Demi hidup mewah, sejumlah wanita muda di Aceh rela menjual diri. Mereka bukan pelacur kaki lima, tetapi berkelas dan modern.
Bisnis esek-esek tidak mengenal daerah atau wilayah. Di Provinsi Aceh yang menerapkan Syariat Islam, bisnis syahwat ini masih saja dapat ditemui. Walau terselubung, lelaki hidung belang di Aceh juga bisa dengan mudah memperoleh layanan esek-esek dari wanita muda berkelas.
Di tanah air, bisnis pelacuran adalah ilegal dan sebuah kejahatan moral. Atas dasar itu, polisi membongkar praktik prostitusi terselebung yang bergentayangan di Aceh.
Masyarakat Aceh baru-baru ini dihebohkan dengan pengungkapan prostitusi online oleh pihak jajaran Polresta Banda Aceh. Meski bukan rahasia umum, namun pengungkapan tersebut cukup menyita perhatian publik dan membuat masyarakat tercengang.
Minggu (22/10) lalu, petugas Kepolisian Polresta Banda Aceh, berhasil membongkar bisnis haram ini di Hotel Grand Nanggroe Banda Aceh. Seorang mucikari dan sejumlah wanita yang diduga sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) ikut diamankan.
Mucikari yang diamankan itu berinisial AI (38). Ia tercatat sebagai warga Simeulue Timur. Dengan aplikasi WhatsApp, tersangka menjajakan wanita muda layaknya barang dagangan. Mucikari prostitusi online ini diciduk petugas sekira pukul 00.30 WIB, sesaat setelah melakukan transaksi dengan pelanggan yang menginap di hotel tersebut.
Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh AKP MTaufiq menyebutkan, prostitusi online via aplikasi WhatsApp ini dibongkar petugas kepolisian pada Sabtu, (21/10) lalu. Tersangka AI awalnya menawarkan dua PSK kepada calon pelanggannya melalui media online. Setelah disepakati, kemudian tersangka AI membawa PSK tersebut ke hotel dimaksud.
Petugas Unit PPA Sat Reskrim Polresta Banda Aceh yang mendapat informasi tersebut langsung menuju lokasi dimaksud dan berhasil mengamankan pelaku. Bersama dia, turut diamankan 13 unit handphone milik pelaku dan PSK, satu buah dompet milik pelaku, serta uang tunai Rp3.300.000.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin SH saat gelar perkara kasus itu di Mapolresta Banda Aceh, Senin (23/10), mengatakan, berdasarkan pengakuan AI kepada petugas, bisnis tersebut telah dijalankannya selama dua tahun. “Setela dua tahun lancar-lancar saja, baru terungkap pada Minggu kemarin,” sebutnya.
Disebutkannya, AI mengaku mengembangkan bisnis tersebut dari seorang ibu-ibu yang kini masih dalam pengejaran pihak kepolisian. “Dia belajar dari sana, bahkan cewek-cewek tersebut awalnya dikenalkan oleh ibu-ibu tersebut,” kata Saladin.
Dalam menjalankan bisnis itu, AI memasang tarif kepada pelanggan untuk sekali kencan dengan harga Rp800 ribu hingga Rp1,5 juta. “Rata-rata yang menjadi pelangan merupakan para pekerja, baik warga Banda Aceh maupun luar Banda Aceh,” tambahnya.
Kapada penyidik, AI dan sejumlah PSK binaannya menagku menjalankan bisnis tersebut karena faktor ekonomi. Saat ini, polisi sedang mengembangkan kasus praktik prostitusi online yang berhasil diungkap tersebut. “Penyidik sedang menelusuri siapa saja konsumen dari bisnis prostitusi tersebut. Apakah ada oknum pejabat, politisi, pengusaha atau mahasiswa? Semuany sedang kita telusuri,” papar Saladin.
Sepekan sebelumnya, Polres Lhokseumawe juga berhasil mengungkap kasus prostitusi pada Senin malam (16/10). Polisi menggerebek sebuah rumah yang di kawasan Dusun Syah Bandar, Cunda, Lhokseumawe, yang dijadikan tempat portitusi. Selain menyediakan wanita, di rumah ini juga disediakan kamar bagi para tamu atau pria hidung belang yang ingin melakukan hubungan badan.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman SH SIk MH mengatakan, pengungkapan lokasi prostitusi itu berawal dari informasi masyarakat kepada petugas. Atas informasi itu, pihaknya melakukan undercover dan berhasil melakukan operasi tangkap tangan.
Dua germo yang juga kakak beradik dan juga pemilik rumah yaitu bernisial CB dan CR, serta satu wanita berinisial A (21), berhasil diamankan di lokasi rumah prostitusi tersebut. Dalam penggerebekan itu juga diamankan dua pria hidung belang masing-masing JK dan KH.
Di rumah tersebuut, tersangka memperkerjakan wanita sebagai penjaja seks komersial sekitar 8 orang. Rata-rata berumur 20 hingga 25 tahun. Rumah berkedok keluarga ini memiliki enam kamar yang kesemuanya disewakan untuk praktek prostitusi tersebut.
“Untuk satu kamar yang memiliki AC dengan tarif sekali show dengan harga Rp250 ribu. Sementara kamar yang tidak ada AC lebih murah. Sedangkan tarif wanita untuk sekali show sebesar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu, sesuai kesepakatan dengan wanita tersebut,” tambahnya.
AKP Budi menambahkan, keberadaan rumah yang dijadikan tempat portitusi ini sudah berlangsung enam bulan dan baru terungkap saat ini. “Tersangka ini kakak beradik dikenakan pasal 12 tentang traffiking atau Qanun No.6 Tahun 2014 tentang hukum jinayah dengan ancaman kurungan 15 tahun,” tegasnya.
USUT TUNTAS
Anggota DPRK Banda Aceh, Syarifah Munirah angkat bicara atas pengungkapan bisnis prostitusi online ini. Politisi PPP ini mendesak petugas kepolisian mengusut tuntas bisnis prostitusi online di bumi Serambi Mekkah. “Kita berharap, pihak keamanan dapat menumpas habis para pelaku bisnis kotor ini,” ujar Syarifah, Senin (23/10) lalu.
Diakui Syarifah, bisnis yang merusak kehormatan perempuan memang kian hari semakin canggih. Apalagi dengan teknologi yang semakin modern, seperti adanya transaksi online. Ia menduga, di belakang bisnis prostitusi online ini selalu ada jaringan yang terstruktur. Untuk itu, dirinya meminta petugas keamanan dapat memberi kenyamanan bagi masyarakat dan menyelamatkan perempuan dengan mengungkap jaringan ini.
“Kita meminta semua pihak apakah polisi, pemerintah, ulama, akademisi dan lainnya untuk tidak kalah dalam menghadapi kejahatan yang semakin canggih,” katanya.
Syarifah mengimbau kepada semua pihak untuk lebih menghormati dan tidak memperjual-belikan perempuan, baik lewat prostitusi atau lainnya. “Ini bukan sekedar faktor ekonomi perempuan, tapi ada jaringan para laki-laki jahat yang memamfaatkan keberadaan perempuan untuk bisnis kotor mereka.
Penting bagi pemerintah untuk membina laki-laki itu agar memiliki perspektif yang mulia dalam memberdayakan perempuan,” tegasnya.[]
Pengusaha Hotel Diminta Jaga Marwah Aceh
Forum Komunikasi Pimpinan daerah (Forkompimda) Banda Aceh, Jumat (27/10) lalu, melakukan pertemuan dengan para pengusaha hotel yang beroperasi di wilayah Banda Aceh. Pertemuan ini digelar di Aula Lantai IV, Gedung A Balaikota Banda Aceh.
Hadir dalam pertemuan itu, antara lain Walikota Banda Aceh H Aminullah Usman SE A MM, Wakil Walikota Drs H Zainal Arifin, Sekdakota Banda Aceh Ir Bahagia DiplSE dan unsur Forkompinda lainnya.
Pertemuan ini bermaterikan diskusi dan sosialisasi terkait komitmen penegakan Syariat Islam di Banda Aceh, terutama dari pihak pengusaha hotel. Menurut Aminullah, para pengusaha hotel di Banda Aceh harus menghargai kearifan lokal (local wisdom), di mana penegakan Syariat Islam merupakan amanah undang-undang yang harus dipatuhi bersama.
Aminullah mengakui, hotel memang memiliki peran penting dalam program wisata islami yang sedang digalakkan oleh Pemko Banda Aceh. Namun, dalam operasionalnya, pihak hotel juga harus mampu menyesuaikan diri dengan visi misi Pemko dengan tidak melakukan pelanggaran Syariat Islam.
Aminullah akan melakukan langkah-langkah tegas dalam melakukan penindakan ketika mendapati hotel yang melakukan pelanggaran, mulai dari teguran, penghentian operasional, hingga mencabut izin usaha. “Hari ini saya minta komitmen dari para pengusaha hotel terkait penegakan Syariat Islam. Karena, soal penegakan syariat di Banda Aceh tidak bisa ditawar-tawar,” ujar Aminullah.
APRESIASI KAPOLRESTA
Aminullah Usman juga memberi apresiasi kepada Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin SH dan jajarannya yang telah berhasil membongkar praktek prostitusi online di Banda Aceh. Atas prestasi tersebut, Walikota berencana akan memberikan penghargaan kepada pihak Polresta Banda Aceh.
“Ini prestasi besar, karena prostitusi ini sudah bertahun-tahun beroperasi dan akhirnya berhasil di bongkar Pak Kapolresta dan jajarannya. Saya pikir sudah selayaknya Pemerintah Kota memberikan penghargaan kepada Polresta atas prestasi besar ini,” tambahnya.
SULIT DIHILANGKAN
Sosiolog Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, DR Saleh Sjafei menilai, meski Aceh menerapkan Syariat Islam, namun prostitusi online di Aceh dipredikasi akan terus bertahan bahkan sulit untuk dihilangkan.
Hal ini dikarenakan nilai–nilai dalam penerapan syariat Islam di Aceh belum masuk ke seluruh lapisan masyarakat. Ditambah lagi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Aceh yang masih jauh dari harapan. “Kesejateraan belum dirasakan semua masyarakat dan secara ekonomi belum merata, itulah sebabnya kenapa di Aceh masih ada perjudian, protitusi, narkoba dan lain sebagainya,” ucap Saleh Sjafei.
Tidak berjalannya aturan Syariat Islam sesuai yang diharapkan, menurut Saleh Sjafei, dikarenakan penegakan aturan belum sepenuhnya dilakukan oleh aparatur pemerintahan. “Di mana, selama ini hanya masyarakat kalangan bawah yang mendapat imbas, sementara kalangan menengah dan atas di Aceh masih belum tersentuh hukum syariat,” tandasnya.[]
Belum ada komentar