Hal ini disampaikan Gubernur Aceh dr. H. Zaini Abdullah dalam sambutan peletakan batu pertama pembangunan Masjid dan Asrama Santri Dayah Najmul Hidayah Al-Aziziyah, Samalanga, Bireuen, Minggu (16/3). Dana pembangunan tersebut bersumber dari donatur asal Malaysia, Syech Firdaus Bin Abdul Ghani.
“Dayah tetap menjadi pelabuhan bagi generasi muda agar tidak terseret dalam arus modernisme yang menjebaknya dalam kehampaan spiritual,” kata Gubernur Zaini
Zaini Abdullah menambahkan, keberadaan dayah sampai saat ini membuktikan keberhasilannya menjawab tantangan zaman. Namun akselerasi modernitas yang begitu cepat menuntut dayah untuk lebih anggap secara cepat pula, sehingga eksistensinya tetap relevan dan signifikan.
“Dayah harus menformulasikan dirinya, agar mampu menjawab tuntutan masa depan tanpa kehilangan jati dirinya, kemampuan adaptatif dayah atas perkembangan zaman justru memperkuat eksistensinya sekaligus menunjukkan keunggulannya,” ujar Gubernur.
Mengingat besarnya peran Dayah dalam kehidupan peradaban masyarakat Aceh, tambah Zaini, maka semua komponen diminta wajib menjaga, melestarikan serta terus menumbuhkembangkan dayah sebagai institusi pendidikan Islami yang berakar pada khazanah dan kearifan sejarah dan budaya Aceh. Hal ini juga sejalan dengan salah satu program prioritas Pembangunan Aceh, yang tertuang dalam RPJM Aceh 2012-2017, yaitu: penguatan dinul Islam, sosial dan budaya.
“Insya Allah, Pemerintah Aceh melalui Badan Pembinaan dan Pendidikan Dayah akan terus menempuh berbagai upaya agar dayah di Aceh tumbuh berkembang menjadi pelita penerang bagi majunya pendidikan Keislaman di Aceh,” pungkasnya.
Dihadapan para santri dan ratusan masyarakat yang hadir, Gubernur juga menceritakan romantisme sejarah masa lampau, kala Ia bersama deklarator Aceh Merdeka (alm) Hasan Tiro berjuang di hutan kawasan pergunungan Samalanga, kisaran tahun 1978.
“Tempat ini adalah paling bersejarah bagi saya dulu, waktu konflik Aceh bermula, hari ini saya tiba kembali di sini dan akan terus bersilaturrahmi dengan masyarakat di sini,” tutur Zaini.
Diceritakan, Dayah Meunasah Subung, Samalanga ini, pertama kali didirikan pada tahun 1703 Masehi oleh seorang ulama Mekkah, Syeikh Abdussalam Bawarith Asyi. Dalam perjalanannya, dayah ini mengalami banyak pasang surut, termasuk sempat ditutup dan dihancurkan oleh Belanda.
“Karena dianggap mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah,” jelas Doto Zaini.
Nukilan sejarah tentang Dayah Najmul Huda Al-Aziziyah, kata Zaini merupakan bagian dari perjalanan panjang institusi dayah di Aceh yang telah menorehkan tinta emas peradaban Aceh.
“Sejarah juga mencatat, bahwa dayahlah yang telah mendidik rakyat Aceh pada masa lalu sehingga mereka ada yang mampu menjadi raja, menteri, panglima militer, ulama, ahli teknologi perkapalan, pertanian, kedokteran, dan lain-lain sebagainya,” tegasnya.
Terkait permohonan pimpinan Dayah Najmul Hidayah Al-Aziziyah, Samalanga, Tgk Tarmizi Ali Zuhri dalam sambutannya, yang meminta bantuan infrastruktur seperti pembangunan pagar Dayah dan tanggul penahan erosi, Gubernur meresponnya dengan baik.
“Insya Allah akan dibantu, terutama sekali talud untuk menghindari erosi Krueng Batei Iliek, mohon dibuat proposal secara detail. Ini akan diprogramkan secara multiyear pada dinas terkait,” kata Doto Zaini.
Turut mendampingi Gubernur Zaini antara lain, Muzakkir A Hamid, tim asistensi Gubernur M. Adli Abdullah Bawareth, Kabiro Pemerintahan Setda Aceh Kamaruddin Andalah, Kabag TU Keuangan Setda Aceh T Aznal Zahari, dan SKPA terkait lingkup Pemerintahan Aceh. Acara tersebut juga dihadiri Donatur asal Malaysia, Syech Firdaus bin Abd. Ghani, jajaran Forkompimda Bireuen, Camat Samalanga, para ulama, sejumlah tokoh pemuda dan masyarakat setempat.[Rel]
Belum ada komentar