Perlakuan tidak wajar Sekretaris KIP Aceh Darmansyah ditengarai menjadi pemicu kisruh internal di lembaga penyelenggara Pemilu itu.
Gaya otoriter Sekretaris Komisi Independen (KIP) Aceh Darmansyah terhadap pegawainya menjadi punca kisruh di lembaga tersebut. Selain mengutak-atik posisi pegawai yang berseberangan dengannya, Darmansyah diduga kerap mencatut nama penegak hukum untuk mencomot anggaran di KIP.
Selembar surat atas nama Fakhrul Munir SH, staf KPU Kota Banda Aceh masuk ke Redaksi Pikiran Merdeka, Jumat pekan lalu. Dalam surat tertanggal 21 Oktober 2016, Fakhrul Munir membuat pernyataan dirinya telah memberikan uang sebesar Rp2 juta kepada Drs Darmansyah MM selaku Sekretaris KIP Aceh pada 8 Juni 2015 sekitar pukul 09.31 WIB melalui transfer rekening.
Fakhrul Munir menyatakan uang sebesar itu dalam rangka pengurusan mutasi perpindahan dirinya dari Sekretariat KIP Aceh Barat ke Sekretariat KIP Kota Banda Aceh. Alasan Darmansyah meminta uang tersebut sebagai oleh-oleh untuk KPU RI agar proses mutasi Fakhrul Munir berjalan lancar.
“Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” tulis Fakhrul Munir di akhir suratnya dengan membubuhi tanda tangan di atas materai enam ribu rupiah.
Selain surat pernyataan, Pikiran Merdeka juga menerima bukti setoran tunai uang sebesar Rp2 juta atas nama Fakhrul Munir di BNI Cabang Meulaboh kepada pemilik nomor rekening 8121960023 atas nama Darmansyah pada 8 Juni 2016.
Surat pernyataan Fakhrul Munir itu seakan menguatkan pemberitaan Pikiran Merdeka edisi 133 (08-14 Agustus 2014) tentang dugaan permainan uang pada mutasi dan pelantikan pejabat KIP kabupaten/kota yang berlangsung medio Juli 2016.
Menurut sumber Pikiran Merdeka, pasca pemberitaan tersebut Darmansyah memanggil seorang staf KIP Aceh, T Haris Syafira SE guna mencari tahu pegawai yang membocorkan informasi pengutipan uang ke awak media. Namun Haris Syafira mengaku tidak mengetahuinya.
“Pak Darmansyah tetap mencurigai Pak Haris,” kata sumber ini.
Selain Haris Syafira, staf lain dicurigai Darmansyah yaitu Maimun Mahmilul. Menurut sumber tadi, kedua staf yang dicurigai Darmansyah merupakan pihak yang banyak memberikan bantuan moril kepada Darmansyah selama ini.
Baca: Mosi Tak Percaya untuk Darmansyah
“Saat pleno melengserkan pak Darmansyah oleh komisioner KIP Aceh dulu, justeru dua orang ini ngotot mempertahankan pak Darmansyah di jabatannya. Tetapi baru-baru ini keduanya juga sudah dimutasi ke KIP kabupaten,” kata sumber tersebut.
Selain mencurigai dua staf tersebut, pada rapat pergantian komisioner yang membidangi Divisi Organisasi dan SDM dari Fauziah ST kepada Hendra Fauzi, Darmansyah juga memanggil enam staf yang baru dimutasi dari KIP kabupaten ke KIP Aceh.
Seakan ingin mengklarifikasi soal permainan uang pada mutasi, di hadapan Hendra Fauzi, enam staf tersebut diminta membuat pengakuan bahwa tidak pernah menyotorkan uang kepada Darmansyah saat proses pemindah ke KIP Aceh. “Begitulah cara Pak Darmansyah mencuci tangan,” ungkap sumber tadi.
Sementara itu, Darmansyah mengakui pernah menerima uang dari Fakhrul Munir, tetapi dirinya tidak memintanya. Saat itu, kilahnya, Fakhrul Munir memberi uang cash kepadanya dan kemudian langsung beranjak. “Saya tidak pernah memintanya, dia desak saya terima uang tersebut dengan alasan untuk bantu saya,” kata Darmansyah kepada Pikiran Merdeka, Sabtu lalu.
Darmansyah mengakui selama ini banyak yang memfitnah dirinya. Bahkan, berkembangnya isu pengutipan uang saat pelantikan dan mutasi pegawai daerah ke KIP Aceh juga sudah diklarifikasinya. “Pegawai yang dimutasi kemarin sudah buat pernyataan tidak pernah mengeluarkan uang, isu ini sangat merugikan nama baik saya,” jelasnya.
FAKTOR LAIN
Penelusuran Pikiran Merdeka, banyak faktor menjadi pemicu kisruh internal di KIP Aceh yang berakhir dengan pemutasian staf, pergantian PPK, Sekretaris ULP dan anggota Pokja pengadaan barang dan jasa di lembaga itu.
Umumnya, kekisruhan itu berkaitan langsung dengan pulus. Tentunya banyak pihak ingin mencicipi gurihnya proyek pengadaan sarana dan prasarana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2017 di KIP Aceh. Hal ini juga tidak terlepas dari keikutsertaan sejumlah komisioner KIP Aceh dalam menyukseskan skenario pergolakan tersebut.
Menurut sumber Pikiran Merdeka, beberapa komisioner ikut berkonspirasi dengan Sekretaris KIP Aceh Darmansyah untuk menggantikan Saiful dan Nurhaidar sebagai anggota Pokja, Sutrisman dari jabatan PPK dan Aulia Fikki dari Sekretaris ULP. Beberapa komisioner itu bermain di belakang layar, sementara Darmansyah berperan langsung sebagai pelaksana skenario.
Pegawai yang diganti ini dianggap tidak loyal terhadap petinggi KIP Aceh karena tidak mau menuruti keinginan atasan untuk merekayasa setiap lelang proyek di lembaga itu. Dugaan tersebut dikuatkan dengan penghentian tiba-tiba tujuh proyek pengadaan yang sedang dalam proses lelang. Belakangan, tujuh paket tersebut ikut hilang dari laman LPSE KPU.
“Aulia Fikki tidak pernah menerima SK pemberhentian, sementara Sekretaris ULP sudah diangkat yang baru. Begitu juga Sutrisman diberhentikan karena alasan tidak memiliki sertifikat tenaga ahli pengadaan, padahal dia itu punya. PPK saat ini merangkap dengan KPA, yaitu Darmansyah,” kata sumber Pikiran Merdeka.
Bukan saja penguasaan proyek menjadi alasan penyebab kisruh di KIP Aceh. Pergantian sejumlah pegawai KIP juga bertujuan mengamankan sejumlah dugaan kasus penyelewengan di KIP Aceh. Misalnya proyek pengadaan sewa delapan unit mobil untuk komisioner dan sekretaris yang dimenangkan CV Skala Nonius.
Baca: Prahara di KIP Aceh
Menurut sumber tadi, perusahaan tersebut hanya pinjaman saja. Proyek tersebut sebenarnya dikerjakan oleh Bakhtiar, teman Ridwan Hadi. Belakangan diketahui Bakhtiar bertetangga dengan Ketua KIP Aceh itu. Proyek itu diduga bermasalah karena KPA telah membayarkan seratus persen uang sebelum serah terima barang selesai. Pelunasan kepada rekanan pada 12 Agustus 2016. Namun, hingga kini masih ada komisioner KIP Aceh yang belum menerima mobil operasional tersebut.
Sementara Komisioner KIP Aceh Fauziah yang disebut-sebut hingga kini belum menerima mobil operasional itu, menolak mengomentari persolan tesebut. “Untuk persoalan mobil, tidak ada komentar apa-apa dari saya,” katanya saat dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu lalu.
Selain belum sampainya semua mobil untuk para komisioner, anggaran sewa Rp724 juta lebih untuk delapan mobil tersebut sebagiannnya dipakai sebagai uang muka kredit mobil kepada beberapa komisioner KIP Aceh. “Jadi ada komisioner tidak menyewa, melainkan jatah sewa itu diambil untuk uang muka mobil baru. Padahal uang tersebut diperuntukkan untuk sewa,” jelasnya.
Sementara persoalan lain, adanya pencatutan nama penegak hukum dijadikan alasan untuk bisa kasbon di bendahara dengan alasan pengamanan kantor. “Mereka berani mencatut nama perwira polisi, padahal uang itu mereka pakai sendiri. Seperti Darmansyah memakai uang itu untuk mencetak undangan pernikahan anak kandungnya pada Juni 2016, ” jelas sumber tersebut.
Persoalan lain yang dianggap sangat bahaya, yaitu pertarungan faksi di internal KIP Aceh dengan menyusupkan rekanan pengadaan kertas suara. Dikhawatirkan, rekanan ini nantinya bisa menggandakan cetak kertas suara untuk kepentingan memenangkan kandidat tertentu pada Pilkada 2017. “Makanya persoalan ini perlu ada perhatian serius dari semua pihak, khususnya penegak hukum,” harap sumber tersebut.[]
Belum ada komentar