Di penghujung tahun ini, dua event besar sedang berlangsung di Aceh; Sail Sabang 2017 dan Aceh World Solidarity Cup 2017. Meski sedikit terganggu dengan kondisi cuaca yang tidak bersahabat, kedua event tersebut mendapat perhatian masyarakat internasional.
Untuk Sail Sabang, ini adalah perhelatan wisata bahari level nasional yang masuk kalender pariwisata dunia. Penyelenggarannya yang dipusatkan di Pulau Weh tahun ini merupakan rangkaian dari Sail Indonesia seri ke-9 yang diluncurkan pertama kali di Bunaken Manado tahun 2009.
Sementara Aceh World Solidarity Cup 2017 merupakan turnamen sepakbola persahabatan kelas dunia. Tujuan utamanya untuk membangkitkan gairah sepakbola Aceh yang seolah sedang mati suri dalam beberapa tahun terakhir. Menariknya, dalam turnamen yang diselanggarakan Pemerintah Aceh ini menempatkan Timnas Indonesia sebagai tuan rumah. Para punggawa Garuda meladeni Brunei Darussalam, Mongolia, dan Kirgistan dalam format round robin di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, 2-6 Desember 2017.
Penyelenggaraan dua even ini tentu menggambarkan situasi Aceh yang aman, tenteram dan ramah terhadap iklim inventasi. Kita berharap, melalui dua hajatan ini, masyarakat internasional dapat melihat upaya sungguh-sungguh masyarakat Aceh dalam mempertahankan perdamaian yang telah lama terwujud.
Karena itu, semangat damai yang sudah ada terus dipupuk dan ditingkatkan. Para mantan petinggi GAM juga kita harapkan tidak lagi menunjukkan niat yang bisa menimbulkan konflik, atau setidaknya konflik baru sekecil apapun. Keinginan membangun Aceh yang maju dapat disumbangkan melalui peran serta dalam pembangunan daerah, atau kalau masih terpinggirkan bisa melalui wujud kritik, saran dan solusi bagi terwujudnya Aceh yang damai dan bermartabat hingga ke anak cucu kita.
Selanjutnya, kepada para pemegang tampuk kekuasaan di Aceh, kita mendesak mereka memberikan keadilan ekonomi dan hukum bagi masyarakat Aceh. Desakan yang tentunya kita lakukan sambil bekerja sesuai keahlian masing-masing, bukan hanya pandai mengkritik dengan berpangku tangan.
Dengan dukungan rakyat, tentunya aparatur keamanan juga dengan mudah mengawal perjalanan damai di Aceh. Tak kalah pentingnya, pemerintah harus serius memberikan keadilan bagi rakyat, yang bisa ditunjukkan dengan memperbaiki kinerja birokrat, aparatur keamanan, serta aparatur penegak hukum yang bersih dan jujur.
Bila semua itu bisa kita wujudkan—mulai merawat damai, menegakkan hukum dan memberi keadilan pada rakyat, Insya Allah kemakmuran rakyat Aceh secara keseluruhan sudah bukan lagi sebatas impian. Saat ini, Aceh yang makmur dan bermartabat sudah di depan mata. Tinggal saja bagaimana cara kita meraihnya. Kalau dengan cara-cara yang benar, Insya Allah kita akan berhasil.[]
Belum ada komentar