat Iran berharap pemerintahan baru akan memperbaiki kehidupan mereka. Seluruh sanksi AS yang tidak sah terhadap Iran harus dicabut,” kata Raisi.
Raisi juga masuk dalam daftar pejabat Iran yang mendapat sanksi dari pemerintah AS selama beberapa bulan karena diduga melanggar hak asasi manusia ketika dia menjabat sebagai seorang hakim. Raisi dituduh berperang dalam eksekusi ribuan tahanan politik di Iran pada 1988.
Meski begitu, Iran membantah tuduhan pembantaian itu.
Di sisi lain, kelompok oposisi di Iran khawatir pemerintahan Raisi yang dekat dengan kelompok garis keras bakal membuat mereka semakin ditekan.
Iran saat ini sedang berupaya keras supaya terbebas dari jerat sanksi ekonomi AS dan dunia akibat program pengayaan uranium dan pembuatan rudal jarak jauh.
Pemerintah AS di masa Presiden Donald Trump kembali menjatuhkan sanksi bagi Iran dan menarik kesepakatan perjanjian nuklir (JCPOA) yang diteken 2015 dengan alasan Iran tetap melanjutkan program rudal jarak jauh dan terlibat dalam sejumlah konflik di Timur Tengah.
Sanksi itu membuat Iran terseok-seok karena mereka kesulitan menjual minyak bumi yang merupakan salah satu komoditas ekspor yang utama ke negara lain. Karena pemasukan negara seret, Iran juga mengalami kesulitan mengimpor komoditas lain, termasuk obat-obatan dan alat kesehatan untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Perundingan pencabutan sanksi Iran dan kelanjutan kesepakatan pembatasan pengayaan uranium dengan AS yang digelar di Wina, Austria, terakhir dilakukan pada 20 Juni lalu dan belum menghasilkan kesepakatan apapun.
Selain itu, Iran juga terus bertikai dengan Israel yang menjadi musuh bebuyutan di Timur Tengah.
Menanggapi pelantikan Raisi, AS mendesak sang presiden segera melanjutkan perundingan.
“Kami berharap Iran mengambil kesempatan itu karena celah diplomasi tidak akan selalu terbuka,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price.[] Sumber: CNN Indonesia
Belum ada komentar