Penyegelan Sekretariat KNPI Aceh menyisakan duka bagi sekelompok perempuan Aceh. Aktivitas mereka di kantor itu terhenti, sehingga menguburkan impian meperbaiki ekonomi keluarga.
Setelah salat magrib, Fatimah bergegas ke Jalan T Hasan Dek, Jambo Tape. Dia dan belasan anggota Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera (PMAS) berbaur dalam kerumunan massa di halaman Sekretariat KNPI Aceh, kantor bernomor 166.
Sabtu malam terakhir 2016 itu, Fatimah dan kawan-kawannya sengaja merapat ke titik sentral perseteruan DPP KNPI Aceh dengan KNPI Aceh. Sebab, didengarnya ada Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin di sana.
“Ada aspirasi yang ingin kami sampaikan langsung ke beliau,” cerita Fatimah (40), Ketua Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera. “Kami tidak mau selalu menjadi korban,” sambungnya kepada Pikiran Merdeka, Rabu (04/01/2017) siang.
Menurutnya, di balik pertikaian DPP KNPI Aceh dengan KNPI Aceh, ada hal lebih penting menyangkut hajat hidup sebagian masyarakat Aceh. “Di sana kami beraktivitas untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan, ujarnya.
Fatimah dan 16 anggota Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera baru tiga kali pertemuan menjalani kursus menjahit di Sekretariat KNPI Aceh. Tapi di pertemuan keempat, Jumat 30 Desember 2016, kegiatan mereka harus berhenti.
Pasalnya, Sekretariat KNPI Aceh, sudah diambil-alih oleh kelompok pemuda dari DPP KNPI Aceh. Mereka mendapati beberapa bagian kantor sudah rusak. “Satu mobil operasional KNPI Aceh yang terparkir di halaman juga rusak,” sebut Fatimah.
Menurutnya, ada satu kelompok pelatihan lagi di tempat yang sama. Pesertanya kaum ibu dari sejumlah OKP. Mereka, kata dia, melihat langsung aksi perusakan itu pada Jumat pagi.
“Awalnya kami sangat bersyukur saat KNPI Aceh izinkan kami menggunakan ruangan dan fasilitas mereka,” kata muallaf keturunan Tionghoa itu.
Namun, perseteruan di KNPI, membuat impian mereka ikut terkubur. Sebagai ketua perkumpulan, Fatimah yang memimpin usaha anggotanya menerima orderan pelanggan, kini harus gigit jari. Mereka tak punya mesin jahit sendiri.
Baca: KNPI Aceh Melawan Pengkhianatan
COBAAN PERTAMA
Sejak dicetus pada 7 Maret 2012, ungkap Fatimah, itulah kesempatan pertama diperoleh Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera untuk meningkatan kapasitas muallaf, khususnya kaum ibu.
Dia menjelaskan, pihaknya mendapat bantuan dari Baitul Mal Aceh pada pengujung 2016. Berupa dana untuk modal usaha. Namun ia meminta modal usaha itu diganti dengan bantuan mesin jahit.
“Baitul Mal Aceh menyetujui, tapi dengan syarat, penerima bantuan itu haruslah orang yang sudah punya skill dasar menjahit,” tuturnya.
Dari 17 unit diajukan, Baitul Mal Aceh memberikan 12 mesin jahit siap pakai, setelah melalui proses seleksi terhadap calon penerima. Fatimah tetap bersyukur. Setidaknya bantuan itu akan memudahkan usaha mereka menjalankan bisnis konveksi rumahan kelak.
Setelah mendapat bantuan mesin, Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera ajukan bantuan penggunaan fasilitas pada DPD I KNPI Aceh. Dia juga mengikutsertakan 5 peserta yang belum dapat mesin jahit dalam kursus itu.
Dia lantas mengajukan pemakaian 17 unit mesin jahit di Sekretariat KNPI Aceh. Pelatihannya digelar selama satu bulan, dari akhir Desember 2016 sampai akhir Januari 2017, dengan jadwal pertemuan pukul 15.00 hingga 17.00 WIB.
Tak disangka Fatimah, kegiatan itu berhenti pada pertemuan keempat. Padahal, tujuan utama mereka ikut kursus, untuk membantu perekonomian keluarga dari hasil menjual produk dan jasa jahit pakaian.
“Harapan kami hanya satu, Sekretariat KNPI Aceh tetap dibuka walaupun mereka punya masalah internal,” kata Fatimah kepada Pikiran Merdeka.
Sebab itu, dia berang dan ingin menyampaikan langsung kepada Kapolresta Banda Aceh, pada Sabtu malam dua pekan lalu. “Pak, kami perempuan selalu jadi objek penderitaan,” ujar Fatimah di antara kerumunan ke hadapan Kombespol T Saladin SH. ”Kami ingin kantor ini tetap buka untuk kegiatan kami,” sambungnya.
Baca: Kisruh KNPI, Polisi Hanya Usut Tindak Pidana
Namun dengan tegas, Kapolresta Banda Aceh membalas, “Kami tidak buka forum tanya-jawab. Kami hanya mengamankan!”
BUKAN LIPAT KERTAS
Pelatihan keterampilan seperti diikuti anggota Persatuan Muallaf Atjeh Sejahtera, menurut Ketua KNPI Aceh Jamaluddin, sangat penting bagi kemajuan pemuda Aceh untuk melepaskan diri dari jerat kemiskinan.
KNPI Aceh, kata dia, sudah semenjak dipimpin alm H Dimurthala membantu atau memfasilitasi kegiatan kepemudaan di Aceh, sesuai dengan visi-misi organisasi.
Ia menyebutkan, misalnya selama ia memimpin hingga Desember 2016, KNPI Aceh sudah membina 200 usaha untuk pemuda seluruh di Aceh.
“Katakanlah ada 800 ribu pemuda dari 5 juta penduduk Aceh, dan kita baru membina nol sekian persen, masih banyak PR,” ungkapnya kepada Pikiran Merdeka, awal pekan pertama 2017.
Dia menuturkan, setiap tahun KNPI Aceh mendapat suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh. Dirincikannya, selama ia menjabat Ketua DPD I KNPI Aceh, dana yang diberikan terbilang kecil.
KNPI Aceh hanya mendapat anggaran Rp3 miliar pada 2014, lalu pada 2015 cuma diberikan Rp2,5 miliar dari usulan Rp12 miliar lebih, berikutnya mendapat Rp4 miliar dari Rp22 miliar yang diajukan.
Menurutnya, permohonan dana sebesar itu wajar. Sebab, pelatihan mereka berjangka panjang dan langsung praktik lapangan. “Kami tidak pernah bikin program ‘lipat-lipat kertas’. Tapi kami selalu membuat program yang berkenaan langsung dengan peningkatan skill pemuda,” jelasnya.
Selama ini, sebut dia, KNPI Aceh setiap tahun bekerjasama dengan instansi lain atau mengajukan permohonan anggaran ke Pusat yang bersumber dari APBN, mengingat banyaknya pengangguran di Aceh.
Ketika Sekretariat KNPI Aceh yang biasa memfasilitasi kegiatan pemuda Aceh dirusak lalu ditutup, upaya mengatasi kemiskinan terhambat. “Ini punca persoalannya, masalah sosial,” dia mendeskripsikan.
Dia yakin, jika pemuda dibina dengan baik, persoalan pengangguran lekas selesai. Dia berujar, “Anak muda jangan dibuat galau.”[]
Belum ada komentar