Bisnis Kunyit di Bekas Ladang Ganja

Bubuk Kunyit Lamteuba
Bubuk Kunyit Lamteuba

Siapa tak kenal dengan Lamteuba yang identik dengan temuan berhektar-hektar ganja oleh aparat kepolisian? Dilarang tanam ganja membuat masyarakat kemukiman ini beralih ke budidaya kunyit.

Lamteuba, sebuah mukim di Kecamatan Seulimum, Aceh Besar, yang dihuni oleh tujuh gampong dengan jumlah penduduk mencapai 1.500 jiwa. Di balik cap daerah penghasil tanaman mariyuana, warga kemukiman ini diam-diam memproduksi bubuk kunyit untuk dipasarkan ke berbagai daerah di Nusantara.

Sulaiman misalnya, ia seorang pengusaha kunyit yang juga Keuchik Gampong Blangtingkeum, Lamteuba, Aceh Besar. Saban hari ia lakoni hidup untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat Lamteuba yang selama ini dikenal dengan kawasan penghasil ganja.

Bahkan jauh sebelumnya, jelas dia, masyarakat Lamteuba semasa konflik dikenal sebagai pelaku illegal logging. Kemudian setalah dibuka lahan, masyarakat menanam ganja di bekas area penebangan liar. Belakangan semakin banyak temuan ganja oleh aparat kepolisian, masyarakat kembali meninggalkan lahan tersebut.

Baca: Menyehatkan Tubuh di Sauna Indatu Lamtadok

“Kemudian masyarakat menanam palawija yang menghasilkan uang untuk kehidupan sehari-hari, sepeti kunyit,” tutur Sulaiman.

Disebutkannya, hampir  90 persen masyarakat Lamteuba adalah petani. Di awal-awal penanaman kunyit, tak banyak petani berminat karena harga jual kunyit hidup hanya Rp500 per kg, yang biasanya dibeli oleh tengkulak dari luar Aceh. Apalagi kala itu, upah bagi warga yang mencabut (panen) batang kunyit senilai Rp1000/kg alias dua kali dari harga jual kunyit basah per kg.

Sulaiman kemudian berpikir lebih kreatif. Dia bersama warga membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) Lamteuba guna memproduksi Kunyit Bubuk Lamteuba. Dengan semangat kolektif itu, dia mengusulkan untuk produksi kunyit bubuk (halus) sehingga mendapatkan penghasilan lebih besar.

“Sejak ada produksi kunyit bubuk ini, tengkulak membelinya Rp3.000 setiap kilonya,” ujar Keuchik Leman kepada Pikiran Merdeka, Selasa (12/05/16).

Dia menyebutkan, proses produksi Kunyit Bubuk Lamteuba dimulai dengan penanaman kunyit di lahan warga secara bergiliran. Jumlah penanaman tergantung besaran pemesanan untuk menghindari mubazir bahan baku di samping belum luasnya area pemasaran. Mereka juga menanam kunyit dengan menyesuaikan keadaan cuaca.

“Saya punya lahan cuma tidak mencapai satu hektar, sehingga harus beli lahan beberapa warga, kita juga konfirmasi kepada masayakarat agar ditanaman secara bergantian.”

Mukim Lamteuba memiliki delapan gampong yaitu Ateuk, Blangtingkeum, Lam Apeng, Lambada, Lampantee, Lamteuba Droe, Meurah, dan Pulo.

“Jika ada masyarakat yang menanam kunyit akan dibagi agar tidak membludak saat panen dan bisa panen secara bertahap sehingga stok selalu tersedia,” ungkap Keuchiek Blang Tingkeum ini.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait