Bom Waktu Tambang Rakyat

Bom Waktu Tambang Rakyat
Bom Waktu Tambang Rakyat

Pertambangan minyak secara tradisional menjadi ‘bom waktu’ yang mengancam keselamatan manusia dan lingkungan. Ledakan kali ini di Aceh Timur menelan korban jiwa dalam jumlah besar. 

Dalam waktu sekejap, api menyulut tajam ke sekeliling area penambangan minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Secepat itu pula panas menjalari pemukiman sekitar. Warga yang tengah terlelap serta merta tersentak, lantas histeris. Aktivitas yang senyap kala dinihari itu, mendadak ramai dan mencekam. Rabu (25/4) pukul 02.00 Wib, api yang membumbung tinggi itu merenggut nyawa puluhan orang tanpa ampun.

Dinihari, kegiatan penambangan sumur minyak ini sunyi dari khalayak. Pada pukul 12 malam, sumur bor minyak yang berlokasi di Jalan Pendidikan Dusun Kamar Dingin ini masih beraktifitas sama seperti malam-malam sebelumnya. Namun, sumur yang pengeborannya sedalam 250 meter tersebut tiba-tiba saja mengalami kelebihan produksi. Memburainya minyak mentah itu, sontak memancing perhatian sebagian warga. Mereka lalu ikut berebut mengumpulkan luapan minyak tersebut dan menampungnya ke dalam drum, sebagian memasukkannya dalam jerigen.

Beberapa jam kemudian, entah dari mana, tiba-tiba muncul percikan api di sekitar lokasi sumur bor. Ada yang mengatakan api bersumber dari percikan rokok yang dinyalakan warga saat mengumpulkan minyak. Tak dinyana, semburan api seketika menyambar ke lokasi pengeboran dan penampungan minyak.

Malangnya, sumur ini berada tepat di tengah-tengah pemukiman warga. Ledakan keras terdengar. Secepat kilat api menjalar ke sekitar sumur dan membuat area penambangan jadi lautan api. Lebih dari 50 orang, baik yang tengah beraktifitas maupun mereka yang sekedar melihat-lihat aktifitas di dalamnya, juga ikut terbakar. Sebagian lainnya berlari menyelamatkan diri. Korban pada umumnya mengalami luka bakar yang cukup parah. Bahkan 10 orang meninggal di tempat kejadian dengan kondisi jenazah mengenaskan.

Pada pukul 02.30 Wib, dua unit mobil pemadam kebakaran dari wilayah Peureulak tiba di lokasi kejadian. Namun, butuh waktu lama bagi petugas untuk memadamkan api yang membubung tinggi hingga mencapai 50 meter ke udara saat itu. Pada hari pertama kejadian api masih menyembur ke udara beserta minyak yang bercampur gas. Namun keesokan harinya, sekitar pukul 05.00 WIB, sumber tekanan gas menurun sehingga api mulai padam kendati semburan minyak masih sulit dihentikan.

Salah seorang warga setempat yang tidak ingin disebut namanya menuturkan, saat terjadi ledakan banyak warga yang datang ke lokasi sumur minyak. “Jadi biasanya saat proses pengeboran, warga di sini melihatnya. Biasanya pengeboran dilakukan tengah malam. Jadi saat itu warga ada yang menonton dan ada juga yang mengambil tumpahan minyak dengan jerigen, namun naas malam itu terjadi ledakan,” ujarnya.

Kapolres Aceh Timur AKBP Wahyu Kuncoro yang pagi itu menyambangi lokasi mengatakan, pihaknya masih melakukan penyelidikan untuk mencari tahu penyebab terjadi ledakan. “Kita belum menyimpulkan penyebab terjadi ledakan. Namun diduga ada percikan api di lokasi sumur minyak sehingga memicu terjadi ledakan,” kata Wahyu, Rabu (25/4) pekan lalu.

Wahyu juga mengulangi kronologi kejadian. Menurutnya, petaka berawal ketika beberapa orang pekerja yang merupakan warga setempat tengah melakukan pengeboran minyak. Saat itu minyak bercampur gas langsung menyembur ke udara dengan tekanan yang cukup kuat.

“Warga banyak yang ikut menyaksikan saat terjadi semburan minyak. Ada juga sebagian yang menampung minyak ke dalam jerigen-jerigen, saat itulah sumur minyak meledak dan terjadi kebakaran,” ungkapnya.

Pantauan Pikiran Merdeka, hingga Kamis, di lokasi kejadian paska ledakan sumur minyak masih terlihat adanya semburan berupa minyak bercampur air. Namun, api sudah dapat dipadamkan. Ada sekitar 250 aparat gabungan dari TNI-Polri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tim dari Pertamina, Medco dan sejumlah pihak terkait telah diterjunkan ke lokasi untuk mengamankan titik semburan minyak. Polisi telah memasang garis batas dengan radius 100 meter dari titik semburan. Warga sudah tidak diperkenankan masuk. Di sekitar lokasi juga dilarang merokok.

Kepala Badan Penaggulangan Bencana Aceh Teuku Ahmad Dadek di lokasi kejadian kepada wartawan mengatakan, pihaknya saat ini masih fokus pada penanganan korban.

“Kita sudah membuat parit-parit di lokasi agar semburan minyak tidak tergenang dan bisa dialiri ke dalam parit tersebut. Semburan itu 20 persen minyak dan 80 persen air,” kata Dadek.

Ia menambahkan, semburan minyak tidak bisa dihentikan begitu saja karena daya sembur minyak akibat aktivitas pengeboran secara ilegal itu sangat kuat. Bahkan terlihat semburan minyak mencapai 30 meter ke udara.

“Kita berharap bisa segera berhenti semburan minyak, namun tidak bisa dilakukan begitu saja, tapi kita lihat api sudah mulai padam kita berharap beberapa hari kedepan semburan juga berhenti,” harapnya.

Menurut data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), hingga akhir pekan lalu, telah tercatat sebanyak 21 korban meninggal dunia dalam peristiwa ini. Selain memakan korban jiwa, sebanyak lima unit rumah juga hangus terbakar. Ada 198 jiwa dari 55 kepala keluarga terpaksa mengungsi ke rumah saudara dan kerabat.

“Sementara korban luka 39 orang yang kini masih dirawat secara intensif di sejumlah rumah sakit, di antaranya RS Zubir Mahmud, RS Graha Bunda, RS Sultan Abdul Aziz, dan RSUDZA Banda Aceh dan RS Adam Malik di Medan, Sumatera Utara sebagai RS rujukan,” kata Kepala Pelaksana BPBA Teuku Ahmad Dadek.

TAMBANG ILEGAL

Temuan penting dari pihak kepolisian, ternyata lokasi sumur minyak yang dikelola oleh warga selama bertahun-tahun itu sama sekali tak memiliki izin. Warga diketahui melakukan pengeboran secara tradisional.

“Sumur minyak tersebut illegal karena tidak memiliki izin. Bahkan di sekitar lokasi ada 20 lebih lubang sumur yang telah dilakukan pengeboran,” ujar Wahyu Kuncoro.

Tak lama usai petaka meluap, polisi langsung melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi-saksi, termasuk memanggil pemilik-pemilik sumur di sekitar lokasi. “Peralatan pengeboran dan beberapa kendaraan yang hangus terbakar juga telah kita amankan,” tambah Wahyu.

Tim gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh bersama TNI-Polri dan Dinas Pertambangan belakangan ikut turun ke lokasi sumur minyak.

Didampingi pihak Pertamina, mereka mulai melakukan identifikasi. Hasilnya, ternyata masih ada sekitar 25 sumur minyak lagi yang beroperasi di luar standar keselamatan.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Aceh Komisaris Besar Polisi Misbahul Munawar membenarkan aktifitas penambangan sumur di Rantop Peureulak tak memiliki izin. “Sumur minyak tersebut ilegal, tidak ada izin,” kata dia, Rabu (25/4).

Diketahui, sumur minyak yang dikelola oleh warga tersebut sudah berlangsung lama. Sistem pengeboran masih dilakukan dengan cara yang cukup tradisional, layaknya pengeboran sumur bor. “Letak lokasi sumur minyak berada di pemukiman warga. Bahkan letak titik sumur yang terjadi ledakan itu persis di depan rumah warga,” ujar Munawar. Diketahui, minyak hasil aktifitas ilegal ini diambil dan dijual oleh warga ke wilayah Medan.[]

Reporter: Fuadi Mardhatillah

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait