Dua Fotografer Pamerkan Potret Hutan Aceh Satu Dekade Terakhir

IMG 20210317 WA0018
Dua Fotografer Pamerkan Potret Hutan Aceh Satu Dekade Terakhir

PM, Banda Aceh – Dua fotografer di Kota Banda Aceh, Junaidi Hanafiah dan Zulfan Monika, bakal memamerkan potret hutan Aceh yang direkam dalam satu dekade terakhir.

Sedikitnya 100 lembar foto ditampilkan dalam pameran bertajuk ‘Hilang Tak Terganti’ yang digelar secara daring melalui kanal YouTube Fendra Tryshanie pada Jumat-Minggu (19-21 Maret 2021).

Dalam keterangan pers, Rabu (17/3/2021), Junaidi Hanafiah mengatakan foto-foto yang dipamerkan itu direkamnya sejak 2008, sementara Zulfan Monika sejak 2007.

Keduanya bukan hanya mengabadikan kekayaan dan keberagaman isi hutan Aceh, melainkan juga kerusakan hutan yang makin meningkat dalam beberapa tahun ini. Perburuan satwa dilindungi yang terjadi saban tahun di Aceh juga tidak luput disorot lensa kamera.

Selama keluar-masuk hutan dalam sedekade ini, Junaidi Hanafiah menuturkan, mereka kerap terkendala akses sulit dan tantangan berat. Misalnya, ketika dia memasuki kawasan hutan yang baru saja dirambah secara liar atau pertambangan ilegal dalam kawasan hutan lindung.

“Memasuki kawasan-kawasan seperti itu sangat sulit, selain medan yang berat, juga berbahaya kalau seandainya keberadaan saya sebagai fotografer diketahui perambah atau penambang liar,” ujar jurnalis yang fokus meliput isu lingkungan di Aceh ini.

Dalam 10 tahun ini, tambah Junaidi, banyak perubahan terjadi di hutan Aceh. Misalnya, luas tutupan hutan berkurang dan beberapa jenis satwa kini mulai sulit ditemukan.

“Seperti jenis-jenis burung dan satwa yang sangat terancam punah, salah satunya burung murai batu sudah sangat sulit ditemukan di hutan,” tuturnya.

Melalui pameran itu, Junaidi ingin memperlihatkan wajah hutan Aceh yang sudah sekarat sehingga membutuhkan kepedulian semua pihak dengan menjadikan perkara lingkungan sebagai isu penting.

“Kejahatan lingkungan juga harus menjadi kejahatan yang luar biasa, sama dengan korupsi dan narkoba,” sebutnya.

Sementara itu, Zulfan Monika merekam tumbuhan dan satwa yang beragam dalam hutan Aceh. Menurutnya, suatu saat keindahan rimba Aceh tersebut bakal hilang seiring maraknya kejahatan lingkungan. Terlebih, ketika memotret dalam hutan, Zulfan kerap berjumpa dengan pemburu.

“Dalam hutan, kami seperti berlomba dengan pemburu. Kadang-kadang pada saat menunggu satwa muncul, justru yang datang adalah pemburu. Bahkan, sampai terjadi keributan,” ujar fotografer dari Tropical Society ini.

Keberadaan pemburu membuat sejumlah satwa dilindungi makin sulit ditemukan dalam rimba. Zulfan mencontohkan burung rangkong gading yang dulu sering terlihat ketika melintas di jalan yang sisi kiri dan kanannya hutan.

Namun, kini suara khas burung itu saja menjadi hal yang sulit ditemukan, bahkan dalam hutan.

“Melalui pameran ini kami mencoba menggugah semua pihak untuk menyelamatkan hutan Aceh yang tersisa ini. Kalau ini hilang, bukan hanya Aceh akan kehilangan kekayaan hutannya, melainkan kita juga akan menuai bencana,” kata Zulfan.

Zulfan menaruh harapan besar pada Pemerintah Aceh agar punya keinginan merawat hutan Aceh melalui kebijakan. Sementara anak muda Aceh yang bergiat pada bidang multimedia diharapkan ikut merekam kekayaan hutan Aceh.

“Harapannya kita punya data lengkap tentang isi hutan Aceh, karena yang hilang di hutan Aceh tidak akan terganti,” sebutnya.(*)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Berdialog dengan Allah SWT
Berdialog dengan Allah SWT

Berdialog dengan Allah SWT