Kisruh tapal batas yang melilit masyarakat dua di lembah perbukitan ini akan tuntas jika tim mediasi dari provinsi turun ke lokasi.
Oleh Joniful Bahri
Menelusuri jalan berliku di perbukitan terjal yang menghantarkan ke lembah subur di barat selatan perbatasan Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Bener Meriah, Aceh, harus ekstra hati-hati.
Sepanjang 1 km jalan beraspal sudah dipenuhi lubang. Sisanya, sekitar 1,8 km jalan dari arah KM 35 Jalan Bireuen-Takengon menuju ke sebuah desa perbatasan dua kabupaten itu belum ada pengerasan. Jalan menurun menyimpan lubang menganga yang sulit dilewati.
Tanda-tanda kehidupan mulai terlihat selepas itu. Di halaman rumah membentang jemuran hasil perkebunan seperti pinang yang dikupas oleh beberapa wanita dan anak-anak.
Inilah Gampong Pante Peusangan, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen, yang berbatasan dengan Gampong Pantan Lah, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener Meriah. Perkampungan ini jauh di pedalaman tapi masyarakat sudah menikmati penerangan (listrik) sejak beberapa tahun lalu.
Di sisi lain, menurut Keuchik Pante Peusangan, Syamsuddin, pemerintah sudah membangun sarana jalan pedesaan berupa jalan rabat beton, yang dananya bersumber dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Fasilitas gampong seperti Poskesdes, kantor keuchik, meunasah dan MCK juga telah dibangun pada kurun 2013 – 2015, melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
Beberapa kali Pikiran Merdeka mengamati, suasana siang di perkampungan yang tersembunyi dalam lembah itu selalu sepi. Kebanyakan warga tekun bertani menggarap lahan atau memetik hasil panen di kebun untuk dijual kepada agen penampung yang saban hari masuk ke sana. Hanya sebagian kecil penduduk yang bertahan di kampung.
Sekilas memang tak ada persoalan besar. Layaknya warga miskin di desa lain, setiap bulan di sana penduduk masih bisa memperoleh beras miskin (raskin) yang disalurkan perangkat desa.
Namun pada kenyataannya, sebut Syamsuddin, di wilayah tapal batas dua daerah itu masih saja dililit persoalan dualisme kepemimpinan desa dalam satu wilayah. Saling rebutan simpati terus berlaku, akhirnya penduduk pecah dalam dua pilihan, antara Pantan Lah dan Pante Peusangan.
Gampong Pante Peusangan memiliki tiga dusun yakni Dusun Tanoh Rata, Dusun Darusssalam dan Dusun Sarah Mulia dengan 85 KK atau sekitar 315 jiwa. Gampong yang subur itu masih diakui masuk dalam wilayah Bireuen. Namun hanya sebatas di meja kantor Pemerintah Kecamatan dan Kabupaten Bireuen itu sendiri.
Faktanya, tutur Syamsuddin, perangkat desa Pante Peusangan masih dihadapkan pada ragam persoalan administrasi bagi warganya, sementara di Pemda Bireuen sendiri masih mengabaikannya.
“Hingga saat ini, entah mana yang benar. Pantan Lah atau Pante Peusangan. Entah kapan pula sengketa itu terjadi. Satu sama lain saling mengklaim wilayahnya masing-masing,” katanya.
Rentetan selisih paham perangkat gampong masih terjadi, terutama menyangkut administrasi masyarakat, seperti pembuatan surat akta tanah. Padahal tim yang ditunjuk di tingkat provinsi telah berulang kali memediasi kisruh kedua belah pihak.
Bahkan, ungkapnya, informasi terakhir menyebutkan sengketa tapal batas Bireuen-Bener Meriah sudah menghasilkan sebuah keputusan dari Pemerintah Aceh.
Keputusan yang dimaksud menyatakan batas kedua wilayah itu tetap mengacu pada pedoman Peta Topografi TNI AD tahun 1978, yang mempertegas tentang wilayah teritorial perbatasan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Tengah.
Namun kondisi di lapangan berbeda dengan keputusan itu. Perangkat kedua gampong belum memiliki komitmen karena Pemda sendiri, baik Bireuen dan Bener Meriah, hanya sekedar memegang surat penentuan saja, dengan kata lain, tidak melibatkan kedua perangkat desa di tapal batas.
Diakui Syamsuddin, keputusan itu memang dapat dibuktikan dengan telah dipancangnya 8 tiang tapal batas dasar di sepanjang 367 meter jalur perbatasan ke arah selatan jembatan gantung di kawasan dimaksud.
Tapi kenyataan di lapangan, terutama di pihak perangkat desa, belum menerima keputusan itu. “Di lapangan saat ini penentuan akhirnya belum begitu jelas, terutama kedua masyarakat, sehingga satu sama lain masih mengklaim wilayah desanya.”
Dia juga menyebutkan, pembuatan akta jual-beli tanah di kawasan Pante Peusangan sendiri masih dilakukan perangkat Gampong Pantan Lah.
Akan bijak, sebutnya, jika tim mediasi dari provinsi mendalami aspirasi yang berkembang di tingkat desa, baik secara historis maupun didasari latar belakang keberadaan aset milik masyarakat setempat sehingga masyarakat kedua desa saling menghargai keputusan itu.
“Bagi kami dan warga Pante Peusangan siap hidup berdampingan, bahkan kalau perlu kami akan menghibahkan beberapa bagian dari wilayah kami masuk ke desa tetangga, tetapi jangan mencaplok, apalagi mengklaim wilayah kami secara sepihak,” ujar Syamsuddin akhir Januari lalu.
Ditambahkannya, persoalan ini terjadi akibat tidak adanya tapal batas yang nyata antara kedua perangkat desa, sehingga belum ada titik temu di tengah-tengah masyarakat yang tinggal dalam kawasan sentra perkebunan seluas 12.000 hektare itu.
TIM MEDIASI AKAN TURUN
Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Setdakab Bireuen, Mawardi, S.STP, M.Si, yang dikonfirmasi Pikiran Merdeka terkait pemasalahan di Pante Peusangan, Kecamatan Juli, Bireuen, mengakui masih ada beberapa item masalah di sana, berdasarkan laporan perangkat gampong itu.
Menurut Mawardi, pihaknya memang pernah menerima surat permasalahan yang dihadapi perangkat Gampong Pante Peusangan yang berbatasan dengan Panton Lah, Benar Meriah.
Pihak Tapem Bireuen sudah menyurati Provinsi untuk menyelesaikan persoalan tapal batas itu. Namun hingga kini masih menunggu tim verifikasi dati Provinsi selaku penengah dengan melibatkan Pemda Bireuen, Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Diakuinya, masalah di perbatasan itu sangat rumit dan takkan pernah tuntas jika tim mediasi dari Provinsi tidak turun.
“Informasi terakhir, tahun ini mungkin tim Provinsi akan turun untuk sosialisasikan keberadaan tapal batas dengan perangkat kedua desa itu,” ujar Mawardi, awal Februari 2016.
Penyelesaian kasus itu sebutnya juga melibatkan Pemerintah Aceh Tengah karena saat sengketa batas itu muncul, Bener Meriah masih dalam wilayah Kabupaten Aceh Tengah.[]
*Diterbitkan di Rubrik NANGGROE Tabloid Pikiran Merdeka edisi 110 (8-14 Februari 2016)
Belum ada komentar