PM, Banda Aceh – Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Aceh mendapat sorotan atas lambatnya respons terhadap permintaan Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal ZA, untuk mengumumkan secara terbuka daftar 3.000 penerima bantuan rumah dhuafa. Program yang menggunakan anggaran lebih dari Rp 250 miliar melalui APBA 2025 itu diserukan agar lebih transparan.
“Pj Gubernur sudah meminta agar Dinas Perkim Aceh mempublikasikan nama-nama penerima bantuan rumah dhuafa. Namun hingga kini, instruksi tersebut belum dijalankan,” ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, pada Jumat (6/12/2024).
Alfian mendesak Plt. Kepala Dinas Perkim Aceh, Teuku Aznal Zahri, segera mempublikasikan data penerima. Menurutnya, transparansi dalam pendistribusian bantuan adalah hal yang krusial dan informasi semacam ini tidak termasuk dalam kategori yang dikecualikan.
“Pj Gubernur sudah menegaskan bahwa penerima bantuan rumah dhuafa harus diumumkan. Jadi, tidak ada alasan untuk menutupi data ini, kecuali ada pihak yang mencoba bermain-main dengan program ini,” tegas Alfian.
Ia juga mengungkapkan sejumlah temuan MaTA dalam investigasi sebelumnya, seperti penerima bantuan yang tidak memenuhi syarat namun tetap mendapatkan rumah karena faktor afiliasi politik atau kepentingan tertentu. Bahkan, beberapa penerima yang benar-benar layak justru dikenai pungutan liar hingga Rp 20 juta per unit rumah.
“Kami menemukan kasus di mana rumah dialihkan kepada pihak lain karena penerima asli tidak mampu membayar pungutan tersebut. Selain itu, banyak rumah yang kualitasnya tidak sesuai spesifikasi, seperti beton retak atau penggunaan kayu berkualitas rendah untuk kusen dan pintu,” jelas Alfian.
Ia juga menyebutkan bahwa beberapa rumah bantuan tidak dilengkapi fasilitas dasar seperti MCK, sehingga tidak layak disebut sebagai tempat tinggal. Alfian berharap masalah serupa tidak lagi terjadi pada program tahun 2025.
Publik, lanjutnya, memiliki hak untuk mengetahui data penerima bantuan agar dapat ikut serta mengawasi pelaksanaannya. “Jika data penerima tidak dipublikasikan, maka ada kekhawatiran masalah yang sama akan terus berulang. Akibatnya, program ini tidak akan pernah selesai, dan pemerintah gagal menentukan target kebutuhan rumah dhuafa secara jelas,” ungkapnya.
MaTA juga menyuarakan kekhawatiran terhadap rekam jejak Plt. Kadis Perkim Aceh, Teuku Aznal Zahri, yang sebelumnya pernah terlibat kasus pemalsuan pangkat untuk menduduki jabatan tertentu.
“Dengan rekam jejak seperti itu, kami mendesak agar kinerjanya diawasi secara ketat untuk mencegah terulangnya penyimpangan. Publikasi data penerima rumah dhuafa adalah langkah penting untuk menciptakan akuntabilitas,” pungkas Alfian.
Belum ada komentar