Setelah meneliti ulang tinggalan kebudayaan zaman Kesultanan Samudra Pasai, Cisah menemukan bukti bahwa negara ini, secara rutin dan sistematik mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru Asia Tenggara.
Inilah Cisah -Central Information for Samudra Pasai Heritage- dalam bahasa Indonesia diartikan dengan “Pusat Informasi Warisan Budaya Samudra Pasai”.
Adalah sebuah lembaga otonom yang dimotori oleh pemuda-pemuda kreatif, arkeolog, sejarawan, dan para pemerhati sosial budaya Aceh serta masyarakat luas, tengah berupaya mengembangkan citarasa sejarah Samudra Pasai ke dalam citarasa sejarah Islam dunia.
Sekretaris Cisah, Mawardi Ismail, Kamis, (15/10/2015) mengatakan, lembaga ini bergerak di bawah binaan Ustaz -Abu- Taqiyuddin Muhammad, Lc -Guru Besar tim- demi mengkaji dan meneliti seluruh situs-situs kepurbakalaan di kawasan Samudra Pasai Aceh dan sekitarnya.
Sekarang tim Cisah tengah membuat kajian menyeluruh terhadap Sejarah Islam Kesultanan Samudra Pasai. Di mana Islam pernah berjaya dan berkuasa, hingga di kemudian harinya Pasai akan menjadi salah-satu Pusat Kajian Islam Asia Tenggara.
“Bermodal tekad yang kuat serta mengharap ridha Allah SWT, insya Allah Cisah akan menata dengan rapi seluruh situs-situs sejarah dan membantu menyeru-nyerukan kepada masyarakat untuk ikut serta menjaga harta warisan sejarah secara otentik dan bertanggung jawab,” kata Mawardi.
Secara empiris, pada tahun 2008 tim pencari sejarah di Aceh utara ini masih berupa gabungan dari beberapa komunitas, ada Forum Mahasiswa Pecinta Sejarah Islam Aceh (Formasi-A) yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa Unimal, peneliti sejarah dari Lembaga Penelitian Sejarah Islam (LePSI) di bawah binaan Yayasan Waqaf Nurul Islam Lhokseumawe dan diikuti oleh masyarakat umum.
Kemudian pada bulan Maret 2010, barulah terbentuk tim yang solid dengan puluhan anggota, perkumpulan itu kemudian dinamakan CISAH dan dibuatkan akta notaris kemudian didaftarkan ke kesbangpol dan linmas Aceh Utara. Sejak terbentuk, Cisah sudah melakukan berbagai ekspedisi ke kawasan pedalaman Aceh Utara.
“Penjelajahan sejarah pada tahun 2011 dengan nama Ekspedisi Meugat Seukandar 1 dan 2 menghabiskan waktu lebih kurang 3 bulan, dan telah menghasilkan data-data autentik sejarah Samudra Pasai dari kawasan Kecamatan Geureudong Pase Aceh Utara. Termasuk temuan batu peta atau map stone/rock art yang melukiskan adanya zaman megalitik di kawasan itu,” kata Mawardi.
Penjelajahan sejarah selanjutnya dinamakan Ekspedisi Raja Keudah yang menyisir kawasan kecamatan Paya Bakong pada tahun 2012, kemudian Ekspedisi Ganggang Sari ke kawasan Kecamatan Tanah Jambo Aye pada tahun 2013.
“Data-data yang dihasilkan dari penelitian itu untuk kemudian akan diperlukan oleh para pengkaji sejarah, akademisi dan guru serta murid/mahasiswa untuk kepentingan pembelajaran,” kata Mawrdi.
Ketua Cisah, Abdul Hamid, mengatakan, selama Cisah terbentuk, tim sangat aktif melakukan berbagai bentuk pencarian sejarah, dengan modal yang diambil dari kantong pribadi tim, serta ada juga mendapatkan dana dari pemerintah Aceh Utara beberapa kali.
“Kemudian, Cisah juga berhasil menyelamatkan data-data sejarah Islam Lamuri di Gp Lamreh Kec. Mesjid Raya Kab. Aceh Besar pada tahun 2012. Ini pun karena situs dalam keadaan terancam, terkait keinginan Bupati Mukhlis Basyah untuk menjadikan zona situs sejarah Lamuri di bukit Lamreh menjadi lapangan golf waktu itu. Ini meresahkan tim Cisah, akhirnya turun tangan menyelamatkan bukti-bukti yang ada,” kata lelaki yang sering disapa Abel Pasai ini.
Fokus penelitian Cisah saat ini adalah mencari artefak berupa prasasti atau makam-makam Sultan dan raja yang pernah memerintah kerajaan Islam zaman lampau yang berada dalam wilayah administratif provinsi Aceh saat ini. Khususnya untuk tinggalan sejarah Islam Samudra Pasai di wilayah Kabupaten Aceh Utara.
“Informan Cisah saat ini sudah mulai banyak dan tersebar luas hampir di seluruh kabupaten yang ada di Aceh. Ini akan sangat memudahkan tim Cisah ketika suatu saat tim membutuhkan informasi langsung dari masyarakat tempatan,” kata Hamid.
Abel Pasai mengatakan, kampanye hasil penelitian Cisah senantiasa disiarkan di laman website misykah.com. Laman ini lebih difokuskan untuk menyiarkan tulisan hasil penelitian. Biasanya oleh Abu Taqiyuddin Muhammad, ahli epigraph Islam sebagai pendiri LSM Cisah itu sendiri.
“Selain laman website, Cisah punya fanpage di jejaring social facebook.com yang dibina secara bersama oleh anggota tim. Karena siapa saja yang berangkat ke lapangan untuk melakukan penelitian, siaran ringannya dilampirkan di fanpage Cisah. Berbeda dengan hasil penelitian yang membutuhkan kajian, itu selalu ditulis di misykah.com,” kata Abel.
Selain itu, fanpage Cisah juga berfungsi sebagai tempat melampirkan link-link berita dari situs resminya.
“Kami mengajak orang-orang untuk ikut ke dalam perjuangan menemukan kebenaran dan bukti asli tinggalan sejarah Islam di nusantara, terutama di Sumatra,” kata Abel.
Di suatu ketika, Taqiyuddin Muhammad mengatakan, ia dan timnya akan terus meneliti meski tinggal sendirian. Bahkan, apabila tinggal separuh badan sekalipun, itu akan senantiasa dikerjakan, selama hayat masih dikandung badan.
“Hasil penelitian ini adalah untuk pemimpin masa depan, sebagai i’tibar dalam memimpin dan membangun bangsa ini. Niscaya mereka menuntun masyarakat kembali hidup dalam peradaban yang tinggi,” kata Taqiyuddin Muhammad.
[PM005]
Belum ada komentar