Berkali-kali ditangkap petugas dan keluar-masuk penjara, dua napi Rutan Jantho masih saja menjalankan bisnis narkoba.
Tanggal 30 Januari 2018 lalu, Satuan Narkoba Polres Aceh Besar menjemput dua Nara Pidana (Napi) di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Jantho, Aceh Besar, karena terlibat kasus narkotika jenis sabu. Kedua Napi itu masing-masing M Jamil dan Asrijal.
Keduanya tercatat sebagai warga Aceh Besar. Mereka mendekam di
balik jeruji di Rutan Jantho karena terlibat kasus serupa. Dua Napi itu dijemput oleh personil Sat Narkoba setelah diketahui sebagai pengendali peredaran narkoba dari dalam Rutan.
Fakta ini terungkap saat petugas menangkap seorang bandar sabu bernama Sayuti (21), warga Kecamatan Kuta Cot Glie, Aceh Besar, pada Selasa (30/1) lalu dengan barang bukti sabu seberat 20 gram lebih.
Dari pengakuan tersangka Sayuti, diketahui sabu tersebut milik dua napi Rutan Jantho yakni M Jamil (abang kandung Sayuti) dan Asrijal.
Jamil merupakan napi yang divonis hukuman 12 tahun penjara atas kasus kepemilikan sabu. Sementara Asrijal, napi dengan kasus yang sama yang divonis 5 tahun penjara.
Saat sedang menjalani hukuman, Asrijal kembali ditangkap oleh BNN atas kepemilikan sabu seberat 1 kilogram. Ia dibekuk tim gabungan BNNP, Direktorat Narkoba Polda Aceh dan Polresta Banda Aceh pada 18 Mei 2017 lalu, di kawasan Blang Bintang.
Parahnya lagi, belakangan diketahui status Asrijal adalah tahanan di Lapas Lambaro, Aceh Besar. Ia divonis 5 tahun penjara di Lapas Kelas I Lambaro atas kepemilikan sabu-sabu. Dalam kasus tersebut, Asrijal ditangkap oleh Sat Narkoba Polres Aceh Besar.
“Tersangka adalah napi di Lapas Kelas I Banda Aceh. Ia ditangkap Polres Aceh Besar pada 15 Februari 2015 lalu dengan kasus yang sama dan divonis 5 tahun oleh majelis hakim,” ungkap Kepala BNNP Aceh yang kala itu dijabat oleh Brigjen Pol Eldi Azwar dalam konfresi pers di Kantor BNNP Aceh, Banda Aceh, Selasa 9 Mei 2017.
Berdasarkan pengakuan Asrijal kepada petugas, papar Eldi Azwar, tersangka berada di luar atas izin salah satu oknum sipir Lapas berinisial R. Untuk mendapatkan izin tersebut, Asrijal mengeluarkan dana sebesar Rp10 juta setiap bulannya. Diketahui, saat ditangkap tersangka sudah berada di luar Lapas selama 7 bulan.
“Setiap bulan tersangka memberikan uang Rp10 juta kepada oknum sipir. Tapi untuk bulan ketujuh belum sempat dikasih,” ujarnya.
DITUNTUT HUKUMAN MATI
Berkas perkara kasus kepemilikan sabu seberat 1 Kg itu kemudian dilimpahkan ke Kejari Aceh Besar. Tersangka dititipkan di Rutan Jantho.
Dalam persidangan yang digelar Kamis, 15 Februari 2018, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Aceh Besar menuntut hukuman mati terhadap Asrijal. Tuntutan terhadap terdakwa dengan barang bukti 1 Kg sabu-sabu itu dibacakan oleh Agus Kelana Putra SH, dalam sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Andriansyah.
Dalam tuntutan JPU, terdakwa disebutkan terterbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika sesuai Undang-Undang tentang Narkotika.
Di saat perkara tersebut belum diputuskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jantho, Asrijal kembali terjerat dengan kasus yang sama. Ia bersama rekannya M Jamil harus kembali berurusan dengan penegak hukum, karena diketahui sebagai pengendali sabu-sabu dari balik jeruji besi.
Saat ini, kedua Napi dan satu orang bandar sabu itu sedang menjalani pemeriksaan di Mapolres Aceh Besar.
Kapolres Aceh Besar AKBP Heru Suprihasto SH melaui Kasat Resnarkoba Iptu Yusra Aprilla, kepada Pikiran Merdeka mengatakan pihaknya sedang melakukan pengembangan lebih lanjut terkait kasus yang melibatkan dua Napi Rutan Jantho itu.
“Sedang kita lakukan penyelidikan lebih lanjut. Jika sudah rampung, kasus ini akan kita limpahkan ke Kejari,” ujar Yusra.
Menurut Yusra, tersangka Sayuthi mengakui jika seluruh sabu tersebut diperoleh atas suruhan dua orang Napi di LP Jantho yakni Asrijal dan M Jamil, untuk dijual. Keuntungan dari penjualan sabu-sabu tersebut dibagi rata. “Sayuti ini kaki tangan mereka di luar,” ujar Kasat Resnarkoba.
Sementara Asrijal kepada petugas mengaku dirinya diajak dan didesak oleh M Jamil untuk kembali menjalankan bisnis sabu dari balik sel tahanan agar mendapat uang tambahan selama berada di penjara.
“M Jamil terus menerus meminta Asrijal untuk mencarikan jaringan penjualan sabu-sabu bagi adiknya. Karena terus didesak, akhirnya Afrijal mau menghubungi jaringan narkobanya di luar Rutan. Sayuti pun dilibatkan dengan sindikat sabu yang diarahkan Afrijal sampai akhirnya ia tertangkap,” sebut Kasat.
Dalam menjalankan aksinya, keduanya menggunakan telepon selular untuk berkomunikasi. “Saat kita geledah sel tahanannya, kita menemukan handphone milik tersangka,” pungkasnya.
KEHIDUPAN DI RUTAN
Asrijal dan M Jamil mejalani hukuman di Rutan Kelas II B Jantho, Aceh Besar. Keduanya diketahui mendekam dalam sel yang sama.
Salah satu napi yang kini mendekam di Rutan Kelas II B Jantho menyebutkan, Asrijal dan M Jamil menghuni kamar nomor 4 di salah satu blok dalam Rutan tersebut. Mereka menghuni kamar itu bersama 16 napi lainnya.
Menurut sumber Pikiran Merdeka tersebut, tidak ada perlakuan khusus terhadap dua Napi narkoba itu selama mendekam di Rutan Jantho. Mereka tetap menghuni sel tahanan sama seperti Napi lainnya.
“Mereka juga menghuni kamar yang sama dengan tahanan lain. Mereka di sel nomor 4 yang dihuni 18 orang, sama seperti kami,” ujar sumber tersebut.
Hanya saja, kata dia, kedua tahanan narkoba tersebut sehari-hari tidak pernah makan makanan yang disediakan di Rutan. Keduanya diketahui memesan nasi rantangan atau nasi bungkus. “Mereka tidak pernah makan nasi dari penjara selama ditahan di sini. Selalu beli nasi bungkus atau nasi rantang,” bebernya.[]
Aksi Mereka di Luar Jangkauan Kami
Kepala Rutan Jantho Yusnaidi SH mengakui bahwa dua warga binaannya dijemput oleh petugas Sat Narkoba Polres Aceh Besar terkait dengan kasus narkoba.
Menurut Yusnaidi, kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan lembaga yang dipimpinnya, meskipun diketahui kedua Napi tersebut ditangkap karena mengendalikan bisnis haram itu dari balik jeruji Rutan Jantho.
“Memang benar mereka tahanan kita yang dipindahkan dari Rutan Lambaro. Kasus ini tidak ada kaitannya dengan Rutan,” ujar Yusnaidi, saat dihubungi Pikiran Merdeka, Jumat (23/2) pekan lalu.
Selama ini, kata Yusmadi, pihaknya sudah melakukan pengawasan ketat terhadap peredaran narkoba di Rutan. Bahkan, kata dia, setiap hari pihaknya melakukan pengawasan dan pengecekan ke dalam sel tahanan. Selain itu, pihaknya juga telah memperketat pengamanan di pintu masuk, terlebih saat jam berkunjung.
“Pemeriksaan secara ketat kita lakukan terhadap Napi. Bahkan, setiap tamu yang membesuk tetap kita periksa, baik barang bawaan maupun orangnya,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Aceh Besar Tgk H Husaini A Wahab yang juga ketua BNNK setempat mengaku prihatin dengan masih maraknya peredaran narkoba dari balik jeruji besi. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena lemahnya pengawasan dari pihak Rutan.
“Ini memalukan, seharusnya penjara menjadi tempat pembinaan tapi malah menjadi tempat untuk peredaran narkoba,” ujar Waled kepada Pikiran Merdeka, Sabtu akhir pekan lalu.
Untuk memberantas peredaran narkotika, kata Wabup, perlu dukungan dan kerjasama dari seluruh pihak, termasuk Rutan sebagai tempat pembinaan para tahanan khususnya tahanan narkoba. Jika tidak, sambung Waled Husaini, akan sulit memberanguskan jaringan narkoba di Aceh Besar.
Selama ini, kata dia, Pemkab Aceh Besar dan Forkopimda telah serius dan komit memberantas narkoba di wilayah Aceh Besar. Untuk itu, ia mengajak pihak Rutan dan semua elemen terkait lainnya agar bersinergi dalam hal memberanguskan peredaran narkoba di wilayah itu.
“Selama ini Pemkab, polisi dan pihak terkait lainnya sudah komit. Jangan sampai karena ada yang tidak sinergi bisa gagal semua apa yang sudah kita sepakati. Untuk itu, kita berharap pihak Rutan dapat mengevaluasi dan meningkatkan kinerja dan bersinergi secara bersama-sama memberantas narkoba,” kata Wabup.
Lebih lanjut Wabup berharap, pihak Rutan dapat meningkatkan pembinaan spiritual terhadap para napi. Ia menyarankan agar pihak Rutan dapat membuat kegiatan pengajian dengan melibatkan santri dari luar sebagai pembimbing.
“Kita berharap agar dibuat pengajian dan peningkatan ilmu agama bagi para Napi, sehingga mereka dapat berubah dan lebih dekat dengan Tuhan. Berantas narkoba itu ibadah, karena kita menyelamatkan orang lain dari perbuatan dosa,” pungkasnya.[]
Belum ada komentar