PM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Sumarsono. Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018.
“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IY (Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 9 Agustus 2018.
Penyidik juga mengagendakan pemeriksaan terhadap dua pejabat Kemendagri lainnya yakni Sesditjen Bina Keuangan Daerah Indra Baskoro dan Direktur Fasilitas Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Muhammad Ardian Novianto. Keduanya akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
Belum diketahui apa yang akan digali penyidik dari ketiga pejabat Kemendagri tersebut. Diduga, penyidik akan mengonfirmasi aliran dana otsus Aceh yang disalahgunakan oleh Irwandi Yusuf.
KPK sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu yakni, Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah, Ahmadi, serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Dalam kasus ini, Irwandi Yusuf diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi Yusuf meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi.
Namun, Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Irwandi Yusuf lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. [medcom.id]
Belum ada komentar