PM, TAPAKTUAN – Rafiah (60), janda miskin di Gampong Silolo, Kecamatan Pasie Raja, sejak tahun 2010 lalu dijanjikan akan diberikan rumah bantuan layak huni oleh Pemkab Aceh Selatan.
Pihak terkait telah berulang kali turun ke tempat tinggalnya sebuah gubuk reot berdinding papan beratap rumbia berukuran 4×5 meter dengan alasan melakukan verifikasi. Tapi sayangnya, penantiannya selama bertahun-tahun mendapatkan tempat tinggal yang layak tak kunjung direalisasikan.
“Sekitar tahun 2010 lalu pernah turun petugas dari dinas terkait ke tempat saya. Mereka memfoto saya dan kondisi seisi rumah. Bahkan saya pernah di kutip uang sebesar Rp 500 ribu yang katanya untuk biaya adiministrasi. Tapi sudah bertahun-tahun saya nanti-nanti janji itu tak pernah di salurkan,” kata Rafiah dengan nada terbata-bata kepada wartawan yang mengunjunginya, Rabu (21/2).
Ironisnya lagi, sambung dia, sekitar tahun 2014 lalu dirinya kembali menerima kabar bahwa Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait, akan menyalurkan rumah bantuan untuk kaum dhuafa sebanyak dua unit kepada Gampong Silolo, Kecamatan Pasie Raja. Dimana dari dua unit rumah bantuan tersebut, satu unit diantaranya akan diperuntukkan untuk dirinya.
Ikhwal rencana ini diketahuinya dari keterangan beberapa petugas yang diturunkan oleh pihak dinas terkait, yang katanya sedang melakukan verifikasi langsung kelapangan. Tidak hanya itu, kepastian tersebut juga telah disampaikan oleh pihak aparat gampong setempat. Tapi lagi-lagi, rencana tersebut tidak kunjung direalisasikan sampai saat ini.
Rafiah yang telah ditinggal suaminya belasan tahun silam, hidup digubuk reot tak layak huni tersebut bersama dua orang putrinya. Satu orang putrinya bernama Maidanur (32) mengalami gangguan jiwa sedangkan satu lagi bernama Rosmawati (35) juga berstatus janda dimana suaminya meninggal dunia akibat terjatuh dari pohon kelapa beberapa tahun lalu. Mereka memiliki satu orang putri bernama Zawin Nuhusi (7).
Rafiah mengungkapkan, gubuk tempat tinggal mereka yang sudah sangat lama dibangun tersebut sekitar tahun 2017 lalu terpaksa harus dibongkar paksa. Karena atap yang terbuat dari rumbia sudah lapuk sehingga bocor membuat dinding dan seisi gubuk tersebut basah disaat diguyur hujan lebat.
“Gubuk itu sudah tidak mungkin lagi kami tempati, jikapun tidak kami bongkar paksa diperkirakan sewaktu-waktu akan ambruk dengan sendirinya. Kami sangat menanti-nanti akan datang rumah bantuan dari Pemkab Aceh Selatan selama ini, tapi ternyata sampai saat ini belum kunjung disalurkan,” sesalnya.
Beruntung, abang Rafiah yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya bersedia menampung dirinya bersama dua orang putrinya serta satu orang anak yatim untuk tinggal sementara waktu.
Karena itu, Rafiah sangat mengharapkan uluran tangan para dermawan khusus bantuan dari Pemkab Aceh Selatan dan Pemerintah Aceh membangun satu buah rumah layak huni dibekas gubuk reot miliknya yang telah dibongkar paksa tersebut.
Sebab, sebaik apapun penerimaan dari abangnya yang telah memiliki keluarga tetap saja lama kelamaan akan terasa tidak nyaman jika selamanya harus menumpang tempat tinggal di rumah saudaranya tersebut.
Mantan Keuchik Silolo, Alimudin Is yang dikonfirmasi secara terpisah membenarkan bahwa pada tahun 2014 lalu Pemkab Aceh Selatan telah menyetujui akan menyalurkan dua unit rumah bantuan untuk kaum dhuafa di gampong setempat dari empat unit rumah yang mereka usulkan.
Namun sayangnya, dari dua unit rumah bantuan tersebut satu unit diantaranya justru dinilai tidak tepat sasaran sebab menurut penilaian pihaknya masih ada orang yang benar-benar membutuhkannya.
“Menurut penilaian kami, yang benar-benar berhak dibantu rumah di Gampong Silolo ini adalah saudara Baili dan ibuk Rafiah. Tapi yang turun nama dari Pemkab Aceh Selatan justru hanya untuk saudara Baili dan satu orang warga lagi. Suadara Baili sudah tepat sasaran tapi satu orang warga lagi kami nilai benar-benar tidak tepat sasaran. Sebab masih ada ibuk Rafiah yang kondisi kehidupannya sangat memprihatinkan,” beber Alimuddin Is.
Menurut Alimuddin, saat itu dirinya tidak pernah menolak pemberian dua unit rumah bantuan tersebut. Hanya saja, dia menyarankan kepada petugas terkait jika pun rumah tersebut benar-benar akan direalisasikan maka petugas beserta rekanan pelaksana proyek rumah tersebut diminta berhubungan langsung dengan penerima manfaat bantuan itu. Sementara dirinya selaku Keuchik Silolo saat itu tidak mau ikut campur lagi.
“Saya tidak mau menjadi sasaran sebagai pihak yang disalahkan oleh masyarakat. Sebab masih ada orang yang benar-benar berhak dibantu tapi justru tidak mendapat bantuan. Ternyata sikap yang saya ambil tersebut berdampak dibatalkan rencana penyaluran dua unit rumah bantuan ke Gampong Silolo tersebut sehingga satupun warga kami tidak dapat saat itu. Untuk kelanjutan prosesnya saya tidak tahu lagi, karena beberapa saat kemudian jabatan saya sebagai keuchik sudah berakhir,” kata Alimuddin.()
Belum ada komentar