Bintang Bulan PNA Sah Berkibar di Aceh

Bintang Bulan PNA Sah Berkibar di Aceh
Bintang Bulan PNA Sah Berkibar di Aceh

Partai Nanggroe Aceh (PNA) sah menjadi partai lokal baru, dengan lambang bintang bulan. Hasil verifikasi Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan PNA versi baru itu sudah memenuhi syarat sebagai sebuah partai politik.

Keputusan ini sebagaimana tertera dalam SK Kemekumham Aceh Nomor W1-306.AH.11.01 Tahun 2017 tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusan Partai Nasional Aceh menjadi Partai Nanggroe Aceh.

Kemenkumham yang menerima surat DPP Partai Nanggroe Aceh Nomor 291/DPP/PNA/VI/2017 tanggal 17 Juni 2017 tentang permohonan pegesahan perubahan AD/ART, nama, lambang dan kepengurusan PNA dalam pertimbangannya, mengatakan, setelah dilakukan pengkajian terhadap berkas permohonan DPP Partai Nanggroe Aceh, telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang partai politik lokal di Aceh.

Kakanwil Kemenkumham Aceh, Gunarso mengeluarkan Surat Keputusan (SK) penetapan Partai Nanggroe Aceh pada Rabu, 18 Juli lalu. Meski begitu, SK tersebut baru diserahkan kepada pengurus PNA sepekan kemudian. Penyerahan dilakukan Rabu, 26 Juli oleh Kabid Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh, Bunyamin kepada Sekjend PNA Miswar Fuadi.

Kepada Pikiran Merdeka, Miswar Fuadi menuturkan, Kemenkumham menerima seluruh pengajuan perubahan Partai Nasional Aceh menjadi Partai Nanggroe Aceh. Begitupun terkait lambang partai yang kini berlogo bintang bulan maupun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai tersebut.

“Alhamdulillah kita sudah terima SK Partai Nanggroe Aceh pada Rabu sore. Saya sendiri yang menerimanya di kantor Kemenkumham Aceh,” tutur Mizwar, Sabtu pekan lalu.

Proses verifikasi di Kemenkumham berlangsung hampir dua bulan lamanya. Pengurus DPP PNA, telah mendaftarkan secara resmi nama, lambang dan struktur partai ke Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Aceh pada Senin, 5 Juni 2017.

Keluarnya keputusan Kemenkumham tersebut diapresiasi oleh Ketua Harian PNA, Samsul Bahri Ben Amiren. Menurut dia, dengan adanya penetepan ini, pihaknya bisa segera berbenah dan mempersiapkan diri mengahadapi Pemilu Legislatif 2019.

“Kita syukuri Kemenkumham telah mengeluarkan SK kepada Pengurus DPP Partai Nanggroe Aceh. Sekarang fokus kita mempersiapkan dirimenghadapi Pileg 2019,” ujar pria yang akrab disapa Tiyong ini.
Lebih lanjut anggota DPR Aceh ini meminta seluruh jajaran pengurus dan kader, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, segera melakukan konsolidasi dan penguatan partai.

Hal senada dikatakan Sekjend PNA Miswar Fuadi. Diakuinya, PNA akan melakukan konsolidasi partai di tingkat kabupaten/kota untuk memberikan pemahaman terkait AD/ART partai yang baru. Menurut dia, hal itu penting dan menjadi langkah awal untuk persiapan Pileg 2019.

Selanjutnya, akan digelar Rapat Kerja Pusat Partai Nanggroe Aceh untuk persiapan menuju Pileg 2019. Tahapan Pileg sendiri akan dimulai pada Oktober 2017, di mana PNA siap mejadi salah satu peserta pasta demokrasi tersebut. “Setelah melakukan konsolidasi di tingkat kabupaten/kota, kita akan menggerlar Rapat Kerja Pusat Partai Nanggroe Aceh,” sebut Miswar.

Sebelum mendaftar ke Kemenkumham, Partai Nasional Aceh (PNA) mengadakan Kongres I selama dua hari, yakni 1-2 Mei 2017. Hasilnya, mendapuk Irwandi Yusuf menjadi Ketua Umum PNA periode 2017-2022, menggantikan Irwasyah di periode lalu. Ia terpilih secara aklamasi setelah dicalonkan 22 utusan kabupaten/kota. Irwasyah tukar posisi dengan Irwandi dengan menduduki posisi baru sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP).

Dalam Kongres itu, mereka sepakat mempertahankan nama PNA dengan kepanjangan yang baru, Partai Nanggroe Aceh. Lambangnya juga berubah. Bila sebelumnya bintang putih besar yang dilingkari dua untaian padi di sisi kiri dan kanan dan masing-masing untaian padi terdiri dari 17 butir, kini lambang bintang bulan dengan latar belakang orange menjadi lambang baru PNA.

Makna dari lambang baru PNA sendiri, yaitu bulan berwarna putih melambangkan Islam sebagai sendi-sendi kehidupan rakyat Aceh. Sementara bintang putih memiliki pengertian sebagai yang tinggi untuk kejayaan. Tulisan PNA merupakan singkatan dari Partai Nanggroe Aceh.

Samsul Bahri Tiong, ketua harian PNA. Foto: PM/Oviyandi Emnur

STRATEGI PARTAI
Dipilihnya Irwandi menjadi Ketum partai diyakini sebagai langkah jitu menyiapkan diri menghadapi Pileg 2019. PNA menaruh harapan besar pada gubernur terpilih ini. Jika lolos sebagai perserta Pemilu, pamor Irwandi diharapkan bisa mendongkrak perolehan kursi di parlemen nantinya.

Selain itu, langkah tersebut dimainkan PNA untuk menggaet para relawan dalam Pilkada lalu. Mesin relawan Irwandi-Nova yang bekerja hingga ke pelosok desa ingin dimanfaatkan Irwandi menjadi mesin PNA di masa mendatang. Peluang menarik dukungan tersebut tak bisa dilakukan jika Irwansyah tetap duduk sebagai ketua partai, maupun diisi oleh figur lain semisal Sofyan Dawood. Apalagi Sofyan Dawood juga dinilai punya “dosa besar” saat mendukung Cagub yang tak diusung PNA.

Dengan posisi Irwandi selaku Gubernur Aceh untuk lima tahun ke depan, kader PNA menaruh harapan besar kepada pria yang akrab disapa Teungku Agam ini untuk bisa membesarkan partai yang lahir dari perpecahan di tubuh Partai Aceh pada 2012.

Dalam analisa Direktur Jaringan Survey Inisiatif (JSI) Aryos Nivada, peluang PNA pada Pileg 2019 terbuka lebar. Ini disebabkan dari sisi kekuatan politik sangat menguntungkan PNA, karena calon yang diusungnya menjadi pemenang Pilkada 2017.

Aryos bahkan memprediksikan PNA setidaknya akan mendapatkan penambahan kursi signifikan pada Pileg 2019. “Minimal satu fraksi dapat diraih PNA di DPRA. Tetapi, jika PNA melupakan konsistuen, mereka bisa dipastikan akan ditinggalkan rakyat seperti partai lainnya,” sebutnya.

Dengan sosok Irwandi Yusuf yang menjadi magnet kuat, kata Aryos, tentu dapat meningkatkan elektabilitas PNA. “Sampai detik ini tubuh PNA belum ada sosok yang memiliki ketokohan menandingi Irwandi Yusuf,” beber Aryos.

Peneliti JSI ini mengatakan, ada tiga alasan mengapa Irwandi bersedia ‘turun gunung’ menjadi Ketum PNA. Pertama, Irwandi sebagai magnet untuk menarik massa/konsistuen agar elektabilitas partai meningkat. “Nilai jual ketokohan Irwandi Yusuf masih sangat kuat mempengaruhi arah politik pemilih di Aceh.”

Alasan kedua, posisi Irwandi sebagai gubernur memudahkan dirinya membesarkan partai. Ketiga, Irwandi sebagai gubernur terpilih memerlukan posisi sebagai Ketum PNA sehingga memudahkan komunikasinya dengan lintas partai, terutama di Parlemen Aceh. “Dengan statusnya sebagai ketua partai, tentu dapat memudahkan Irwandi mengajak partai lain mendukung visi dan misi beserta program-programnya ke depan,” tandas Aryos.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait