Kaca cermin yang ditatap pengusaha ini benar-benar membantu kesejahteraan orang lain, selain keluarganya sendiri.
Oleh Iskandar Ishak
Puluhan perempuan tekun mengerjakan kaku-kayu untuk dibuatkan bingkai cermin di usaha Indah Kaca Cermin, di Desa Pulo Blang, Kecamatan Darul Ikhsan, Aceh Timur.
Nurlela (45) salah satu dari mereka. Janda lima anak ini giat bekerja di bisnis rumah tangga milik Muhammad Nur itu. Ia merasa cukup terbantu untuk membiayai hidup anak-anaknya setelah ditinggal suaminya dua tahun lalu. Termasuk untuk pendidikan anaknya yang duduk di bangku kuliah.
“Saya sangat beterimaksih kepada Bang Maknu yang membuka usaha ini sehingga kami kaum hawa bisa memenuhi kebutuhan hidup, meski tidak begitu besar penghasilan dari upah yang kami terima namun kami tetap mensyukurinya,” ucap Nurlela kepada Pikiran Merdeka, 21 Januari 2016.
Satu hari, para pekerja Indah Kaca Cermin yang didominasi ibu-ibu itu mampu membuat 500 – 800 bingkai cermin. Penghasilan rata-rata mereka berkisar Rp 50 ribu – 70 ribu per hari.
“Tergantung banyaknya bingkai yang mampu mereka kerjakan, karena dalam satu bingkai saya beri upah sebesar Rp300 rupiah,” ujar Muhammad Nur, yang disapa Bang Maknu oleh karyawannya.
Usaha Indah Kaca Cermin dirintis pria berusia 42 tahun itu pada 2011 silam. Idenya berawal ketika dia coba-coba membuat satu bingkai cermin dari kayu. Cermin itu lantas ditaruh di dinding kamarnya. Suatu malam, dia memperhatikan bingkai cermin yang sudah diberikan kaca itu.
“Ini bisa menghasilkan uang,” terbersit di benak Mummad Nur saat itu penuh keyakinan.
Esok paginya, dia meminta persetujuan istrinya, Mahmudiah, untuk menjual sebuah lemari di rumah mereka, sebagai modal usaha bingkai cermin. Istrinya dengan senang membolehkan. Lemari kesayangannya pun dijual seharga Rp 800 ribu.
“Berawal dari modal sebesar Rp 800 ribu itulah saya beli kebutuhan untuk membuat bingkai cermin,” cerita Maknu.
Dia menyebutkan, sejak dirintis, bingkai cermin yang diproduksinya sudah dipasarkan tak hanya di Kabupaten Aceh Timur. Tetapi juga mecakup Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Utara, Lhoksemawe, Bireuen, Matang, Pidie, hingga Banda Aceh.
Bingkai cermin yang dibuat di Indah Kaca Cermin memiliki ukuran bervariasi. Mulai dari 10 x 14 cm, 14 x 19, 19 x 26, 27 x 40, 30 x 60, 30 x 52, dan 40 x 60 cm, dengan harga mulai dari Rp2 ribu – Rp 50 ribu per bingkai.
“Puluhan pekerja yang mayoritas kaum hawa ini mampu mengerjakan berbagai ukuran dalam satu bulan sekitar 15 ribu buah bingkai cermin. Dan kita pasok dalam setiap bulannya sesuai dengan orderan sekitar 10 ribu bingkai,” sebutnya.
Dia sendiri mendapatkan penghasilan dari usaha bingkai cermin mencapai Rp3 juta – Rp4 juta per bulan. Cukup untuk menutupi kebutuhan rumah tangga dan menyekolahkan keempat anaknya.
Di sisi lain, aku Maknu, pengembangan usaha Indah Kaca Cermin masih membutuhkan bantuan pemerintah. Dia sudah lima kali mengajukan proposal tambahan modal usaha dan bantuan alat kepada pemerintah setempat. Namun sampai saat ini belum ada realisasi satupun.
Selama ini dia memanfaatkan peralatan seadanya untuk membuat bingkai cermin tersebut. Padahal dia sudah sangat butuh alat pemotong kertas dengan harga sekitar Rp30 juta, alat untuk produksi bingkai sekitar Rp40 juta dan satu unit alat ketam press seharga Rp12 juta.
“Saya sangat berharap kepada pemerintah agar dapat membantu modal untuk memperlancar usaha saya,” cetusnya.
Dengan adanya bantuan dari pemerintah, ujar Maknu, bingkai cermin dapat diproduksi lebih banyak.
“Apalagi para pekerjanya didominasi oleh ibu-ibu, maka akan membuka peluang kerja bagi ibu-ibu lain untuk membantu kebutuhan keluarganya.”
Selain itu, Indah Kaca Cermin juga sering terkendala bahan baku: kayu, kertas dan kaca, akibat kurangnya stok.
“Saya tunggu barang orderan saya dibayar oleh pemesan, dengan demikian baru bisa saya beli bahannya lagi,” ungkapnya.
Usaha Indah Kaca Cermin terbukti mampu membuat Muhammad Nur dan puluhan karyawannya hidup mandiri. Pemerintah setempat perlu berkaca pada perjuangan hidup mereka.[]
Diterbitkan di rubrik Bisnis Tabloid Pikiran Merdeka edisi 109, 1-7 Februari 2016.
Belum ada komentar