Munculnya dana siluman jelang finalisasi pengesahan KUA-PPAS membuat pihak eksekutif murka. APBA terancam di-Pergub-kan.
Alfian tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya mendengar kabar yang menyebutkan adanya usulan program tak dikenal di tengah finalisasi pembahasan KUA-PPAS. Ia mendapat informasi bahwa KUA PPAS yang tengah dibahas oleh DPRA, disusupi penambahan program. Tak tanggung-tanggung, usulan penambahan program tersebut mencapai Rp1 iriliun.
Menurut Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) ini, usulan yang masuk di persimpangan jalan ini berasal dari usulan legislatif dan eksekutif. “Berdasarkan informasi yang kita (MaTA) dapat, (adanya) dana siluman hingga Rp1 triliun. Pertanyaannya, uang itu dari mana? Apakah dana itu ada dan apakah ini berimbas kepada plot anggaran untuk program lainnya?” ungkap Alfian kepada Pikiran Merdeka, Sabtu 14 Januari 2016.
Ia juga meminta Plt Gubernur Aceh untuk menolak permintaan dana tersebut. Alasannya, program itu dimasukkan tidak melalui proses perencanaan dan penganggaran. Kedua, hal tersebut bakal mengganggu tata keuangan Pemerintah Aceh.
“Ada sumber yang bisa kami percaya dan kami sedang mengusahakan datanya (dana siluman). Dana Rp1 triliun ini sangat dipaksakan dan kita sepakat dengan Plt Gubernur untuk menolak ini,” tegasnya.
Disebut Alfian, asal muasal masuknya program siluman ini pada Rabu Malam, 11 Januari 2017. Dana ini dimasukkan oleh internal legislatif Rp350 miliar dan eksternal legislatif Rp650 miliar.
Informasi yang diperoleh Pikiran Merdeka, ada dua versi yang menyebutkan angka dana siluman tersebut. Selain yang disebutkan MaTA mencapai Rp1 triliun, sumber lain Pikiran Merdeka menyebutkan anggaran tersebut berjumlah Rp650 miliar. Dana itu tersebar di sejumlah SKPA untuk membiayayi program. Modusnya, untuk membiayai proyek lanjutan. Misalnya untuk memperbaiki jalan yang rusak dan membangun sejumlah ruas jalan.
Dari Rp650 miliar yang masuk tiba-tiba itu, papar sumber ini, programnya berasal dari usulan Ketua DPRA Teungku Muharuddin sebesar Rp150 miliar. Sedangkan Rp500 miliar lagi merupakan usulan Ketua Partai Aceh yang juga Wakil Gubernur nonaktif Muzakir Manaf.
Namun, Ketua DPRA Teuku Muharuddin tak bisa dikonfirmasi soal ini. Berulang kali panggilan Pikiran Merdeka tak diresponnya. Begitupula pesan singkat yang dikirimkan, tidak pula mendapat jawabannya.
Sementara itu, Plt Gubernur Soedarmo tak menanggapi ketika dikonfirmasi soal ini. Ia menolak diwawancarai terkait permintaan program yang menghabiskan dana miliaran hingga Rp1 triliun tersebut. “Mohon maaf, jangan (wawancara) malam ini karena saya sedang diskusi dengan tim TAPA dan beberapa pakar,” jawab Soedarmo singkat.
Baca: APBA 2017 Tersandera Program Siluman
Ketua Fraksi Partai Aceh Kautsar sendiri mengaku tak tahu menahu perkembangan pembahasan anggaran di DPRA. Alasannya, sudah hampir tiga minggu ia berada di daerah pemilihannya, Bireuen.
“Tanyakan saja ke pimpinan dan Banggar. Saya tidak tahu detil bagaimana sekarang,” jawab Kautsar singkat. Ia tak mengiyakan maupun menolak saat ditanyakan isu tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRA Dalimi mengakui, dirinya juga mendengar adanya rumor “pemaksaan” agar masuknya dana siluman tersebut di tengah pembahasan KUA-PPAS. Namun ia menolak berkomentar karena mengaku tak tahu siapa yang mengusulkan dana tersebut.
“Saya mendengar sepintas lalu, tapi saya tak bisa buktikan jika tidak ada bukti. Bagi saya, silahkan aja dibuka biar kita tahu siapa ularnya,” ujarnya, Sabtu pekan lalu.
Namun ia meminta tak digeneralkan keinginan tersebut atas keinginan semua anggota dewan. “Sejauh tidak bisa dibuktikan, sulit juga untuk kita bicara seperti itu, nanti ada anggota dewan yang marah,” kilah Dalimi. “Tapi, jika ada informasi tersebut silahkan saja dikembangkan.”
Menurut politisi Partai Demokrat ini, kunci mengetahui adanya dana siluman tersebut adalah pembahasan di tingkat komisi. Sejauh ini, setiap komisi menerima permintaan memasukkan program-program, di situlah awal “permainannya” antara komisi dan SKPA.
“Kalau kami di tingkat pimpinan, sudah terlalu jauh dengan pembahasan di tingkat komisi. Nanti di Banggar akan diketahui komisi dan SKPA mana yang bermain,” terangnya.
Diakui Dalimi, semua fraksi memiliki anggotanya di tiap komisi. Menurut dia, setiap anggota dewan yang mengikuti pembahasan di tingkat komisi pasti tahu jika ada upaya memasukkan program di tengah jalan. “Dan, jika tidak ada penolakan mungkin ada rapat di balik meja lagi,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRA Teungku Anwar yang membidangi pekerjaan umum, penataan dan tata ruang, pengawasan kota, perhubungan, informasi dan komunikasi, serta pemukiman dan perumahan rakyat ini tak berhasil dihubungi. Kabarnya, komisi yang bermitra dengan Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya, Dinas Pengairan, Dinhubkomintel, Bappeda, Organda, serta Komisi Informasi Aceh (KIA) adalah komisi yang paling banyak meyerap ‘dana siluman’ ini.
Baca: Sekenario di Balik Pembahasan Anggaran
Alfian menyebutkan, pihaknya melihat kepentingan politik yang bermain sangat kuat dalam proses pembahasan anggaran. “Kita tidak dalam posisi menghimbau, karena pola seperti ini hampir setiap tahun, dan tidak bisa kita terima. Kita berharap Plt Gubernur sekarang melakukan Pergub APBA, sehingga anggaran daerah bisa segera dirasakan oleh masyarakat dan tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit politik,” katanya.
Disebutkan Alfian, munculnya program susulan di tengah jalan atau saat pembahasan KUA-PPAS sudah di DPRA menunjukkan kesan kesewenang-wenangan dan terlalu dipaksakan. Kata dia, pembahasan anggaran sudah tidak lagi sesuai mekanisme. “Ini sudah main curang namanya. Nantinya sangat ponesial terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengelolaannya jika memang dana tersebut disetujui DPRA,” tegas Alfian.
Dengan kondisi sudah di luar kesepakatan (17 Januari), ia mencium adanya peluang dilakukan Pergub APBA 2017. Pihaknya sendiri sepakat dengan langkah tersebut. “Pergub-kan saja karena sudah liar dan ada upaya serakah. Jadi satu-satunya cara menghentikan itu, Plt Gubernur mem-Pergub-kan APBA,” sambung dia.
Selain rawan korupsi jika dana tersebut disetujui Soedarmo, keterlambatan pengesahan APBA juga mendapat teguran dari Mendagri. Sebelumnya, keterlambatan ini sudah diberi limit hingga 17 Januari 2017. Konsekuensi dari keterlambatan juga bakal mendapat sanksi penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dari dana bagi hasil Migas.
“Artinya, jika kita bicara fair, proses keterlambatan ini bukan wilayah kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan para politisi dan partai politik. Saya pikir rakyat tak boleh membiarkan ini dan kita juga tidak akan sepakat,” pungkas Alfian.[]
Belum ada komentar