Pabrik padi bantuan Kementan senilai Rp1 miliar untuk kelompok tani, mulai tak terurus. Bahkan perpeluang jadi milik keluarga Bupati Bireuen karena dibangun di lahan mereka.
Menggunakan dana APBN 2013, Kementerian Pertanian (Kementan) mengucurkan bantuan Rp1 miliar lebih untuk Kabupaten Bireuen. Bantuan itu dalam bentuk bangunan pabrik padi, alat pengering padi (tipe vertical dryer), sarana penggilingan padi atau Rice Milling Unit (RMU), combine harvester (alat pemotong padi), dan kendaraan pengangkut hasil panen merk Viar.
Pabrik padi bantuan untuk Kelompok Tani Geureundong Jaya itu dibangun di atas lahan milik keluarga Bupati Bireuen Ruslan M Daud di Gompong Cot Geureundong, Kecamatan Jeumpa. “Penggunaan lahan itu hanya berbekal perjanjian hibah antara pemilik lahan dengan Kelompok Tani Geurendong Jaya,” ujar Saiful Fuddin, Geusyik Cot Geureundong, Kecamatan Jeumpa.
Dia menjelaskan, dalam perjanjian hibah hanya disebutkan bahwa pinjam pakai lahan itu untuk jangka waktu 10 tahun. “Untuk tahun berikutnya akan dibuat perjanjian baru,” kata Saiful.
Pantauan Pikiran Merdeka, bantuan Kementan tersebut dibangun menyatu dengan bangunan milik pribadi keluarga Bupati Bireuen. “Karena itu, awalnya saya tidak tahu kalau pabrik padi tersebut adalah bantuan. Saya pikir ini milik pribadi keluarga bupati,” ungkap Saiful.
Menurut dia, dirinya baru diberitahukan bahwa pabrik tersebut merupakan bantuan Kementan menjelang peresmiannya pada 30 Oktober 2014. Kala itu diresmikan Direktur Pasca Panen Kementan, Pending Dadik Permana. Antara lain dihadiri Bupati Bireuen Ruslan M Daud, Wabup Mukhtar, para kepala SKPK, dan unsur Muspida Kabupaten Bireuen.
TAK TERURUS
Bantuan yang digadang-gadang Pemkab Bireuen sebagai kilang padi model itu, kini kondisinya seperti tak terurus. Saat didatangi Pikiran Merdeka, Jumat (7/10/2016), pabrik padi tersebut terlihat terbangkalai. Halaman sekitar pabrik dipenuhi semak setiggi lutut dan seorang warga terlihat sedang memotong rumput untuk pakan ternak. Tidak ada tanda-tanda pabrik tersebut beroperasi, bahkan mulai terkesan angker.
“Pabrik tersebut memang sudah beberapa bulan ini tidak beroperasi, mungkin karena tidak ada modal untuk membeli gabah dari para petani,” kata Geusyik Saiful.
Saat menjalankan roda produksi awal kilang padi itu, papar dia, Kelompok Tani Geureundong Jaya hanya mengandalkan hasil menyewakan combine atau mesin pemotong padi yang total dananya Rp20 juta. “Bahkan saya ikut membantu menyuntikkan dana, sehingga pabrik padi ini bisa berjalan,” sebutnya.
Namun, jelas Saiful, belakangan terjadi kerusakan pada mesin combine sehingga dana tersebut terpakai untuk perbaikannya. “Saat ini Kelompok Tani Geureundong Jaya tidak memiliki dana, sehingga tidak bisa mengoperasikan kilang padi,” uangkapnya.
Ketua Kelompok Tani Geurendong Jaya Abdurrahman menyebutkan, jabatan itu dipercayakan kepadanya saat pabrik padi itu sudah tidak beroperasi secara normal. “Ketika peralihan kepemimpinan dari Rusli kepada saya beberapa bulan lalu, Kelompok Tani Geureundong Jaya tidak memiliki kas sama sekali,” katanya.
Karena itu, lanjut Abdurrahman, dirinya sulit menjalankan produksi kilang padi tersebut. “Kami juga tidak mendapatkan suntikan dana dari Pemerintah Kabupaten Bireuen,” sebutnya.
Menurut dia, tim dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bireuen hanya datang ketika terjadi kerusakan pada mesin combine. “Selebihnya tidak pernah datang dan sampai saat ini belum ada suntikan modal dari pemerintah daerah,” kisah Abdurrahman.
Sementara itu, pihak Dinas Pertanian dan Peternakan Bireuen mengakui bahwa kilang padi bantuan itu dibangun di atas lahan milik Farida M Adam, istri Bupati Bireuen Ruslan M Daud. “Bangunannya kecil karena sebagian dari bangunan lain adalah milik pribadi ibu bupati (Faridah),” ujar Ir Hj Meutia, Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Bireuen.
Dia menjelaskan, bantuan pabrik padi itu bersumber APBN 2013 yang anggarannya mencapai Rp1 miliar lebih. “Anggaran itu digunakan untuk bangunan dan mesin pabrik padi komplit,” sebut Meutia.
Dikatakannya, tidak ada kesepakatan spesifik terkait pembangunan pabrik padi di lahan milik istri bupati. “Hanya perjanjian di atas materiai untuk pinjam pakai lahan selama 10 tahun. Setelah itu, akan dibicarakan ulang dengan kelompok tani,” ungkapnya.
Meutia memastikan, setelah 10 tahun pihak Dinas Pertanian dan Peternakan akan melakukan inventarisir kembali terhadap kondisi aset bantuan tersebut. “Selanjutnya kami akan mengirimkan laporan kepada Pemerintah Pusat,” katanya.
Terkait penggunaan lahan pribadi istri bupati itu, lanjut Meutia, dikarenakan saat itu tidak ada lahan dari masyarakat yang bersedia dibebaskan. “Setelah sekian lama proses pencarian lahan tidak membuahkan hasil, sehingga pihak dinas mengambil kebijakan untuk membuat kesepakatan pinjam pakai lahan milik ibu bupati,” katanya.
Meutia menambahkan, langkah itu diambil agar program tersebut bisa terealisasi. “Kan sayang, kalau bantuan Pusat itu batal gara-gara tidak ada lahan,” sebutnya.
Dikatakannya, saat ini pabrik padi terebut telah menjadi aset Kelompok Tani Gereundong Jaya dan tidak masuk dalam daftar aset Pemerintah Kabupaten Bireuen. “Pemkab membuat perjanjian dengan kelompok tersebut agar memanfaatkannya dengan baik. Namun hanya alat yang mereka pakai, sementara lahan tetap milik pribadi keluarga bupati,” papar Meutia.
Diakuinya, semula pemerintah berencana membangun pabrik padi itu secara keseluruhan. “Tapi, karena ada gudang milik keluarga bupati yang bisa digunakan, maka dana yang lebih digunakan untuk membeli alat yang lain,” jelas Meutia.
Sejak dioperasikan, sebut dia, pihaknya terus melakukan monitoring. Bahkan, Meutia mengaku dirinya juga sering turun langsung memantau pabrik pabrik tersebut. “Kalau musim panen, produksinya jalan. Mesin pemotong padi juga bisa disewakan kepada petani sehingga menghasilkan dana bagi kelompok itu. Sementara kalau tidak ada panen, ya tidak jalan,” katanya.
Menyangkut keuntungan yang didapat kelompok tani tersebut selama beroperasi 2014–2015, pihak Dinas Pertanian dan Peternakan Bireuen tidak mengetahui secara pasti. Namun Meutia memastikan, ada keuntungan yang didapat oleh kelompok tersebut.
Pernyataan itu berbanding terbalik dengan pengakuan Ketua Kelompok Tani Geureundong Jaya. Mereka mengaku tidak memiliki biaya, sehingga pabrik padi itu tidak lagi dioperasionalkan.
Terkait kemungkinan terjadinya konflik antara pemilik lahan dengan pihak kelompok tani setelah masa pinjam pakai lahan berakhir, Meutia mengaku hal itu di luar perkiraan pihaknya. Dia hanya berharap agar tidak terjadi konflik di kemudian hari.
BERPIDAH TANGAN
Kalangan dewan mengkhawatirkan bantuan Kementan itu akan berpindah tangan menjadi milik pribadi keluarga Bupati Bireuen. “Apalagi bantuan ini sarat unsur KKN, dimana bantuan yang menggunakan uang negara dibangun di lahan milik pribadi keluarga bupati,” kata Suhaimi Hamid, anggota Komisi B DPRK Bireuen.
Bisa jadi, lanjut Suhaimi, ketika masa penggunaan lahan berakhir maka kelompok tani tidak akan mampu menyewa lahan tersebut, apalagi untuk membelinya. “Ujung-ujungnya nanti bantuan tersebut dikuasai oleh keluar bupati,” sebutnya.
Terlebih, kata dia, saat ini sebagian besar bangunan pabrik padi itu merupakan milik keluarga bupati. “Keseluruhan lahan juga milik keluarga bupati, jadi anggota kelompok pada akhirnya akan dihadapkan pada pilihan yang sulit,” ujar Suhaimi.
Menyangkut kemungkinan berpidah tangan bantuan tersebut, menurut Suhaimi, dewan akan menanyakan langsung kepada pihak Dinas Pertanian dan Peternakan Bireuen. “Akan kita tanyakan, kenapa bantuan tersebut dibangun di atas lahan keluarga bupati?” lanjutnya.
Padahal, kata dia, dengan anggaran Rp1 miliar lebih bisa dilakukan pembebasan lahan untuk pembangunan pabrik padi tersendiri. ”Ini malah pakai lahan keluarga bupati dan menyatu dengan bangunan mereka. Patut kita curigai, memang sejak awal ada keinginan menguasai bantuan negara secara pribadi,” tandas Suhaimi.[]
Belum ada komentar