Kampus IPDN Regional 9 segera dibangun di Aceh. Lokasinya masih diperebutkan antara Bireuen dan Aceh Besar.
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) akan membuka kampus regional di Aceh. Kota Sabang sebelumnya didaulat sebagai lokasi pembangunan kampus tersebut. Namun, belakangan batal terealisasi karena berbagai faktor.
Rencana pembangunan kampus IPDN di Sabang dikemukakan Presiden Joko Widoo pada 2016. Kala itu, Jokowi berkunjung ke Sabang dalam rangka mewujudkan pembangunan poros maritim yang diawali dari pulau terluar, yakni Pulau Weh. Bahkan, Pemko Sabang saat itu sudah menyediakan lahan sesuai kebutuhan, di Lhok Igeuh.
Rencana itu sebelumnya sudah memperoleh dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) yang diputuskan melalui sidang paripurna pada masa persidangan tahun 2015. Selain itu, Gubernur Aceh yang saat itu dijabat Zaini Abdullah juga sudah menyatakan langsung dukungannya untuk mewujudkan lahirnya IPDN di Sabang.
Pendirian Kampus IPDN di Sabang juga didukung BNPP dan 17 perwakilan kementerian termasuk Bappenas yang disuarakan dalam acara Gerakan Pembangunan Terpadu Perbatasan (Gerbang Dutas) di Sabang, pertengahan Juni 2014.
Namun, belakangan kampus IPDN batal dibangun di Sabang. Dua kabupaten di Aceh yakni Bireuen dan Aceh Besar kemudian dicalonkan sebagai lokasi pembangunan kampus tersebut.
Karena itu pula, pada Rabu pekan lalu, tim kajian kesiapan kampus IPDN mengunjungi dua kabupaten tersebut. Kedatangan tim ini untuk melakukan survei lokasi pembangunan kampus IPDN Regional Aceh.
Di Kabupaten Bireuen, tim tersebut hadir dengan sembilan orang dan dipimpin Prof Dr Khasan Effendy MPd. Kedatangan mereka disambut Bupati Bireuen H Saifannur SSos beserta unsur Forkopimda setempat.
Sementara di Aceh Besar, tim yang hadir berjumlah empat orang dan diketuai Teuku Syahrul Johan. Kedatangan mereka juga disambut Bupati Aceh Besar Mawardi Ali dengan didampingi para kepala SKPK dan unsur Forkopimda setempat.
Dua kepala daerah ini memaparkan kesanggupan dan mempersentasikan semua potensi yang dimiliki daerahnya, untuk menunjang pembangunan lembaga pendidikan tinggi kedinasan dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri RI tersebut.
Bupati Aceh Besar Mawardi Ali, saat memaparkan potensi dan kesiapan di hadapan tim surve menyebutkan, kabupaten yang kini dipimpinnya memiliki lahan tergolong luas di Aceh dan sudah siap menjadi kota pendidikan. “Aceh Besar siap untuk menjadi kota pendidikan. Ini tentunya tidak lepas dari dukungan IPDN,” kata Mawardi.
Disebutkannya, letak Kabupaten Aceh Besar yang dekat dengan ibukota provinsi, patut menjadi pertimbangan bagi tim dan sangat layak menjadi lokasi pembangunan kampus IPDN. “Lokasinya juga sangat dekat dengan Bandara SIM yang terletak di Aceh Besar, sekitar 60 menit. Apalagi nanti setelah pembangunan tol selesai, dosen atau wali praja hanya menghabiskan waktu 20 menit untuk mencapai kampus dari bandara,” sebutnya.
Dari segi fasilitas air dan listrik, sambung Mawardi, pihaknya memastikan berkecukupan. Kota Jantho, sebutnya, memiliki fasilitas air bersih yang sangat bagus. Karena Jantho merupakan penyuplai air bersih hingga ke Banda Aceh. “Untuk listrik juga sudah masuk ke lokasi. Begitu juga keamanan, di wilayah tersebut terdapat markas Yonkav dan Raider,” bebernya.
Untuk mendukung pembangunan IPDN, kata Mawardi, Kabupaten Aceh Besar siap menyediakan lahan 40 sampai 70 hektare. “Masyarakat Aceh Besar sangat berharap agar Jantho menjadi kota masa depan dan rencana pembangunan kampus IPDN bisa terealisasi,” harap Mawardi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Tim Survei Pembangunan Kampus Ipdn, Teuku Syahrul Johan mengatakan, tujuan kedatangan tim IPDN untuk melihat langsung kondisi lapangan yang akan dibangun kampus IPDN.
Menurutnya, Kabupaten Aceh Besar sangat mendukung sebagai lokasi pembangunan IPDN, karena kondisi lahannya sangat terjangkau. “Pembangunan IPDN di Aceh ini menjadi regional IPDN ke-9. Di Aceh, ada dua lokasi yang kami survei, yakni Aceh Besar dan Bireuen,” jelas Syahrul.
Tak jauh dengan pemaparan Bupati Mawardi Ali, hal serupa dipaparkan Bupati Bireuen Saifannur SSos kepada perwakilan IPDN yang meninjau wilayah tersebut.
Dilansir Serambi Indonesia, selama di Bireuen tim verivikasi rencana pembangunan IPDN meninjau langsung lokasi atau lahan tempat rencana dibangunnya kampus IPDN Regional Aceh. Selain itu, tim yang beranggotakan sembilan orang juga meninjau Gedung Diklat milik Pemerintah Aceh yang sudah lama dibangun di Cot Batee Geuleungku, Kecamatan Pandrah.
“Sbelum IPDN selesai dibangun, nantinya Gedung Diklat bisa dipergunakan untuk ruang belajar dan penginapan praja,” sebut Bupati Saifannur.
Dijelaskannya, Gedung Diklat itu memiliki 400 tempat tidur yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, seperti air bersih, listrik, AC, jaringan internet, serta sanitasi yang baik.
Menurut Saifannur, Pemerintah Aceh khususnya Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sangat setuju dibangunnya IPDN di Bireuen. Karena itu pula Gedung Diklat diizinkan penggunaann sementara untuk kampus IPDN Regional Aceh. “Tahun pertama dan kedua, mahasiswa IPDN Regional Aceh bisa belajar di Gedung Diklat Cot Batee Geulungku,” terangnya.
Dipastikannya, pada 2018 Pemerintah Aceh juga akan menganggarkan dana untuk operasional dan berbagai kebutuhan Kampus IPDN Regional Aceh di Bireuen. “Niat baik gubernur untuk memajukan pendidikan di Aceh wajib kita dukung. Harapkan kita, masyarakat juga harus mendukung rencana pembangunan kampus IPDN Regional Aceh di Bireuen, sehingga geliat ekonomi masyarakat juga akan tumbuh dan berkembang,” pungkas Saifannur.
BIREUN LEBIH SIAP
Kabupaten Bireuen telah mempersiapkan lahan untuk rencana pembangunan IPDN Regional Aceh. Bahkan, Asisten Administrasi Setda Aceh Kamaruddin Andalah bersama pejabat terkait meninjau lahan tersebut di Gampong Uteun Reutoh, Kecamatan Kota Juang, Bireuen.
Kala itu, Kamaruddin Andalah mengatakan, kebutuhan lahan pembangunan lembaga pendidikan tinggi itu hanya seluas 45 hektare, tetapi Bupati Bireuen menyanggupi hingga 80 hektare. “Dari hasil peninjauan yang dilakukan, lokasi yang ditawarkan Pemkab Bireuen sangat strategis dari berbagai aspek. Salah satunya hanya berjarak 1,5 kilometer dari jalan lintas nasional Banda Aceh-Medan,” ujarnya seperti diwartakan Harian Analisa.
Faktor pendukung lainnya, lokasi itu sangat memudahkan dari segi transportasi darat. Selain itu, hanya berjarak 30 menit perjalanan dari Bandara Malikussaleh Aceh Utara atau Bandara Rembele Bener Meriah. “Pun sangat dekat dengan sumber air yang cukup memadai. Faktor pendukung lainnya, lokasi itu dekat dengan lokasi rencana pembangunan rumah sakit regional dan sport center di Paya Kareung,” sambungnya.
Indikator pendukung lainnya, sebut Kamaruddin Andalah, Kabupaten Bireuen sebagai daerah transit dan merupakan daerah perlintasan menuju tiga penjuru, yaitu ke wilayah tengah, timur dan barat.
DUGAAN INTERVENSI
Anggota DPRK Aceh Besar Nasruddin M Daud menyambut baik wacana pembangunan kampus IPDN Regional 9 di Aceh Besar. Menurutnya, rencana penempatan kampus di kawasan Kota Jantho yang merupakan pusat ibukota Aceh Besar adalah sebuah investasi masa depan. “Bicara pendidikan, sama artinya dengan investasi masa depan,” ujar Nasruddin, kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Namun, politisi PDA ini menilai rencana pembangunan IPDN di Aceh Besar mulai terusik. Menurut dia, kedatangan tim survei dari IPDN untuk melakukan peninjauan ke beberapa lokasi pembangunan kampus IPDN Regional 9, tampaknya mulai terkontaminasi. “Ada beberapa pihak mencoba empengaruhi rencana pembangunan kampus IPDN di Aceh Besar, dengan menawarkan banyak opsi lokasi penempatan lain,” katanya.
Nasruddin menyebutkan, pola intervensi tersebut sangat idak sehat dan mencederai kepercayaan masyarakat. “Saya khawatir ada pihak lain yang coba membuat blunder jalan pikiran tim yang diutus dengan mengintervensi harus ditetapkan lokasinya ke titik A, misalnya. Pola intervensi seperti itu tidak sehat dan mencederai kepercayaan masyarakat,” setusnya.
Nasruddin meminta semua pihak untuk belajar dari pengalaman kegagalan pembangunan di Kota Sabang. Sehingga, kasus tersebut tidak terulang untuk kedua kali. “Mari berpikir rasional dan beri kesempatan kepada tim untuk memutuskan lokasi terbaik. Jika salah dalam menentukan lokasi, bukannya untung namun malah rugi nantinya,” ujarnya.
Pun demikian, Nasruddin percaya tim yang dikirim merupakan para expert yang memiliki rasionalitas yang teruji dan paham akan tempat yang memiliki variabel untuk investasi masa depan pendidikan di Aceh.
TIDAK KONSISTEN
Pergeseran pembangunan kampus IPDN dari Kota Sabang ke Kabupaten Bireuen atau Aceh Besar mendapat sorotan dari kalangan dewan. Ketua Komisi II DPRA Nurzahri ST menilai, Pemerintah Aceh tidak konsisten dengan pembangunan kampus tersebut. Bahkan, politisi Partai Aceh (PA) ini menyebutkan bahwa Pemerintah Aceh hanya menghabiskan anggaran tanpa realisasi.
Selama wacana pembangunan kampus IPDN tersebut bergulir, kata Nurzahri, Pemerintah Aceh telah menghabiskan anggaran senilai Rp1 miliar lebih. Anggaran itu digunakan untuk studi kelayakan dan persiapan pembangunan.
“Semula rencananya akan dibangun di Sabang. Pemerintah Aceh yang saat itu dipimpin Zaini menganggarkan dana Rp500 juta untuk melakukan studin kelayakan,” ujarnya.
Dikatakannya, belakangan Pemerintah Aceh menggeser pembangunan kampus itu ke kawasan Aceh Besar. Lagi-lagi Pemerintah Aceh melalui Badan Kepegawaian Aceh (BKA) menganggarkan dana sebesar Rp500 juta untuk kegiatan yang sama. Terakhir, pada pembahasan APBA Perubahan 2017, Pemerintah Aceh kembali menganggarkan dana untuk kegiatan serupa di Kabupaten Bireuen. “Artinya, setiap tahun uang rakyat digunakan untuk kegiatan itu-itu saja, tapi hasilnya tidak ada,” cetusnya.
Berdasarkan informasi diterima pihaknya, sambung Nurzahri, pihak IPDN tidak mempermasalahkan lokasi pembangunan kampus Regional di Aceh. Selama kabupaten tersebut memenuhi syarat yang ditetapkan oleh pihak IPDN. “IPDN sebenarnya tidak masalah dengan lokasi kampus, baik di Aceh Besar maupun di Sabang. Selama syarat yang ditentukan seperti dekat dengan bandara dan fasilitas publik, serta syarat lainnya terpenuhi,” tambahnya.
Ia juga menilai ada unsur politik dalam rencana pembangunan kampus IPDN di Aceh. Indikasi tersebut sangat beralasan mengingat sudah beberapa kali dilakukan pemindahan lokasi pembangunan. “Jika ingin memajukan daerah, gubernur harus melihat secara keseluruhan Aceh, bukan terfokus pada daerah tertentu,” tegasnya.
Akibat inkonsistensi tersebut, tambah dia, bisa saja Aceh gagal memiliki kampus IPDN Regional. “Kampus ini tak dibangun merata di seluruh daerah,” katanya.
Selain Aceh, lanjut dia, Sumatera Utara juga kabarnya memiliki keinginan untuk memiliki Kampus IPDN. “Jika Pemerintah Aceh lambat dan terus mempermaslahkan lokasi pembangunan, bisa saja ini digeser ke Sumut. Kalau sudah kalah cepat, maka Aceh tak dapat lagi,” pungkasnya.[]
Belum ada komentar